Mohon tunggu...
RAHAF A.A SHORAB
RAHAF A.A SHORAB Mohon Tunggu... International student at UIN Raden ,Economic Law.

Law, especially criminal law, and writing articles.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak veto di perserikatan bangsa 2 : legitimasi hukum atau permainan politik untuk melindungi pendudukan di Gaza

25 September 2025   19:08 Diperbarui: 25 September 2025   19:08 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, negara-negara pemenang seperti Amerika Serikat, Rusia, Britania Raya, Prancis, dan Tiongkok bersepakat untuk membentuk suatu tatanan dunia baru yang dikenal dengan nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam kerangka hukum internasional tersebut dibentuklah Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan mayoritas negara di dunia. Berdasarkan Piagam PBB, diatur bahwa keputusan-keputusan Dewan Keamanan hanya dapat berlaku apabila memperoleh persetujuan dari lima negara anggota tetap. Apabila salah satu di antara mereka menyatakan keberatan (veto), maka keputusan tersebut otomatis dibatalkan. Dari sinilah muncul apa yang disebut hak veto—sebuah instrumen hukum yang diberikan kepada negara-negara besar untuk dapat menghalangi setiap keputusan meskipun disetujui oleh seluruh negara anggota lainnya.

Secara normatif, tujuan resmi pemberian hak veto adalah untuk mencegah benturan langsung antar kekuatan besar (great powers) dan menjaga stabilitas dunia. Namun secara faktual, hak veto justru berubah menjadi sarana untuk melayani kepentingan politik dan strategis negara-negara besar serta memaksa negara-negara lain mengikuti arah kebijakan mereka. Akibatnya, Dewan Keamanan yang seharusnya merupakan organ penegak hukum internasional berubah menjadi arena dominasi lima negara anggota tetap. Keputusan-keputusan yang bersifat ius cogens dan menyangkut hak asasi manusia masyarakat dunia dapat berhenti hanya karena sikap satu negara, sehingga menimbulkan distorsi terhadap prinsip kesetaraan kedaulatan dan keadilan internasional.

Dalam konteks Palestina, Dewan Keamanan PBB tidak lagi menjadi instrumen untuk melindungi rakyat di bawah pendudukan, melainkan sering kali berfungsi sebagai legitimasi terhadap kejahatan pendudukan tersebut. Hak veto menjadi senjata paling efektif untuk melindungi Israel dan memberikan impunitas internasional, sehingga memungkinkan keberlanjutan praktik pembunuhan, pengusiran, dan penguasaan wilayah tanpa rasa takut terhadap akuntabilitas hukum internasional. Puluhan rancangan resolusi yang diajukan untuk mengutuk pendudukan, menghentikan pembangunan pemukiman, atau melindungi warga sipil di Gaza, semuanya digagalkan oleh veto Amerika Serikat. Fenomena ini menunjukkan secara jelas adanya standar ganda dan hipokrisi dalam sistem internasional.

Dengan demikian, hak veto pada hakikatnya merupakan “cara sah untuk menegakkan ketidakadilan” (lawful injustice) yang mengikat darah, tanah, dan hak kebebasan bangsa-bangsa pada kehendak kekuatan besar. Hal ini menyingkap bahwa rezim hukum internasional yang dibangun pasca Perang Dunia II pada dasarnya dirancang untuk melayani kepentingan negara-negara kuat, bukan untuk menegakkan keadilan global sebagaimana diidealkan dalam Piagam PBB. Bagi mahasiswa hukum, pemahaman kritis atas hak veto menjadi penting untuk menilai sejauh mana reformasi Dewan Keamanan diperlukan demi tercapainya efektivitas hukum internasional dan perlindungan nyata terhadap hak asasi manusia di seluruh dunia

  • Catatan: makalah ini merupakan opini akademik penulis sebagai mahasiswi hukum asal Palestina

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun