Di tengah derasnya inovasi teknologi global, kabar dari Tiongkok tentang hadirnya robot humanoid yang kini mampu menggantikan peran kasir dan pelayan toko modern, seolah menjadi isyarat masa depan yang kian dekat dengan Indonesia.
Apa yang tampak sebagai terobosan efisiensi sesungguhnya menyimpan pertanyaan besar: siapkah kita menghadapi risiko hilangnya jutaan pekerjaan ritel yang selama ini menopang kehidupan kelas menengah ke bawah?
Bulan Agustus lalu, sebuah perusahaan rintisan asal Tiongkok bernama Galbot memperkenalkan kios modern yang sepenuhnya dioperasikan oleh robot humanoid.
Robot Galbot G-1 berbentuk manusia lengkap dengan dua tangan dan dua kaki ini bukan sekadar pajangan futuristik.
Ia benar-benar berfungsi sebagai kasir sekaligus pelayan toko--melayani pelanggan, mengelola transaksi, dan menggantikan tugas manusia yang selama ini dianggap tidak tergantikan.
Inovasi ini menandai sebuah babak baru dalam evolusi ritel global, sekaligus menimbulkan kegelisahan yang layak menjadi perdebatan serius: apakah masa depan pekerjaan ritel di Indonesia sedang berada di ambang kepunahan?
Efisiensi Teknologi dan Bayangan Pemutusan Kerja
Dari perspektif bisnis, kehadiran robot kasir adalah langkah "rasional." Robot tidak mengenal lelah, tidak menuntut gaji, tidak membutuhkan cuti, dan dapat bekerja 24 jam penuh.
Transaksi pun berlangsung cepat, minim kesalahan, dan sesuai dengan kebutuhan konsumen urban yang mendambakan kepraktisan. Dengan argumentasi efisiensi, perusahaan ritel tentu melihat peluang besar untuk menekan biaya operasional.
Namun, di balik narasi efisiensi itu, terselip persoalan serius yang jarang disentuh: nasib jutaan pekerja manusia yang kini mengisi ruang-ruang toko modern.