Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Seperti Pernikahan Kami, Tong Tji dan Kepala Djenggot Berdampingan Tanpa Saling Meniadakan

10 Oktober 2025   20:08 Diperbarui: 10 Oktober 2025   20:08 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tong Tji dan Kepala Djenggot, dua merek teh yang selalu hadir di meja makan kami.(Foto: Dok.. Pribadi) 

Saya sebenarnya bukan peminum teh. Namun, di rumah selalu ada teh merek Tong Tji. Sementara istri selalu meminum green tea Kepala Djenggot.

Kedua merek teh ini hidup berdampingan sepanjang usia pernikahan kami: Tong Tji, yang beraroma pekat dan berjiwa klasik, serta Kepala Djenggot, yang lembut, hijau, dan modern.

Dari 'Topik Pilihan' ini saya belajar satu hal: bahwa teh bukan hanya minuman, melainkan cermin peradaban yang menyeberangi sejarah, budaya, dan selera manusia.

Saya akan ceritakan sedikit pengalaman saya dan istri bersama Tong Tji daan Kepala Djenggot.

Dari Kaisar Shen Nung ke Dapur Jawa

Sejarah teh adalah sejarah manusia yang mencari keseimbangan. Legenda Tiongkok menyebut Kaisar Shen Nung menemukan teh sekitar tahun 2737 SM, ketika daun teh jatuh ke dalam air mendidih yang sedang ia minum. Kaisar itu terkesima oleh aroma dan efeknya yang menenangkan (Benn, 2015).

Dari situlah perjalanan panjang dimulai--teh menjadi ritual spiritual di Tiongkok, simbol kesopanan di Jepang, dan obsesi sosial di Inggris.

Ketika Belanda datang ke Nusantara pada abad ke-17, mereka membawa teh sebagai bagian dari commodity chain global yang menghubungkan Asia dan Eropa.

Tahun 1826, kebun teh pertama dibuka di sekitar Bogor dan kemudian menyebar ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra (Ukers, 1935).

Dari sinilah lahir kebiasaan minum teh yang khas Indonesia: tidak serumit Jepang, tidak seformal Inggris, tapi mengalir alami dalam kehidupan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun