Mengapa Mereka Enggan ke Museum?
Menurut teori Uses and Gratifications (Katz et al., 1973) menjelaskan bahwa generasi muda mencari media (termasuk museum) yang memenuhi kebutuhan mereka: hiburan, interaksi sosial, dan relevansi dengan kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, museum sering gagal memenuhi ini.
1. Kurang Interaktif & Teknologi Jadul
Gen Z dan Milenial hidup di era digital. Mereka terbiasa dengan konten visual dinamis (TikTok, Instagram, YouTube). Sementara banyak museum masih pakai teks panjang, display statis, dan minim teknologi. Padahal, penelitian Falk & Dierking (2016) dalam The Museum Experience Revisited membuktikan bahwa pengunjung lebih tertarik pada pengalaman imersif (AR/VR, touchscreen, gamifikasi).
2. Narasi Kaku & Tidak Relate dengan Isu Kekinian
Museum sering terjebak dalam narasi sejarah yang kaku, tanpa kaitannya dengan isu sosial sekarang. Gen Z dan Milenial justru tertarik pada sejarah yang dikaitkan dengan isu kekinian. Angkat isu sustainability, mental health, atau pop culture. Pameran tentang K-Pop atau sejarah meme? Why not! Teori Constructivist Learning (Hein, 1998) menekankan bahwa pembelajaran efektif ketika pengunjung bisa menghubungkan konten dengan pengalaman mereka.
3. Kurangnya Personal Branding di Media Sosial
Museum-museum di luar negeri seperti The Met (New York) sukses menarik anak muda karena gaya promosinya kekinian. Mereka kolab dengan seniman digital, micro-influencer, buat challenge TikTok, atau pameran instagrammable. Sementara banyak museum lokal masih gaptek soal digital marketing.
4. Harga Tiket yang Mahal
Tiket mahal jadi hambatan utama (63% responden). Bayangin, harga tiket museum di Jakarta bisa setara 2 cup kopi kekinian! Harga tiket Rp 20.000-50.000 dianggap nggak worth it buat pengalaman monoton. Bandingin sama harga escape room atau bioskop!
5. Trauma Studi Tour
Pengalaman dipaksa isi LKS waktu SD bikin mereka kapok. Museum jadi identik sama "tugas", bukan hiburan.
Membuat Museum Kembali Gaul dengan Konsep Partisipatoris
Konsep Participatory Museum yang dikemukakan oleh Nina Simon pada tahun 2010 menekankan pentingnya keterlibatan aktif pengunjung dalam pengalaman museum.
Dalam model ini, museum berfungsi sebagai platform yang menghubungkan pengunjung dengan koleksi dan pameran, bukan hanya sebagai tempat untuk melihat benda-benda statis.
Inti Konsep Participatory Museum:
1. Keterlibatan Pengunjung: Pengunjung tidak hanya sebagai penonton pasif, tetapi juga berperan sebagai perancang, kritikus, dan kolaborator. Mereka diundang untuk berkontribusi dalam menciptakan makna dan pengalaman baru dari pameran yang ada.
2. Pengalaman Multidimensi: Dengan menggunakan teknologi dan media interaktif, museum dapat menawarkan pengalaman yang lebih dinamis dan relevan bagi pengunjung. Ini termasuk penggunaan audio visual, layar sentuh, dan pameran interaktif. Pakai AR buat "menghidupkan" wayang atau senjata kuno. Tapi ingat: digital harus memperkuat cerita, bukan ganti benda fisik.
3. Komunikasi Interpersonal: Simon menekankan pentingnya model komunikasi dua arah antara museum dan pengunjung. Ini bertujuan untuk menciptakan dialog yang lebih mendalam dan personal, sehingga pengunjung merasa lebih terhubung dengan konten yang disajikan.
4. Fleksibilitas dalam Pameran: Museum tidak dapat menjamin keseragaman pengalaman bagi setiap pengunjung, namun memberikan ruang bagi berbagai latar belakang dan minat untuk saling berinteraksi dan menciptakan pengalaman bersama.
5. Museum jadi co-working space: Sediakan WiFi kenceng, charging port, dan spot foto aesthetic. Contoh sukses: Denver Art Museum yang ngadain Night at the Museum dengan live music.
Soal harga tiket, ada dua contoh menarik nih gaes:
1. Pengalaman Metropolitan Museum di New York berhasil naikin 40% pengunjung usia 18-34 tahun dengan sistem harga "pay as you wish". Bayar sesuai kantong!
2. Whitney Museum memulai program "Free 25 and Under" yang memberikan tiket gratis bagi pengunjung berusia 25 tahun ke bawah. Inisiatif ini berhasil meningkatkan jumlah pengunjung muda dan beragam.
Implikasi untuk Museum
Dengan menerapkan konsep participatory, museum dapat menjadi lebih relevan dan menarik bagi masyarakat modern.
Ini juga membantu museum untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang semakin menginginkan pengalaman yang interaktif dan bermakna.