Hari ini, 10 April 2025, Presiden Prabowo Subianto bikin standing ovation di Majelis Nasional Agung Turkiye! Gaes, ini bukan pidato biasa--ini next-level oratory dengan pesan kuat: "Indonesia-Turkiye harus jadi kekuatan baru dunia, bukan sekadar penonton!"
Pidato ini bukan cuma basa-basi, doang! Tapi momen penting yang mencerminkan hubungan bilateral yang semakin erat antara Indonesia dan Turkiye.
O iya, gaes! Ini adalah kunjungan balasan Presiden Prabowo Subianto ke Turkiye, jadi bukan sekadar jalan-jalan biasa.Â
Dalam suasana yang penuh keakraban, Prabowo dan Erdogan, juga berhasil merajut berbagai kesepakatan strategis yang bikin hubungan Indonesia-Turkiye makin 'mesra'.
Yuk, kita deep dive ke pidato epic ini plus kita kulik ngapain aja sih presiden kita di negeri "Tanah Empat Musim" itu. Dan seperti tulisan-tulisan saya lainnya, harus ada analisis akademiknya dong biar nggak cuma viral, tapi juga berbobot!Â
1. Prabowo's Speech: Diplomasi ala "Macan Asia" yang Nggak Mau Diam
Prabowo ngomong dengan gaya confidence level dewa di depan para politisi Turkiye. Intinya sih:Â
- "Kita (Indonesia & Turkiye) punya sejarah besar, sumber daya melimpah, dan posisi strategis. Masa iya cuma jadi 'pemain cadangan' di panggung global?"
- "Global South harus bersatu, bikin aturan sendiri, nggak terus-terusan ikut kemauan Barat."
Nah, kalo kita pake teori Post-Colonial International Relations (Acharya, 2014), pidato ini serangan frontal ke sistem global yang masih didominasi Barat. Prabowo subtly bilang: "Kita nggak mau lagi dijajah secara ekonomi dan politik!"Â
2. Gaya Diplomasi "Soft Power tapi Galak"Â
Prabowo pake pendekatan Smart Power (Nye, 2009)--campuran soft power (budaya, ekonomi) dan hard power (militer, geopolitik). Dia puji persahabatan Indonesia-Turkiye, tapi juga tegas bilang:Â
- "Kerja sama pertahanan harus diperkuat, biar kita nggak tergantung sama negara lain."Â
- "Ekonomi harus adil, nggak cuma untung satu pihak."Â
Ini cocok banget sama teori Strategic Autonomy (Biscop, 2016)--negara harus punya kendali penuh atas kebijakan luar negerinya, tanpa tekanan asing.Â
3. Jokes dan Humor ala Prabowo: Santai Tapi TajamÂ
Prabowo selipin joke tentang "Orang Turkiye suka kopi, orang Indonesia juga. Kenapa nggak kolaborasi bikin 'Kopi NATO' (No Action, Talk Only) versi kita sendiri?"Â
Laughs everywhere, tapi sebenarnya ini kritik halus ke aliansi Barat yang sering banyak omong, sedikit aksi. Teori Discourse Analysis (Fairclough, 1995) bilang, humor dalam politik bisa jadi alat kritik yang powerful!Â
4. Dukungan untuk Palestina
Salah satu poin penting dalam pidato tersebut adalah dukungan Prabowo terhadap Palestina. Ia memuji sikap tegas Turkiye yang selalu membela Palestina dalam konflik Gaza.Â
"Banyak negara bicara tentang demokrasi, tetapi pada saat anak-anak dibom, banyak negara diam pura-pura tidak tahu," katanya. Ia menegaskan bahwa Indonesia dan Turkiye memiliki komitmen bersama untuk membela keadilan dan kebenaran di dunia yang penuh ketidakpastian
5. Erdogan Auto Nodding: "This Guy Gets It!"
Yang bikin speech ini makin legend? Presiden Erdogan sampe manggut-manggut setuju! Kayak lagi nonton TikTok gemesin.Â
Dari kacamata Leadership Diplomacy (Kissinger, 2014), Prabowo dan Erdogan punya chemistry kuat---dua pemimpin strongman yang percaya negara berkembang harus berani lawan status quo.Â
Pidato Ini Bukan Sekedar 'Hot Air', Tapi Blueprint Masa Depan
Pidato Prabowo di Turkiye hari ini bukan basa-basi diplomatik, tapi manifesto politik baru:Â
- Indonesia dan Turkiye = kekuatan baru Global SouthÂ
- Kolaborasi pertahanan dan ekonomi harus setara, nggak mau didikte
- Gaya diplomasi 'galak tapi santai' ala Prabowo ternyata efektif!Â
Jadi, pidato Prabowo di Turkiye tuh kayak kopi Tubruk: Kelihatan santai, tapi bikin melek!
Pidato Presiden Prabowo ditutup dengan harapan untuk memperkuat hubungan bilateral dan meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi dan pertahanan.Â
Ia mengajak semua anggota parlemen untuk bersatu dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran di panggung internasional.
Dengan demikian, pidato Presiden Prabowo tidak hanya mencerminkan pandangan politiknya tetapi juga menegaskan komitmen Indonesia untuk berperan aktif dalam isu-isu global serta memperkuat hubungan dengan Turkiye sebagai mitra strategis.
Presiden Prabowo di Turkiye: Diplomasi ala Sultan dan Si Macan AsiaÂ
Kunjungan Presiden Prabowo ke Turkiye ini bisa dibilang next-level diplomacy. Teori Complex Interdependence (Keohane & Nye, 1977) bilang, negara yang saling tergantung di bidang ekonomi, keamanan, dan budaya bakal lebih akur.Â
Nah, Indonesia dan Turkiye tuh udah kayak bestie yang saling backup--dari perdagangan, pertahanan, sampai halal industry.Â
Presiden Prabowo ketemu Presiden Recep Tayyip Erdogan dan pejabat tinggi Turkiye buat ngobrolin kerja sama strategis. Hasilnya? Beberapa deal penting:Â
1. Kerja Sama Pertahanan: Turkiye bakal terus support alutsista Indonesia, termasuk proyek KF-21 Jet Tempur dan drone ANKA. Ya, bener banget. Negara berkembang memang harus upgrade pertahanan biar nggak ketinggalan. Itu sih kata teori Military Modernization (Bitzinger, 2010).Â
2. Perdagangan dan Investasi: Dua negara sepakat buat boost ekspor-impor, terutama di sektor otomotif, tekstil, dan produk halal. FYI, nilai perdagangan kita dengan Turkiye udah nyentuh USD2,5 miliar--dan bakal terus naik!Â
3. Pariwisata dan Budaya: Ada rencana visa-free buat paspor Indonesia (yay, liburan ke Istanbul makin gampang!). Inget,, gaes..Kalau diplomasi budaya bisa bikin hubungan bilateral makin solid. Ini menurut teori Soft Power (Nye, 2004).
Kesimpulan: Turkiye-Indonesia = Power Couple Baru?
Kunjungan Prabowo ke Turkiye bukan sekadar gaya-gayaan, tapi langkah konkret buat boost hubungan bilateral. Dari pertahanan hingga ekonomi, kerja sama dua negara ini makin viral.Â
Kalo pake teori Alignment Theory (Walt, 1987), Indonesia dan Turkiye punya shared interest buat jaga stabilitas regional dan lawan dominasi Barat.Â
Halo, apa kabar kebijakan tarif Trump? Katanya ditunda ya?
Jadi, stay tuned aja, gaes...karena di tengah kebijakan "gila-gilaan" Trump soal tarif impor, hubungan Indonesia-Turkiye bakal makin hot! Kira-kira, Trump bakalan iri gak?
Referensi:
Acharya, A. (2014). The End of American World Order. Polity Press.
Biscop, S. (2016). The European Union and emerging powers in the 21st century: how Europe can shape a new global order. Routledge. Â
Bitzinger, R. A. (2010). Military modernization in the Asia-Pacific: Assessing new capabilities. Strategic Asia, 2011, 79-111.Â
Fairclough, N. (2013). Critical discourse analysis: The critical study of language. Routledge.
Keohane, R. O., & Nye Jr, J. S. (1973). Power and interdependence. Survival, 15(4), 158-165.Â
Kissinger, H.** (2014). World Order. Penguin Press.
Mearsheimer, J. (2001). The Tragedy of Great Power Politics. NY. WW Norton.Â
Nye, J. S. (2004). Soft power: The means to success in world politics. Public affairs.Â
-------. (2012). Smart power. Gius. Laterza & Figli Spa.
-------. (2011). Power and foreign policy. Journal of political power, 4(1), 9-24.
Walt, S. M. (1990). The origins of alliance. Cornell University Press. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI