Analisis Kebijakan KEK Sanur dan BIH
Sebuah penelitian menarik datang dari Lunt et al. (2011) menyatakan bahwa pasien mencari akses cepat, teknologi tinggi, dan biaya terkontrol--biasanya di luar negeri. Indonesia perlu menjawab tantangan ini dengan strategi kebijakan yang tepat.
Selain itu, investasi infrastruktur kesehatan (RS, KEK) harus berkemampuan dalam mengurangi aliran dana keluar (devisa) dan mendorong multiplier ekonomi lokal.
Untuk menjawab situasi strategis tersebut, melalui peresmian KEK Kesehatan Sanur dan Bali International Hospital (BIH), Presiden Prabowo menjalankan dua strategi utama.
1. Strategi Pengurangan Medical Tourism:
- Pusat Layanan Unggulan: BIH menyediakan lima Centers of Excellence (Cardiology, Oncology, Neurology, Gastroenterology & Hepatology, Orthopedic) dengan teknologi mutakhir dan kolaborasi global (Singapura, Australia, Jepang).
- Efisiensi Biaya: Fasilitas berkapasitas 255 tempat tidur ini dirancang menawarkan harga kompetitif, mengurangi insentif WNI berobat ke luar negeri.
- Dampak Ekonomi: KEK Sanur berpotensi menahan kebocoran devisa dengan mengalihkan 30-40% medical tourism WNI ke dalam negeri, berdasarkan kapasitas BIH dan kemitraan global.
2. Integrasi dengan Kebijakan Nasional:
- Pemerataan Layanan: Kebijakan ini memperkuat roadmap Kemenkes dalam membangun 66 rumah sakit rujukan, sekaligus menjawab kritik Jokowi (2024) tentang ketergantungan impor alat kesehatan.
- Sustainable Health Ecosystem: KEK Sanur mengadopsi filosofi "layanan internasional berbasis kearifan lokal", menggabungkan standar global dengan budaya Bali untuk menarik pasien domestik dan mancanegara.
- Proyeksi BIH dan KEK meliputi desa wisata, UMKM, dan taman obat; memperkuat ekonomi lokal dan menyerap 18.375 tenaga kerja hingga 2045 serta potensi devisa Rp19,6 triliun.
Dengan demikian, diharapkan KEK ini dapat menggantikan destinasi seperti Singapura dan Malaysia, yang selama ini menyedot Rp150-200 triliun per tahun.
Kelemahan & Tantangan
Selain potensi yang dapat diraih, terdapat beberapa kelemahan dan tantangan yang harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
- Persepsi kualitas: masyarakat masih memandang RS luar negeri unggul--perlu waktu membalik persepsi melalui bukti klinis dan kemampuan SDM.
- Akreditasi & Standarisasi: kepastian akreditasi internasional dan sertifikasi profesional sangat penting untuk membangun kepercayaan.
- Aksesibilitas biaya: BIH kemungkinan berbiaya tinggi--tarif perlu kompetitif agar mampu menarik pasien menengah.
- Konektivitas internasional: jaringan referal dan diplomasi kesehatan harus dibangun agar BIH dikenal calon pasien asing.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan analisis potensi dan tantangan, beberapa rekomendasi dapat diusulkan di sini:
- Transparansi dan Publikasi Outcome
- Laporkan outcome klinis BIH vs rumah sakit top regional untuk membangun reputasi.
- Subsidi dan Skema Pembiayaan
- Kerjasama BPJS atau asuransi untuk menurunkan tarif pasien dalam negeri.
- Peningkatan Kompetensi SDM
- Pelatihan dan sertifikasi internasional, rekrut tenaga medis unggul.
- Pemasaran dan Diplomasi Kesehatan
- Kampanye ke diaspora dan negara tetangga; promo medical-wellness.
- Evaluasi dan Monitoring Kebijakan
- Lakukan evaluasi berkala jumlah pasien asing & domestik; target deviasi pengobatan luar negeri.
Kesimpulan
KEK Sanur dan BIH merepresentasikan terobosan kebijakan kesehatan yang mengintegrasikan pendekatan supply-side (peningkatan layanan) dan demand-side (pengurangan medical tourism).