Saya adalah seorang ayah Gen X yang memiliki anak Gen Z. Dulu, saya diasuh oleh orang tua dari generasi baby boomers. Dari sanalah saya memperoleh sebagian referensi dan pemahaman tentang pola asuh anak.Â
Artikel ini tidak memiliki otoritas untuk menentukan yang benar dan salah. Saya sekadar berbagi, sebagai sesama orang tua yang sedang menjalani kehidupan di era digital ini.
Pola asuh zaman dulu, saya dan Anda mungkin sudah mafhum, dicirikan oleh pendekatan otoriter. Orang tua bertindak sebagai figur yang harus dihormati dan dipatuhi tanpa banyak tanya.
Jika sudah waktunya tidur siang, saya pasti menuruti tanpa berani protes apalagi bertanya kritis "Apa gunanya tidur siang?".
Disiplin ketat, hukuman fisik, dan ekspektasi tinggi terhadap anak menjadi ciri khas pengasuhan ini.
Begitulah yang saya alami, Bagaimana dengan Anda? Silakan beri komentar di kolom bawah. Â
Teori behaviorisme (Skinner, 1953) mendukung pendekatan "garis keras" ini dengan menekankan pentingnya penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) dalam membentuk perilaku anak.
Namun, pola asuh otoriter sering kali mengabaikan kebutuhan emosional anak, yang dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologisnya (Baumrind, 1966).
Pola Asuh Modern: Demokratis dan Partisipatif
Zaman bergerak dan berubah. Di era modern, di mana selasar media sosial penuh sesak dengan "anak skena" yang suka "split bill", pola asuh bergeser ke arah yang lebih demokratis dan partisipatif.