Hubungan antara negara dan kelompok preman di Indonesia merupakan fenomena kompleks yang telah berkembang seiring dengan perubahan sosial-politik.
Dari era kolonial hingga pasca-Reformasi, kelompok-kelompok ini telah berfungsi sebagai alat bagi penguasa untuk mempertahankan kontrol sosial.
Sementara itu, mereka juga beradaptasi dengan dinamika politik yang berubah untuk memastikan keberlangsungan eksistensi mereka.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun struktur formal negara ada, kekuatan informal seperti premanisme tetap memiliki peran penting dalam membentuk realitas sosial di Indonesia.
Hubungan antara negara dan kelompok preman di Indonesia telah menjadi bagian integral dari sejarah sosial dan politik negara ini.
Situasi ini tidak hanya mencerminkan interaksi antara kekuasaan formal dan informal, tetapi juga menunjukkan bagaimana kelompok-kelompok ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi tertentu.
Awal Mula Hubungan Negara dan Preman
Preman, berasal dari Bahasa Belanda vrijman, yang bermakna "manusia Merdeka". Namun, mengalami pergeseran makna menjadi "individu yang menjalankan kekerasan".
Atau intimidasi untuk tujuan tertentu, seperti pemerasan atau penguasaan wilayah dengan kekuatan fisik.
Sejak era kolonial, praktik premanisme sudah ada sebagai respons terhadap ketidakadilan sosial yang dipertahankan oleh kekuasaan penjajah.
Pada masa itu, individu-individu "Merdeka" ini sering digunakan untuk menekan perlawanan rakyat, menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara penguasa dan preman.
Setelah kemerdekaan, kelompok preman terus berkembang, sering kali berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari negara dalam mengendalikan masyarakat.
Era Orde Baru: Patronase dan Penggunaan Preman
Selama rezim Orde Baru, hubungan antara negara dan kelompok preman mencapai puncaknya. Pemerintah menggunakan preman sebagai alat untuk menegakkan kontrol sosial dan politik.
Kelompok-kelompok ini, yang sebelumnya tidak terorganisir, mulai diintegrasikan ke dalam struktur kekuasaan negara melalui organisasi-organisasi yang didukung oleh militer.
Ian Douglas Wilson dalam bukunya "Politik Jatah Preman" menyatakan bahwa Orde Baru beroperasi dengan sistem jatah preman, di mana pemerintah menciptakan ancaman melalui para preman sambil memberikan perlindungan kepada warga yang setia.
Dengan cara ini, negara dapat mempertahankan kekuasaannya sambil memanfaatkan preman untuk intimidasi politik, termasuk selama pemilu.
Pasca-Reformasi: Adaptasi dan Transformasi
Setelah tumbangnya Orde Baru pada tahun 1998, kontrol negara terhadap kelompok preman mulai melemah.
Proses demokratisasi dan desentralisasi membuka peluang bagi kelompok-kelompok ini untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Mereka beradaptasi dengan sistem politik baru yang lebih terbuka dan multi-partai, sering kali menjalin hubungan transaksional dengan partai politik untuk mendapatkan dukungan finansial atau legitimasi.
Era ini ditandai dengan kemunculan kelompok-kelompok ormas baru dengan melekatkan identitas agama dan daerah tertentu.
Mereka tidak hanya berfungsi sebagai mediator antara masyarakat dan dunia politik formal tetapi juga sering kali terlibat dalam tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.
Relasi antara negara dan kelompok preman sering kali bersifat simbiotik.
Negara membutuhkan dukungan dari kelompok-kelompok ini untuk menjaga stabilitas sosial, sementara kelompok preman memanfaatkan hubungan ini untuk memperkuat posisi mereka dalam masyarakat.
Dalam banyak kasus, polisi dan aparat keamanan lainnya membiarkan tindakan intimidasi yang dilakukan oleh preman selama hal tersebut sejalan dengan kepentingan politik mereka.
Aksi-aksi sweeping minuman keras, yang kemudian berkembang menjadi sweeping buku-buku beraliran kiri, marak di masa-masa ini.
Premanisme, Ancaman Tersembunyi Terhadap Iklim Bisnis
Indonesia, dengan segala potensinya sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan ekonomi yang terus berkembang, menghadapi sejumlah tantangan serius yang merugikan iklim usaha.
Salah satu isu yang cukup mengganggu namun sering kali terabaikan adalah praktik premanisme yang dilakukan oleh oknum ormas, seperti pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan, terutama menjelang hari raya melalui permintaan jatah THR.
Praktik ini tidak hanya mencederai prinsip-prinsip hukum dan etika bisnis, tetapi juga merusak suasana kondusif yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Premanisme Ormas dalam Dunia Bisnis
Premanisme, dalam konteks ini, merujuk pada tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum ormas tertentu terhadap pengusaha atau perusahaan dengan meminta sejumlah uang atau THR.
Permintaan tersebut sering kali disertai dengan ancaman kekerasan atau gangguan terhadap kelancaran usaha.
Bahkan, tidak jarang praktik ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan aparat penegak hukum atau pejabat lokal, yang menciptakan kesan bahwa mereka dilindungi oleh negara.
Praktik premanisme ini tidak hanya merugikan perusahaan secara langsung, tetapi juga mengganggu iklim usaha yang sehat di Indonesia.
Permintaan THR yang tidak sah dari oknum ormas mengharuskan perusahaan untuk mengalokasikan dana yang seharusnya dapat digunakan untuk pengembangan usaha atau investasi lain, yang mengarah pada inefisiensi alokasi sumber daya.
Akibatnya, perusahaan menjadi lebih enggan untuk berinvestasi dan memperluas operasionalnya, sehingga menghambat daya saing sektor bisnis di Indonesia.
Dampak Buruk Terhadap Dunia Usaha
Dampak dari premanisme terhadap dunia usaha Indonesia cukup signifikan. Beberapa dampak utama yang muncul antara lain:
1. Kenaikan Biaya Operasional: Perusahaan harus mengeluarkan dana untuk memenuhi tuntutan dari oknum ormas, yang pada gilirannya meningkatkan biaya operasional dan mengurangi efisiensi dalam pengelolaan sumber daya.
2. Peningkatan Ketidakpastian Bisnis: Praktik ini menciptakan ketidakpastian, di mana perusahaan tidak dapat memperkirakan dengan jelas apakah mereka akan terus diganggu atau diperas oleh ormas tertentu. Ketidakpastian ini menghalangi perusahaan untuk membuat keputusan investasi jangka panjang.
3. Dampak Reputasi: Jika sebuah perusahaan diketahui berurusan dengan oknum ormas yang terlibat dalam aksi-aksi premanisme, reputasi perusahaan tersebut dapat tercoreng, yang mempengaruhi hubungan dengan investor, konsumen, dan mitra bisnis.
4. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi: Investasi yang seharusnya dapat diarahkan untuk inovasi dan ekspansi justru harus dialokasikan untuk membayar "jatah" yang tidak sah, yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
5. Kerugian bagi Tenaga Kerja: Dengan berkurangnya investasi, peluang kerja bagi tenaga kerja terdidik akan menurun. Setiap tahun, perguruan tinggi di Indonesia meluluskan banyak calon tenaga kerja, tetapi jika iklim investasi tidak kondusif, angka pengangguran akan meningkat.
Aksi premanisme di Indonesia memiliki dampak signifikan terhadap angka Incremental Capital-Output Ratio (ICOR), yang merupakan indikator efisiensi investasi dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi.
ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan tidak efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, dan premanisme berkontribusi pada kondisi ini.
Menurut laporan terbaru, angka ICOR Indonesia masih tergolong tinggi, mencerminkan inefisiensi dalam penggunaan modal untuk pertumbuhan ekonomi.
Meskipun angka spesifik dapat bervariasi, data menunjukkan bahwa ICOR Indonesia berada di kisaran 5-6, yang berarti dibutuhkan 5-6 unit investasi untuk menghasilkan satu unit pertumbuhan ekonomi.
Tingginya angka ini menjadi perhatian karena menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan efisiensi investasinya agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Premanisme di Indonesia secara langsung berdampak negatif pada angka ICOR dengan menurunkan kepercayaan investor, meningkatkan biaya operasional melalui pungutan liar, dan mengganggu operasional perusahaan.
Semua faktor ini menyebabkan investasi menjadi kurang efisien dalam menghasilkan output ekonomi.
Oleh karena itu, penanganan serius terhadap praktik premanisme sangat penting untuk meningkatkan iklim investasi dan efisiensi ekonomi di Indonesia.
Kesimpulan
Premanisme ormas yang terorganisir dan dilindungi oleh jaringan kekuasaan merupakan masalah yang krusial dalam konteks dunia usaha di Indonesia.
Dampak dari praktik ini sangat besar, mulai dari ketidakpastian hukum, peningkatan biaya, hingga kerugian dalam bentuk reputasi.
Agar Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya dalam sektor bisnis dan menarik lebih banyak investasi, langkah-langkah tegas harus diambil untuk memberantas premanisme dan memperkuat penegakan hukum yang adil dan tidak pilih kasih.
Referensi:
- Economist Intelligence Unit (EUI). (2023). Global Business Environment Rankings.
- Haryanto, A. (2020). "Premanisme Ormas dan Pengaruhnya terhadap Investasi di Indonesia." Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 15(3), 102-117.
- Historia. (2019). Jaringan Preman Sisa Orde Baru.
- Jakarta Post. (2022). "The Impacts of Organized Crime on Indonesia's Business Environment". The Jakarta Post.
- Suryadi, H. (2021). "Pemerasan dalam Dunia Usaha di Indonesia: Perspektif Hukum dan Ekonomi." Jurnal Hukum dan Ekonomi, 12(2), 45-62.
- Wilson, I. D. (2018). Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru. Marjin Kiri.
- OECD. (2022). Indonesia: Economic Snapshot. Organisation for Economic Co-operation and Development.
- World Bank. (2021). Indonesia - Doing Business 2021. World Bank Group.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI