Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Radikal Itu Bukan Candu

24 April 2019   09:59 Diperbarui: 24 April 2019   10:06 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Cocoparisienne

Fenomena yang kini sedang panas--panasnya adalah ketika kita dihadapkan dengan kata radikal. Ya, sebuah kata yang oleh masyarakat awam dan bahkan oleh pemerintah sendiri dianggap negatif, ancaman lagi berbahaya. 

Realitas saat ini adalah memang telah terjadi suatu kesesat-pikiran dari banyak orang sehingga munculah kesadaran kolektif yang menegaskan secara tersirat bahwa kata radikal adalah hal yang keji dan harus dibumihanguskan.

Tentu perilaku sesat pikir dalam memaknai kata radikal hanya akan membuat kegaduhan dan pada akhirnya menimbulkan cara pandang ekstrim, seperti manakala ada seseorang yang berbeda pendapat terhadap sesuatu hal, lalu dengan begitu mudahnya bisa di cap sebagai pemberontak atau pembelot. Padahal sejatinya radikal adalah kata yang memiliki makna netral. 

Radikal sendiri dalam kamus bahasa Indonesia berarti sesuatu yang bersifat mendasar dan mengakar. Jelas disini bahwa konotasi kata radikal tidak bisa begitu saja dilabeli sebagai kata "terlarang".

Isu radikalisme sendiri yang saat ini tengah panas dari maraknya tindakan terorisme dan juga banyak dari pelakunya merupakan orang--orang yang dianggap telah salah menafsirkan ajaran agama yang dianutnya, terkhusus misalnya adalah kesalahan dalam memahami konsep jihad. 


Dari sanalah kemudian isu radikalisme kian cepat menyebar, bukan hanya yang berkaitan dengan pemahaman keagamaan namun juga kian meluber pada permasalahan ideologi politik.

Tidak cukup sampai ideologi politik saja, saking ngerinya mendengar kata radikal, isu ini sampai juga dibawa--bawa ke ranah privat, seperti cara pandang seseorang. 

Maka jangan heran, dengan kondisi sesat pikir dan ketakutan yang membuat nalar mayoritas masyarakat menjadi bias seperti saat ini, ketika ada satu orang yang berbeda pandangan itu bisa dicap sebagai seorang radikal.

Fenomena semacam ini tentu merugikan dan menodai hak asasi seseorang dalam berpendapat dan berpandangan. Banyak kasus yang terjadi ketika seseorang berpendapat lantas ia di cap sebagai orang radikal hanya karena memiliki pandangan yang berbeda dengan lawan bicaranya, di cap komunis lah, anti-agama lah, teroris lah, liberal lah dan banyak sebutan radikal lainnya.

Masyarakat perlu untuk di edukasi ulang dalam memahami makna dari kata radikal yang sesungguhnya netral. Tidak melulu radikal itu identik dengan hal--hal yang berbau kejahatan, kekejian, dan kebiadaban macam terorisme. 

Jangan lupa bahwa pemikiran radikal yang positif pun buktinya ada dan bermanfaat. Kita tahu televisi, internet, ilmu kedokteran, ilmu pendidikan pun itu karena pemikiran radikal yang anti-mainstream dari para penemu dan pengembangnya.

Menafikan radikal sebagai sesuatu yang baik sama saja dengan kita mengingkari kebermanfaatan pemikiran radikal yang nyatanya membantu segala urusan hidup manusia. 

Radikal bukan saja digunakan untuk mereka yang menjadi teroris saja, mereka yang menemukan teknologi internet 5G pun layak kita sandangkan titel orang radikal, inilah yang saya maksud sebagai pemikiran radikal yang positif.

Hanya saja saya agak sedikit kecewa terhadap pemerintah. Alih--alih mencerdaskan masyarakat tentang makna kata radikal, ini malah membuat suasana makin gaduh dengan berbagai ujaran elit politik untuk menolak berpikir radikal dan radikalisme. 

Saya rasa dalam konteks yang positif akan bagus jika masyarakat memiliki pemikiran dan penalaran radikal yang jelas--jelas akan membuat mereka lebih jeli dalam mengawal, memantau dan menyukseskan segala program kerja pemerintah.

Bukankah mereka yang berpikiran radikal adalah orang--orang yang bisa kita katakan sebagai golongan orang--orang yang berpikiran kritis ? Bukankah bagus jika masyarakat kita menjadi kritis ? 

Untuk itu daripada pemerintah sibuk mengkampanyekan gerakan tolak radikalisme, lebih baik pemerintah menjadi pengayom masyarakat dalam rangka memahamkan mereka apa makna sebenarnya kata radikal dan mana radikal positif yang harus ditiru dan mana radikal negatif yang mesti dihindari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun