"Aku suka warna abu-abu. Tapi kata Mama, perempuan harus suka warna pink. Akhirnya aku menyukai warna pink."
"Aku suka bermain boneka. Tapi kata Papa, anak laki-laki harus suka bermain bola di luar rumah. Akhirnya aku menyukai bermain bola."
"Aku suka makanan manis. Tapi kata temanku, laki-laki sejati suka makanan pedas. Akhirnya aku menyukai makanan pedas."
"Aku tidak suka menggunakan make up. Tapi kata temanku, perempuan sejati harus suka memakai make up. Akhirnya aku mulai menggunakan make up."
Kemudian, alur kisah akhirnya pun serupa, "Aku mulai kehilangan identitas diriku sendiri. Orang-orang 'itu' menuntutku untuk tidak menjadi diriku sendiri. Maka ketika aku kembali memilih menyukai pilihan awalku, aku merasa bebas."
Maka pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, "Apakah identitas diri seseorang hanya ditentukan untuk kesukaannya?"
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Begitu pula dengan identitas diri setiap manusia.
Terdapat banyak komponen yang menentukan identitas diri manusia, seperti latar belakang keluarga, pengalaman pendidikan, lingkungan pertemanan, kewarganegaraan, kondisi fisik, tingkat spiritualitas, dsb. Tak terkecuali dengan faktor-faktor sederhana lainnya, seperti kemampuan menyelesaikan masalah, mengendalikan emosi, berkomunikasi, berempati, dsb.
Maka dengan kata lain, identitas diri manusia tidak hanya ditentukan oleh kesukaan manusia tersebut. Kesukaan manusia hanya mewarnai sedikit bagian dari identitas diri manusia secara keseluruhan.
Sehingga, adanya situasi seperti di atas tidak hanya menunjukkan identitas seseorang dari kesukaannya. Kita dapat mengetahui identitas seseorang tersebut melalui:
"Bagaimanakah cara ia menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan kehendaknya?"
"Bagaimanakah cara ia menghadapi situasi yang penuh tekanan?"
"Dalam konteks seperti apakah ia akan menuruti tuntutan orang lain?"
"Kepada siapakah ia akan menuruti orang lain?"
"Sejauh manakah cara yang ia tempuh untuk mempertahankan pendiriannya?
"Bagaimanakah pola komunikasinya dalam menyampaikan kehendaknya?"
"Bagaimanakah regulasi emosinya?"
dan berbagai pertanyaan komprehensif lainnya untuk dapat memahami identitas diri orang tersebut.
Dengan demikian, gambaran atas identitas diri sendiri akan tersaji secara lebih menyeluruh. Seseorang yang mengenali identitas dirinya tidak akan mudah untuk 'goyah' dalam menghadapi pelaku-pelaku kehidupan yang tidak sepenuhnya memahami identitas dirinya tersebut.