Anda mungkin pernah mendengar celetukan begini: "Museum kok sepi, sih?" atau "Anak muda kok jarang dateng, ya?".
Jawabannya kompleks, tapi data dan riset menunjukkan bahwa Gen Z dan Milenial sebenarnya bisa jadi pengunjung setia--asal museum mau berubah.
Gen Z dan Milenial, dua kelompok yang dikenal melek teknologi dan selalu up-to-date dengan tren terbaru, ternyata kurang tertarik mengunjungi museum.
Museum sering dianggap sebagai "gudangnya barang kuno" yang membosankan. Padahal, seharusnya ia jadi ruang hidup yang memicu rasa ingin tahu.
Tapi realitanya? Gen Z (lahir 1997-2012) dan Milenial (lahir 1981-1996) enggak ngefans sama museum.
Data nunjukin betapa mirisnya:
1. Milenial mendominasi 30,9% pengunjung museum nasional (2022), tapi hanya 21,9% yang aktif datang tanpa paksaan tugas sekolah.
2. Survei American Alliance of Museums (2022) menemukan hanya 12%Â pengunjung museum berusia 18-34 tahun.
3. Di Indonesia, riset Kemdikbud (2021) menunjukkan hanya 8% pengunjung museum adalah Gen Z, sementara Milenial sekitar 15%.
4. UNESCO (2023) melaporkan penurunan minat generasi muda ke museum di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebesar 20% dalam 5 tahun terakhir.
5. Museum Wayang Jakarta cuma dikunjungi 20.632 orang (2021), padahal koleksinya keren.
Selain itu, sebuah artikel di The Times mengungkapkan bahwa Gen Z merasa teralienasi dari museum dibandingkan generasi sebelumnya.
Hal ini diperparah dengan pandemi yang membatasi kunjungan keluarga ke museum dan pengurangan anggaran yang membuat kunjungan sekolah menjadi langka.
Selain itu, penekanan pada mata pelajaran Science (Sains), Technology (Teknologi), Engineering (Rekayasa), dan Mathematics (Matematika) atau disingkat STEM di sekolah menggeser fokus dari humaniora seperti sejarah dan seni, yang biasanya diperkenalkan melalui museum.
Data di atas sesungguhnya menunjukkan: anak muda sebenarnya mau, tapi museum belum memenuhi "kebutuhan" mereka.