Indonesia, mungkin adalah contoh nyata dari apa yang dijelaskan oleh Parenti. Berikut adalah beberapa fakta yang menguatkan argumennya:
1. Eksploitasi Sumber Daya Alam:Â Indonesia adalah produsen timah, nikel, dan minyak sawit terbesar di dunia, namun sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh perusahaan asing.
Misalnya, Freeport-McMoRan, perusahaan AS, telah mengeksploitasi tambang emas dan tembaga di Papua selama puluhan tahun dengan imbalan yang minim bagi masyarakat lokal.
Indonesia merupakan salah satu produsen emas terbesar di dunia. Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua memperkirakan potensi kandungan emas primer di Papua mencapai 3,2 miliar ton.
Indonesia penghasil timah terbesar di dunia. Cadangannya mencapai sekitar 1,5 juta ton, dengan produksi tahunan sekitar 60.000 ton pada tahun 2023. Sebagian besar timah berasal dari Pulau Bangka dan Belitung.
Indonesia juga memiliki cadangan nikel yang sangat besar, yang merupakan komponen penting dalam produksi baterai untuk kendaraan listrik.
Cadangan nikel diperkirakan mencapai 5,7 juta ton, dengan produksi tahunan sekitar 200.000 ton pada tahun 2023. Nikel Indonesia sebagian besar berasal dari Sulawesi.
Cadangan batu bara Indonesia diperkirakan mencapai 38,84 miliar ton, dengan produksi tahunan sekitar 775 juta ton pada tahun 2023. Sebagian besar cadangan batu bara terletak di Kalimantan dan Sumatera.
2. Utang Luar Negeri:Â Utang luar negeri Indonesia terus meningkat, dan sebagian besar digunakan untuk membayar utang sebelumnya. Hal ini menciptakan ketergantungan finansial yang sulit diputus.
Per Oktober 2024, total utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar US$423,5 miliar setara dengan Rp6.862,37 triliun (kurs Rp16.013). Angka ini mencakup utang pemerintah dan utang sektor swasta.