Di tingkat global, museum telah berevolusi menjadi institusi yang dinamis dan inklusif.
Museum-museum di Eropa, Amerika Utara, dan beberapa negara Asia maju mengintegrasikan teknologi digital untuk menciptakan pengalaman interaktif dan personalisasi pengunjung.
Pendekatan partisipatif dan kolaboratif dengan komunitas lokal juga menjadi kunci keberhasilan museum modern dalam menjaga relevansi sosial dan budaya.
Selain itu, di negara-negara maju, museum telah bertransformasi menjadi ruang interaktif.
The Louvre di Prancis, misalnya, memanfaatkan augmented reality (AR) untuk menghidupkan lukisan Mona Lisa.
Museum of Tomorrow di Rio de Janeiro mengintegrasikan AI dan big data untuk memproyeksikan masa depan bumi.
Begitu juga dengan British Museum di Inggris, mengembangkan aplikasi augmented reality (AR) untuk membawa koleksi artefak sejarah ke ruang virtual yang imersif (Jones, 2023).
Sementara itu, Museum Nasional Korea memanfaatkan artificial intelligence (AI) untuk menciptakan tur virtual yang personal dan edukatif (Lee, 2024).
Apa yang Terjadi dengan Museum di Indonesia?
Salah satu penyebab utama museum di Indonesia ditinggalkan generasi muda adalah ketidakmampuan museum untuk bertransformasi menjadi ruang yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Perluu dipahami bahwa generasi digital selalu mencari pengalaman yang memenuhi kebutuhan entertainment, social interaction, dan self-expression. Masa depan museum hidup di tengah komunitas yang berubah cepat.