Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Amok Politik Mendatangi Rumah Ahmad Sahroni

30 Agustus 2025   18:52 Diperbarui: 30 Agustus 2025   19:25 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di depan rumah Ahmad Sahroni di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara. (Foto: Youtube)

Situasi ibu kota kembali diguncang oleh gelombang kemarahan rakyat. Rumah anggota DPR RI dari Partai Nasdem, Ahmad Sahroni, diserbu massa. Harta benda ikut dijarah, simbol-simbol kekayaan luluh lantak di tangan publik yang murka.

Rumah megah di alamat Jl. Swasembada Timur XXII No. 52 RT 006/004 Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara itu dalam sekejap sudah dipadati warga. Setidaknya begitulah gambaran dari video yang beredar.

Peristiwa ini bukan sekadar aksi spontan, melainkan ledakan psikososial akibat akumulasi ketidakpuasan yang lama terpendam.

Sahroni, yang sebelumnya menyebut massa demonstrasi sebagai "orang tolol sedunia", kini menjadi sasaran amarah rakyat yang tersakiti.

Sebuah hinaan terbuka yang menambah bara emosi rakyat yang selama ini merasa dianaktirikan dan dilecehkan oleh elit berkuasa. Entah, Sahroni sadar atau tidak dengan konsep bernama Amok.

Amok: Ledakan Kolektif dalam Sejarah Sosial

Dalam khazanah sosiologi, Indonesia mengenal istilah amok, sebuah kondisi di mana kemarahan kolektif meledak tanpa kontrol.

Amok bukan sekadar perilaku irasional, melainkan fenomena sosial yang muncul ketika akumulasi ketidakadilan dan penghinaan mencapai titik jenuh.

Ia lahir dari rasa kehilangan martabat, dari perasaan dihina, dan dari jurang sosial-ekonomi yang makin melebar.

Aksi penyerbuan rumah Sahroni adalah wujud amok politik, di mana rakyat yang diposisikan sebagai "tolol" justru membalik stigma itu menjadi energi perlawanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun