Mohon tunggu...
Rahmad RaafiSyaputra
Rahmad RaafiSyaputra Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Nature

Harmoni di Tengah Krisis Manusia dan Gajah Sumatera

2 Oktober 2025   22:13 Diperbarui: 2 Oktober 2025   22:13 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika kita membicarakan tentang satwa karismatik Indonesia, Gajah Sumatera hampir selalu menjadi sorotan. Tubuhnya yang besar, telinga lebar, dan belalai yang cerdas menjadikannya simbol kekuatan sekaligus kelembutan. Namun, di balik pesonanya, Gajah Sumatera kini menghadapi ancaman serius yang membuat kita patut khawatir. Populasinya kian menurun, habitatnya menyusut, dan konflik dengan manusia semakin sering terjadi. Padahal, keberadaan gajah di hutan memiliki peran ekologis yang sangat penting. Kehilangan mereka bukan hanya kehilangan satwa, melainkan juga kehilangan keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia.

Data WWF Indonesia (2020) menunjukkan bahwa hanya sekitar 1.000 ekor gajah yang tersisa di alam liar. Angka ini mencerminkan kondisi yang sangat memprihatinkan. International Union for Conservation of Nature (IUCN) bahkan menetapkan Gajah Sumatera dalam status Critically Endangered atau kritis terancam punah. Artinya, spesies ini berada di ambang kepunahan jika tidak segera diselamatkan.

Secara hukum, gajah ini termasuk satwa yang dilindungi melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Mereka juga masuk Appendix I CITES, yang berarti perdagangan internasional gajah dan bagian tubuhnya dilarang. Meski begitu, ancaman nyata masih terus menghantui: perburuan, jerat, hingga hilangnya habitat karena alih fungsi hutan.

Hilangnya Habitat, Hilangnya Harapan

Selama 25 tahun terakhir, Sumatera kehilangan lebih dari 70% hutan alaminya (WWF, 2020). Sebagian besar kawasan hutan berubah menjadi perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI), hingga permukiman. Kondisi ini ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, manusia memperluas ruang hidupnya dengan membabat hutan. Di sisi lain, gajah kehilangan jalur jelajahnya dan terpaksa masuk ke area pertanian warga. Inilah yang melahirkan konflik antara manusia dan gajah.

Konflik manusia dengan gajah bukan lagi isu. Data BKSDA Aceh (2024) mencatat 761 kasus konflik hanya dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Di Aceh Jaya, awal 2025, seekor gajah ditemukan mati tersengat listrik dari pagar kebun. Bagi masyarakat lokal, kehadiran gajah dianggap ancaman nyata bagi sumber penghidupan. Ladang yang dirusak sama saja dengan hilangnya sumber makanan keluarga. Di sisi lain, bagi gajah, hutan yang dirampas membuat mereka tidak punya pilihan lain selain mencari makan di lahan pertanian.

Kondisi ini menciptakan lingkaran konflik yang tragis: manusia rugi, gajah mati.

Indonesia tidak sendirian menghadapi persoalan konflik manusia dan gajah. Di Afrika, misalnya, konflik dengan gajah Afrika juga sering terjadi. Namun, berbagai negara di benua itu berhasil menekan konflik dengan pendekatan community-based conservation: melibatkan masyarakat langsung dalam pengelolaan dan memberi manfaat ekonomi dari keberadaan gajah, misalnya melalui ekowisata. Model serupa bisa diterapkan di Sumatera.

Bayangkan jika masyarakat di sekitar hutan mendapat penghasilan dari wisata konservasi gajah. Maka, gajah tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan aset berharga yang patut dijaga.

Meski situasi tampak suram, berbagai upaya penyelamatan Gajah Sumatera terus dilakukan. Pada 2024, Presiden RI menegaskan bahwa penyelamatan gajah menjadi prioritas nasional (KLHK, 2024). Salah satu langkah besar adalah Program Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI) yang mengelola sekitar 90.000 hektar habitat gajah. Selain itu, pemerintah bersama organisasi konservasi seperti WWF dan BKSDA mengembangkan beberapa strategi, antara lain:

Restorasi habitat untuk mengembalikan ketersediaan pakan alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun