Mohon tunggu...
Rahma Fatima
Rahma Fatima Mohon Tunggu... Long life learner

The best way to take care of the future is to take care of the present moment

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Cepat Nyinyir Pada Orang yang Punya Masalah Mental

12 Oktober 2025   05:34 Diperbarui: 12 Oktober 2025   05:34 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi depresi (sumber: wallpapers.com)

Setiap tanggal 10 Oktober, dunia memperingati Hari Mental Sedunia. Hal ini menjadi pengingat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa. Momen ini juga menjadi kesempatan bagi kita untuk lebih peduli dan empati terhadap mereka yang sedang berjuang mengatasi penyakit mentalnya.

Suatu hari, saya dan teman saya mendengar berita ada seorang ibu yang depresi ketika baru melahirkan. Teman saya kemudian berkomentar kenapa para perempuan di masa sekarang gampang stres, padahal orang tua zaman dulu punya anak banyak baik-baik saja.

Saat itu saya tidak menanggapinya karena sedang malas. Maunya sih bilang gini: kamu lihat sendiri, dulu gak banyak orang sakit kanker, tapi kenapa sekarang jadi banyak orang sakit kanker? Penyakit jiwa juga sama. Beda zaman, beda tantangan.

Perlu diakui, masalah kesehatan mental memang masih dipandang remeh oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Mereka yang punya masalah mental biasanya dicap kurang iman. Padahal belum tentu begitu.

Ketahanan mental seseorang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Apalagi jika seseorang berasal dari keluarga yang rentan sakit mental.

Setiap keluarga biasanya punya potensi penyakit masing-masing, seperti ada keluarga yang kejadian diabetesnya tinggi, ada keluarga yang rentan penyakit darah tinggi, atau ada keluarga yang harus menghadapi masalah infertilitas.

Saya mau berbagi cerita tentang ibu dari rekan kerja saya dulu. Ibunya berasal dari generasi pra-boomers. Ketika anak ketiganya yang masih bayi meninggal, mental ibunya sangat down.

Dia tidak bicara, sering melamun, dan tidak punya gairah hidup. Rasa kehilangannya sangat dalam sampai dua anak yang lainnya pun tidak dia pedulikan. Kalau zaman sekarang, kita langsung tahu jika ibu tersebut kemungkinan besar depresi dan perlu pertolongan psikiater.

Tapi karena kejadiannya tahun 1960-an, akses ke psikiater tidak semudah sekarang. Mereka juga merupakan keluarga pas-pasan. Syukurlah, suami dan keluarganya mengerti.

Si ibu tidak dihakimi sebagai orang yang terlalu cengeng, kurang iman, atau lemah. Keluarga besarnya lalu bersedia untuk mengurus dua anaknya untuk sementara. Sedangkan suaminya fokus untuk menemani istrinya melewati masa sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun