Pada kuartal II 2025, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen secara year-on-year (YoY), mengungguli ekspektasi pasar dan menandai percepatan dari kuartal sebelumnya yang berada di angka 4,87 persen.
Capaian positif pemerintahan Prabowo Subianto ini memberikan dorongan optimisme di tengah meningkatnya ketidakpastian global, seperti tekanan tarif baru dari Amerika Serikat dan melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Namun, bagaimana posisi Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Vietnam?
Di Balik Pertumbuhan Ekonomi
Menurut saya, ada serangkaian faktor yang berkelindan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melebihi target lembaga internasional, seperti IMF dan World Bank, sebagai berikut:
- Stabilitas ekonomi politik: Stabilitas politik dan ekonomi Indonesia menjadi faktor yang menambah kepercayaan pasar dalam negeri dan luar negeri, sehingga mendukung perbaikan ekonomi yang solid berkelanjutan
- Kuatnya investasi tetap dan konsumsi domestik: Investasi tetap tumbuh 6,99%, sedangkan konsumsi rumah tangga naik 4,97%. Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar dalam perekonomian Indonesia. Peningkatan daya beli masyarakat yang didorong oleh kenaikan upah minimum, bantuan sosial dari pemerintah, serta kemudahan akses kredit dengan suku bunga rendah, memperkuat konsumsi domestik sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
- Akselerasi ekspor: Ekspor naik 10,67% didorong oleh upaya pabrikan mempercepat pengiriman barang sebelum tarif AS diberlakukan penuh pada Agustus 2025.
- Kontribusi industri pengolahan: Sektor ini menjadi lokomotif pertumbuhan, dengan ekspansi 5,68%, menegaskan peran hilirisasi dan industrialisasi dalam menopang ekonomi nasional.
- Dukungan kebijakan fiskal: Stimulus pemerintah dan subsidi ikut mendorong peningkatan konsumsi dan investasi. Pemerintah memberikan stimulus fiskal yang terarah, termasuk menjaga subsidi energi dan menaikkan belanja infrastruktur serta belanja sosial. Hal ini membantu menjaga daya beli masyarakat dan menciptakan lapangan kerja, yang pada gilirannya menopang pertumbuhan ekonomi.
Namun, terdapat tekanan dari sisi pengeluaran pemerintah yang masih tumbuh negatif (-0,33%) dan ancaman kenaikan tarif impor utama Indonesia ke AS (tarif naik menjadi 19% dari rata-rata sebelumnya di bawah 10%). Situasi ini harus diwaspadai.
Perbandingan dengan Negara Mitra Dagang
Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025, lalu bagaimana dengan negara-negara mitra utama?
Ternyata, situasinya agak berbeda.
Tiongkok 5,2 persen. Lebih tinggi dari target 5%, tetapi ada perlambatan (Q1: 5,4%), rentan terhadap krisis properti dan lemahnya konsumsi.