Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kartini 2.0 dan Emansipasi Perempuan Gen Z di Era Digital

21 April 2025   18:53 Diperbarui: 21 April 2025   18:53 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kartini dan adik-adiknya Roekmini, Kartinah dan Soemarti sebagai guru.(Foto: KITLV via Kompas.com)

Setiap 21 April, kita memperingati Hari Kartini sebagai simbol perjuangan emansipasi perempuan Indonesia.

Raden Ajeng Kartini (1879--1904) bukan cuma pahlawan konvensional, tapi juga influencer di zamannya--mendorong kesetaraan lewat tulisan, pendidikan, dan keteguhan hati.

Di era feodal Jawa yang patriarkal, Kartini berani speak up lewat surat-suratnya yang kemudian dibukukan sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang.

Melalui surat-suratnya itu, Kartini menyuarakan kritik terhadap praktik pingitan, poligami, dan keterbatasan akses pendidikan bagi perempuan (Kartini, 1911; dalam Sutarman, 2018). 

Meski menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Kartini tetap aktif mendirikan sekolah perempuan dan memperjuangkan literasi.

Dari perspektif teori feminis postkolonial (Mohanty, 1984), perjuangan Kartini tidak hanya melawan patriarki, tetapi juga kolonialisme yang membatasi ruang gerak perempuan pribumi. 

Studi Suryochondro (2005) menunjukkan bahwa Kartini merupakan agen perubahan melalui tulisan dan pendidikan--strategi yang relevan hingga kini di era digital.

Tapi, apa relevansi perjuangannya buat perempuan Gen Z sekarang? Yuk, kita bahas dengan pendekatan teoritik yang relate sama kondisi kekinian! 

Kartini: Pejuang Literasi dan Pendidikan Perempuan

Kartini sadar betul bahwa pendidikan adalah senjata utama melawan ketidakadilan. Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar (1899), Kartini menulis: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun