Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Aktivis Itu Tidak Seserius yang Kamu Bayangkan!

22 Juni 2019   21:21 Diperbarui: 23 Juni 2019   13:25 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Broadmark

Manakala mendengar kata aktivis, mungkin beberapa di antara kita akan berpikiran pada seseorang dengan intelektual tinggi, fokus, sibuk, dan sosok serius. Kesadaran kolektif demikian memang telah menjangkit dan terwariskan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Alangkah durhakanya bila tidak berpikiran begitu. Itu yang sering kita dengungkan selama ini tentang aktivis kira-kira.

Seperti kelihatannya, aktivis di kalangan mahasiswa terkenal dengan keikutsertaannya dalam berbagai macam agenda seperti organisasi intra dan ekstra kampus, kepanitiaan acara, kaderisasi dan demonstrasi.

Niscaya apabila anda ikut serta pada salah satu agenda tersebut maka jangan heran pula jika akan disemati label sebagai aktivis kampus yang kaffah. Lalu dengan begitu anda pun akan serta merta juga di cap oleh khalayak umum sebagai orang sibuk dan serius. Sungguh mengesakan bukan.

But Helawww, tidak semua aktivis seserius dan sibuk seperti yang kamu bayangkan, Bambang! Catat! Sebagai mahasiswa abal-abal, biar begini saya kenal beberapa mahasiswa yang bergelar aktivis tapi tidak serius-serius amat, bahkan mungkin sejatinya memang tidak serius.

Banyak dari mereka adalah pengurus organisasi intra dan ekstra kampus, tukang kajian, dan pejuang masyarakat. Tapi dari obrolan yang rutin terjadi, kok saya melihat mereka tampak begitu santai, kocak, bucin (budak cinta), dan terkadang malu-maluin.

Tapi sebagai masyarakat yang hidup pada kondisi geografis diapit dua samudera dan benua, maka tidak afdhol pula jika pemikirannya pun tidak diapit dua pandangan. Ya, pandangan sinis dan kritis. Saking kritisnya seringkali kesimpulan akan suatu hal sudah ada sebelum proses kritisinya itu sendiri ada. Sungguh canggih.

Kondisi begitu akhirnya memunculkan maraknya fenomena kesimpulan ada sebelum hipotesis, bahkan pada kasus menjustifikasi kepribadian seorang aktivis.

Sebagai contoh, teman saya telah dilegitimasi banyak orang sebagai aktivis kampus, ia aktif di organisasi, bacaannya kuat berbobot dan orasinya persis Soekarno. Lewat uraian singkat inipun mungkin beberapa orang, bahkan saya sendiri akan menilai bahwa teman saya ini adalah orang serius.

Sayangnya hal demikian jika kita dalami kembali bisa saja akan menjadi sebuah kabar hoaks yang sangat bejad adanya, laknatullah! Faktanya perihal bucin teman saya ini sama saja seperti jamaknya manusia normal. Ketawa-ketiwi sendiri, tidak sabaran dan aura kasmaran jelas tampak dipelupuk matanya. Rona serius seolah tak pernah menyambangi dirinya dan bucinlah menjadi jatidirinya yang paripurna.

Selain pada tataran bucin, seorang aktivis pun akan kita ragukan keaktivisannya itu bilamana sudah berkumpul bersama teman sejawatnya. Disana sering saya lihat mereka tampak tampil bodoh secara natural. Tidak dibuat-buat dan apa adanya. Anda pun saya yakin jika melihatnya akan sedikit meragukan keaktivisannya dan segera menggantinya dengan jijik sepenuhnya.

Bahkan kerap kali saya melihat mereka bertindak tidak seperti orang yang pernah sekolah saja, bercandanya setelan katro, kata mutiaranya kadang muncul, dan topik yang dibicarakannya kadang jauh dari kata berbobot dan serius. Namun meskipun begitu, sebetulnya hal itu tidak sama sekali mengurangi esensi keaktivisannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun