Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: Dialog - Dialog Kritis Selasar Masjid

30 Desember 2018   12:59 Diperbarui: 30 Desember 2018   13:06 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ikhwan mistis. Begitulah julukan mereka selanjutnya. Selasar masjidlah yang menjadi tempat mereka berkumpul sekaligus juga sebagai ruang rapat utama dalam menyusun siasat dan muslihat pola pergerakan massa. Dan, tentu saja selasar masjid merupakan gerbang masuk dan keluarnya arus informasi baik itu perihal isu kampus, isu nasional, dan tentu saja dinamika pergerakan akhwat - akhwat yang berseliweran di sekitar kampus.

Izal dan Ivan merupakan salah dua orang yang saat ini mengemban amanah sebagai humas. Pada setiap perkumpulan yang terjadi di selasar masjid, kerap atau malah setiap waktu mereka hadir bukan hanya dengan seonggok badannya saja, namun lebih urgen adalah dengan membawa segudang informasi yang nantinya menjadi bahan diskursus para ikhwan mistis.

"Hot issue bro!" Teriak Ivan dengan semangat, yang jamak terdengar pada setiap kali sesi perbincangan ikhwan mistis. Begitu pula Izal, ia tak kalah antusias dengan segudang kabar yang dibawanya. Siang itu, kebetulan Ivan datang dengan informasi soal perkembangan isu permasalahan mahasiswa yang kemarin ikut berdemo. "Bro, mahasiswa yang kemaren ikut demo hari pendidikan di gedung kemendikbud bakal dipanggil dekan loh!" Gumamnya. Jelas ini memancing keresahan dari para ikhwan mistis, pasalnya ada beberapa dari mereka juga yang ikut turun dalam aksi di minggu lalu itu.

Wahyu, Bursh, dan Ical harus siap - siap menduduki kursi pesakitan dengan berbagai macam interogasi dari dekan dan beberapa staf kampus karena dianggap menodai citra kampus dengan ikut berdemo. Dede sebagai orang yang pernah bernasib nahas dengan berada di posisi terebut, menceritakan tentang apa saja yang mungkin akan ditanyakan dekan kepada mereka. Ia menjelaskan bahwa mereka sudah pasti akan diceramahi terlebih dahulu, diminta untuk tidak berbuat aneh - aneh, dan tentu saja ditanya dasar mereka mengikuti demo hari pendidikan minggu lalu.

Tak lama setelah mendengar itu Ical kemudian berdiri "Masalah pendidikan kita itu banyak, sekolah rusak, akses pendidikan mahal, gaji guru bahkan dibawah buruh, ini nggak adil, itu yang kita bela, pun kita demo bukan sekedar ikut - ikutan saja, ini faktanya ada, ya harus kita menuntut keadilan!" Katanya penuh kepastian. Wahyu dan Bursh mengamini perkataan temannya itu, dan seluruh ikhwan mistis yang ada pada pertemuan itu seketika bertepuk tangan, bersorak kegirangan. Bahkan kucing, cicak, dan kodok yang tengah berjemur santai pun terganggu seraya berlarian saking berisik suara yang mereka buat.

Memang beberapa hari sebelum Wahyu, Ical, dan Bursh ikut berdemo, mereka telah terlebih dahulu mengkaji atau sekedar membaca mengenai isu yang akan dibahas pada aksi kala itu. Terutama terkait masalah komersialisasi pendidikan yang secara nyata memang menjadi keresahan bagi publik. Apalagi soal biaya sekolah, dan itu yang dialami langsung oleh mereka sendiri, pasalnya mereka pun terbilang gopoh gapah membayar uang kuliah yang cukup mahal.

Beruntungnya mereka masih bisa berkuliah, walaupun dengan uang hasil pinjaman kesana kemari. Berbeda dengan pemuda seusia mereka yang terpaksa memupus harapan untuk melanjutkan kuliah. "Logikanya kalau pendidikan sudah baik, nggak ada tuh anak - anak putus sekolah, biayanya murah, lah ini kan nggak begitu, setidaknya dengan aksi, keluhan ini bisa sampai ke telinga para pemangku kebijakan, itu tujuannya" Seru Bursh meyakinkan teman - temannya. "Kita juga tau kan kalau ada pemimpin yang menyimpang ya tugas kita untuk mengingatkannya" Tambahnya.

Tak lama berselang datang ikhwan mistis yang lain, Dul, Eri, Kiki, dan Setia. Mereka rupanya mendengar secara samar apa yang baru saja dan karena didorong rasa penasaran, setelah melepas sepatu, mereka langsung guyub dalam diskursus yang tengah berlangsung. Mereka datang agak terlambat karena memang baru selesai dari salah satu mata kuliah.

"Aya naon iyeu teh? (Ada apa ini?)" Tanya Dul penasaran.

"Siaga 1, Kode 02, Represif!" Jawab Wahyu singkat.

Dul dan yang lainnya segera menyadari makna dari ucapan Wahyu. Dalam rangka menjaga kerahasiaan informasi, mereka sengaja membuat semacam kode - kode, ini demi menjaga dari hal - hal yang tidak diinginkan seperti pengaburan isu oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan tentunya mengganggu arus penyusunan siasat pergerakan.

"Jadi sekarang kuy diskusi dulu sebelum si Wahyu, Bursh, sama si Ical bener di panggil ke kantor" Seru Egi.

Mulai dari sana perbincangan menjadi lebih intens dan menjurus serius. Mereka sengaja mengundang semua ikhwan mistis untuk merapat. "Waspada, Kode 04. Paripurna Selasar Masjid!" Tulis Roy dalam grup Whatsapp Ikhwan Mistis. Tak berselang lama para ikhwan mistis mulai memadati selasar masjid. Ada yang rela meninggalkan kerja kelompok, makanan di kantin, bahkan nasib nahas menimpa Bale karena sejatinya ia akan bertemu seorang akhwat, namun demi kepentingan sesama ikhwan mistis, ia pun tanpa ambil pusing membatalkannya. Ya, itulah sepenggal kelakuan ikhwan mistis, solidaritas kadang menyakiti rasa moralitas seorang akhwat.

Perbincangan jelas menjadi lebih menarik, dan dengan semakin banyak orang tentu membuat perspektif terhadap diskursus yang sedang dibahas yaitu tentang komersialisasi pendidikan menjadi lebih komprehensif. Ada yang menambah data dari berbagai macam pemberitaan di internet, atau sekedar memberikan argumen pribadi soal komersialisasi pendidikan.

Tak tanggung - tanggung, Dede dengan perwakannya yang imut sampai rela membawa seabreg buku sebagai bahan penguat argumen bagi teman - temannya yang tumpukannya saja melebihi tinggi badannya. "Intinya sampein aja kalo pendidikan kita memang lagi bermasalah, kasih argumen, kasih datanya, dan terpenting kalian bilangnya kalem" Saran salah seorang ikhwan mistis.

Setengah jam sudah diskursus itu berlangsung, dan tepatnya pada pukul 13.14 terpaksa diakhiri, karena mereka harus kembali ke keseharian mereka untuk berkuliah. Wahyu, Ical, dan Bursh jelas berbangga hati karena setidaknya mereka memiliki banyak pengetahuan baru dari dialektika yang terjadi, dan sudah pasti memperkokoh ketebalan iman mereka jikalau memang benar dipanggil oleh dekan.

Begitulah ikhwan mistis, ketika yang satu susah yang lain datang menghampiri atau setidaknya kadang dipaksa menghampiri untuk saling membantu satu sama lain. Meskipun ironi kadang dirasakan oleh beberapa ikhwan mistis, ini jelas perihal perhatian yang diberikan hanya dari satu gender yang sama. 

Namun mereka pun satu sama lain saling menduga, bahwa bukan gaya ikhwan mistis untuk menunjukan interaksinya secara langsung dengan pujaan hati yang didambanya. Ya, itulah drama yang selalu hadir setelah diskursus berlangsung. Datang membawa masalah sendiri, mencari solusi lagi bersama para lelaki, tanpa akhwat disisi. Tapi jangan salah, ikhwan mistis ditemani dan berinteraksi secara senyap di lain dimensi.

To Be Continued!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun