Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Muda, Beda dan Bertenaga, Tim Nusantara Sehat di Garis Tepi Negeri Singa

3 Mei 2016   03:23 Diperbarui: 3 Mei 2016   03:43 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tim Nusantara Sehat Belakang Padang. (Ganendra)

BAGIAN 3 SERI: “BERGAYUT NOSTALGIA, MEREKAM JEJAK NUSANTARA SEHAT DI TAPAL BATAS BARAT”

*

“Kita seringkali mengukur segala hal dari tempat kita berdiri, padahal sejauh dan sedalam apa pun kita berjalan di Republik ini, kita senantiasa berjarak sama dengan Indonesia.”

Cuplikan quote dari materi Bu Diah S Saminarsih yang disampaikan pada Jumat (22/4/2016) di hadapan peserta kunjungan Kemenkes RI bareng media dan Blogger ke pulau terluar bagian barat Indonesia, Pulau Belakang Padang Batam itu, membuatku tercenung. Merenungi, seberapa pun jauh di pinggiran tanah air saudara kita berada, seberapa pelosok rumah-rumah kediaman saudara berdiri, kita sebangsa dan setanah nusa. Jarak bukan masalah dalam pertalian satu negeri, bernama Indonesia. Dan aku merasa, itulah salah satu alasan, mengapa program layanan kesehatan Nusantara Sehat dicanangkan pemerintah.

Mungkin aku dan kita sulit untuk merasakannya, namun aku yakin kawan-kawan seperti Pijar Liendar, Jemris Mikael Atadena, Paras Mita Sari, Sri Purnamawati, Yulianti Nataya Rame Kana tim nakes Nusantara Sehat di Pulau Belakang Padang mampu menghayatinya. Hal yang aku yakin, dirasakan sama oleh tim Nusantara Sehat lainnya, seperti Putri Nirmala dan kawan-kawannya di Long Pahanghai, Kalimantan Timur, juga Nesya Ardella Simamora, Susilowati Hamzah, Nur Anisaplus rekan-rekan nakesnya di perbatasan ufuk timur nusantara, Kampung Kombut, Boven Digoel, Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.

1-5727afe5359773a9122b75da.jpg
1-5727afe5359773a9122b75da.jpg
Ki-ka: Jemris, Sri Purnamawati, Paras Mita, Yuli, Pijar. (Ganendra) 

Mereka, para generasi muda, beda dan bertenaga. Mengikhlaskan 2 tahun masa usia untuk sesuatu yang berharga di lokasi yang jauh dari tanah keluarga. Menyeberangi laut untuk mengabdikan keahlian layanan kesehatan pada orang-orang yang bahkan tak dikenal sebelumnya. Bukan sesuatu yang mudah, tapi mereka telah memutuskan melakukannya, turut andil mewujudkan akses kesehatan yang baik bagi saudara sebangsa setanah air di pinggiran negeri. Mereka sadar, mereka penting berada di sana.

*

JUMAT, 22 April 2016, langit di atas Pelabuhan Sekupang, Batam cerah saat aku dan tim Kemenkes RI tiba pagi itu. Pelabuhan yang menghubungkan ke pulau-pulau hinterland di sekitar Pulau Batam, juga menghubungkan ke negeri tetangga, Singapura. Dari pelabuhan yang tak cukup besar inilah, kami akan menyeberang menuju Pulau Belakang Padang, tempat nakes Tim Nusantara Sehat bertugas di sana.

Pelabuhan ini tak asing bagiku. Dulu sering lewat pelabuhan ini saat berkepentingan ke Pulau Karimun, pulau vital ketiga di Provinsi Kepulauan Riau, yang langsung terhubung ke Pulau Kundur dan lainnya. Banyak perahu, kapal dengan bervariasi ukuran yang dapat digunakan. Untuk menjangkau Pulau Belakang Padang menggunakan beragam perahu atau disebut pompong. Ukurannya juga beragam. Muat puluhan orang. Dan karena rombongan kami cukup besar, maka dua ‘perahu’ bermesin motor menjadi pilihannya. Terlihat banyak perahu tertambat. Transportasi laut berjalan cukup ramai di pelabuhan ini, menandakan ada geliat perekonomian masyarakatnya.

Badan perahu kayu memiliki bangku-bangku berbaris. Masing-masing berbeda muatan barisnya. Ada yang tiga orang, ada yang empat orang sesuai dengan posisi lebar lambung perahu. Beratap terpal untuk menahan panas dan hujan. Sederhana namun fungsional.  Bergoyang-goyang saat kaki menginjak bagian dalam perahu. Perlu mempertahankan keseimbangan, agar tak jatuh.

11-5727b04d8e7e613f0ea353d1.jpg
11-5727b04d8e7e613f0ea353d1.jpg
Berangkat dari Pelabuhan Sekupang. (Dokpri)

bp-5727b07935977307112b7612.jpg
bp-5727b07935977307112b7612.jpg
Debur ombak di balik perahu. (Ganendra)

Ombak tenang, riak-riak kecil saat perahu mulai melaju. Goyangan perahu stabil di antara deru mesin motor. Selepas mata memandang, hamparan air dengan sosok-sosok pulau di jauh nun sana. Terlihat ada berjajar gedung-gedung bertingkat, tapi itu bukan Belakang Padang. Itulah negeri singa, yang berjarak dekat dengan Pulau Belakang Padang. Yaa cukup dekat. Gedung-gedung akan terlihat samar saat cuaca cerah. Dan saat yang tepat untuk…. narsis hehee.

Perahu merapat. Badan perahu kayu membentur kecil dermaga Belakang Padang. Durasi 15 menitan ditempuh. Di tepian pantai sebelah dermaga, di balik deretan perahu-perahu yang tertambat, terbaca tulisan berlatar warna kekuningan, “Selamat Datang di Kec. Belakang Padang, Pulau Penawar Rindu,  Kota Batam.”

14-5727b0a2ec9673961770498e.jpg
14-5727b0a2ec9673961770498e.jpg
Selamat datang di Pulau Penawar rindu. (Ganendra)

11-1-5727b0f0359773e1112b75f6.jpg
11-1-5727b0f0359773e1112b75f6.jpg
Merapat (Ganendra)

Ada yang beda, dengan dermaga ini. Lebih lebar dan lebih banyak perahunya. Juga bangunan permanennya. Ada pasar di sebelah kirinya yang nampak menggeliat. Memasuki dermaga, sepanjang lorongnya banyak sepeda motor diparkir. Rombongan berjalan kaki menuju Puskesmas Belakang Padang, yang tak jauh dari dermaga. Siang itu pulau kecil tak ramai. Mungkin karena warganya banyak yang melaut, sebagai nelayan. Beberapa warung, toko yang kami lewati terlihat orang-orang beraktivitas jual beli. Di kedai nampak beberapa orang ‘ngopi’ sambil bercengkerama.

Ada Polsek di seberang dermaga. Di kejauhan jalan sebelah kiri nampak kawan seperti bukit. Di sanalah tempat pemancar stasiun radio fm pertama di Batam, dulu, sebelum pindah ke kawasan Tiban di Batam. Di bawahnya dulu ada kampung nelayan yang rumahnya di atas air pantai. Rumah yang terhubung dengan pelantar kayu. Pernah menginap semalam dulu. Terbayang malam berbintang beriring dengan debur ombak air laut. Dih.

*

Menyusuri jalan beraspal menuju Puskesmas, melewati beberapa fasilitas umum. Masjid, kelenteng, pertokoan dan rumah warga. Aku agak kaget, ada mobil! Eh sudah ada mobil disini yaa. Mobil dinas sih. Dulu hanya ada sepeda motor untuk transportasi. “Gimana cara mobil masuk kesini yaaa?” Hanya jalan lautlah satu-satunya.

Akhirnya tibalah di Balai Kecamatan Belakang Padang, Batam tempat acara yang telah dipersiapkan. Lumayan luas. Menampung rombongan sebanyak 60-an orang. Aku bersama kawan Blogger lainnya, memilih di deretan sebelah kanan bagian depan. Pasalnya memang di deretan tengah untuk rombongan Kemenkes. Panas cuaca. Kipas angin berukuran besar dipasang di beberapa sudut ruangan. Lumayanlah membantu membuang gerah hehee. 

Turut serta dalam rombongan di antaranya Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyakarakat Kemenkes RI, drg. Oscar Primadi, MPH.  Diah Satyani Saminarsih selaku Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Pelayanan Kesehatan Primer (SDGs).  Sri Rupiati, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Batam serta jajaran Puskesmas Belakang Padang. 

3-1-5727b205789373000cf0b458.jpg
3-1-5727b205789373000cf0b458.jpg
Suasana di balai kecamatan Belakang Padang. (Ganendra)

13071888-1336717193022655-333810036061537409-o-5727b530789373ff0cf0b414.jpg
13071888-1336717193022655-333810036061537409-o-5727b530789373ff0cf0b414.jpg
Diah S Saminarsih, Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Pelayanan Kesehatan Primer. (Ganendra)

Aku liat ke sekeliling ruangan. Beberapa sosok anak muda, berpakaian putih dengan tulisan nusantara sehat. Pasti merekalah anak-anak muda tim Nusantara Sehat Belakang Padang. Di depanku seorang pemuda berkulit putih bersih. Tinggi agak kurusan. Belakangan tahu, dialah Pijar Liendar tenaga kesehatan bidang Kesehatan Lingkungan.

Di sebelah kiri sana, kawan-kawan Pijar  lainnya, yang belakangan juga tau namanya, Jemris Mikael Atadena, pria berkulit agak gelap dengan senyum ramahnya, adalah ahli gizi. Wanita berkerudung, Paras Mita Sari nakes farmasi dan sang bidan Sri Purnamawati. Lalu ada perempuan dari Kupang, Yulianti Nataya Rame Kana nakes Kesehatan Masyarakat. Merekalah lima anak muda berusia dibawah 30 tahun, yang beda dan bertenaga, menjadi komponen pelayanan akses kesehatan di pinggiran negeri, perbatasan barat, Pulau Belakang Padang. Bila ditilik komposisi tim, memang tak ada nakes dokter dan analis. Sayang sebenarnya, karena tentu saja dokter menjadi vital sebagai pelayan kesehatan masyarakat.

ns-5727b6d55a7b61660b58dda8.jpg
ns-5727b6d55a7b61660b58dda8.jpg
Tim Nusantara Sehat Belakang Padang. (Ganendra)

Berharganya Air Bersih Bak Emas

Banyak masalah terkait kesehatan di Pulau Belakang Padang, tempat tim Nusantara Sehat. Masalah utama di antaranya adalah minimnya air bersih.

“Air sama dengan emas, itu saya tidak bohong," kata Pijar saat mempresentasikan materi tim nusantara sehat yang telah 5 bulan berjalan, pada Jumat (22/4/2016).

ns2-5727b4fc359773b1122b75d7.jpg
ns2-5727b4fc359773b1122b75d7.jpg
Pijar (Ganendra)

Aku tau, sejak dulu warga Belakang Padang  memang mengandalkan air tadah hujan. Dulu, saat mengunjungi teman di kampung nelayan, banyak drum-drum plastik berukuran besar di rumahnya. Ada di dalam serta di samping rumah. Itulah drum untuk menampung air hujan. Walaah. Iyaaa, hujan sangat berharga, sebagai salah satu sumber air bersih. Sumber air lainnya diperoleh dari waduk setempat. Namun waduk juga mengandalkan air hujan. Jadi kalau kemarau, otomatis waduk juga bisa kering. Alternatif lainnya adalah membeli air.

Kelangkaan air ini, kurasakan sendiri saat usai acara, aku kebelet kencing. Maka numpanglah di Puskesam Belakang Padang yang bersebelahan dengan Balai Kecamatan. Ditunjukkan letaknya oleh salah seorang staf, dan dibilang, ”Airnya gak ada bang.”

Tapi gimana lagi, aku tak punya pilihan. Lanjutlah, dan ternyata benar, ada ember yang airnya hanya setinggi sekitar 3 cm, warnanya coklat pulak. Ya sudah, menahan kebelet lebih menderita khan.  Wuih ga bisa mbayangin, gimana mandinya yak?

9-5727b9ed789373d40df0b3f3.jpg
9-5727b9ed789373d40df0b3f3.jpg
Puskesmas Belakang Padang. (Ganendra)

Membangun Persepsi Hidup Sehat

Efek dari kelangkaan air bersih itu, menurut Pijar adalah buruknya sanitasi. Bisa dibayangkan, jika perilaku buang air besar masih sering dilakukan di ruang terbuka. Kotorannya pun langsung dibuang ke laut. Persis tipikal rumah-rumah di atas air. Kotoran langsung ke laut, bahkan sampah pun banyak yang terbuang ke laut.

Mengingat berharganya air, warga sering menyimpan air dalam drum-drum. Dampaknya muncul jentik-jentik nyamuk. Ini menjadi dilema. Dibuang sayang, tak dibuang membawa bibit penyakit. Pasalnya malaria dan demam berdarah sering melanda daerah ini. Pemerintah bukannya abai dengan kondisi Belakang Padang, karena pemerintah telah membuat program mengubah air laut menjadi air bersih. Namun belum terealisasi. 

“Saya ingin masyarakat memiliki jamban,” kata Pijar yang termotivasi ikut Nusantara Sehat karena ingin lebih banyak mengenal Indonesia.

Masalah lain adalah tentang gaya hidup sehat. Tau khan kalau di Batam terkenal dengan aneka sea foodnya. Salah satunya adalah menu Gonggong. Gonggong atau sering disebut siput laut mempunyai kandungan protein tinggi, namun juga berkolesterol. Menurut Jemris sebagai ahli gizi, di Belakang Padang gonggong mudah didapat. Di pasir saat air laut surut, banyak gonggong yang mudah diperoleh.

“Di sini warga banyak mengolah gonggong dengan digoreng. Seringkali gonggong dihangatkan untuk makan siang, tak habis masuk kulkas, diangetin lagi untuk diamakan. Ini berbahaya, karena berkolesterol,” jelas Jemris.

4-5727b7135a7b61620b58dda4.jpg
4-5727b7135a7b61620b58dda4.jpg
Senang foto bareng Jemris, Bu Septy dari Kemenkes RI dan kawan media. (Dokpri)

Kondisi demikian membuat Jemris berpikir. Alangkah bagusnya jika gonggong tak digoreng pengolahannya namun direbus. Dengan demikian tak perlu beli minyak goreng lagi. Dan dirinya berpikiran bahwa gonggong dengan olahan rebus, lebih rendah kolesterolnya. Namun ini wajib diteliti.

“Ka saya mw bawa gongong rebus ke BPOM untuk cari tw nilai gizix tpi apa daya tngan tak sampe,” kata Jemris via inbok facebook. Duh tulisannya alay Jemris, susah aku ngerti hahaa.

Okelah, ujung-ujungnya Jemris minta bantu untuk meneliti kandungan gonggong rebus. Aku sih seneng-seneng ajah jika bisa membantu. Aku jadi ingat dengan Dr Budiawan, Ahli kimia dari UI yang menguji sianida atas permintaan program Berkas Kompas TV. Ahhh okelah ntar dibantu Jemris. semoga bisa yaaa.

Suka duka tentu selalu ada. Jemris yang pada hari itu (22 April 2016) berulang tahun ke 26 mengaku sedih jauh dari keluargan. Namun dia merasa senang bisa membantu memberi akses layanan gizi kepada warga Belakang Padang.

“Senang bisa melayani anak-anak gizi buruk dan ibu hamil,” kata Alumni dari salah satu perguruan tinggi di Makasar ini.

Di samping itu, senang mempunyai teman-teman baru, menemui kasus-kasus baru berkaitan dengan kasus gizi.  Jemris punya resep tersendiri untuk mengusir rasa sedihnya, selain bergaul banyak dengan warga, juga sering nyanyi-nyanyi sendiri dan juga bikin video-video lucu.

Senada Sri Purnamawati sang bidan termotivasi untuk memberi pelayanan terbaik, khususnya di belakang padang. Ia bergabung selian mencari pengalaman juga karena ingin turut mewujudkan pemerataan kesehatan sampai ke daerah terpencil, meski banyak rintangan transportasi. Maklum para nakes di Belakang Padang ini sering mengunjungi pulau sekitar yang harus menggunakan transportasi air.

“Kami sering berhadapan dengan lautan luas, ombak tinggi,” katanya.

8-5727b97e5a7b61f20c9fc43a.jpg
8-5727b97e5a7b61f20c9fc43a.jpg
Ki-ka: Yuli, Sri dan Mita saat diwawancarai Liputan 6. (Ganendra)

Ia berpesan buat teman-teman yang  belum minat bergabung di Nusantara Sehat, untuk bergabung. Menimba pengalaman serta bergaul dengan saudara-saudara aneka ragam suku yang unik dan berkarakter.

Nah, obrolan sempat kulakukan juga dengan Yuli. Yulianti Nataya Rame Kana nama lengkapnya, nakes Kesehatan Masyarakat alumni Universitas Nusa Cendana di Kupang tahun 2014. Wajahnya khas daerah asalnya Kupang. Meski perawakannya kecil namun semangatnya terlihat besar saat menjawab pertanyaanku, dihiasai senyum ramah. Yuli termotivasi mumpung masih muda, menggali banyak pengalaman, juga ingin melihat kehidupan dan masalah kesehatan masyarakat di daerah lain. Ia mengaku betah di Belakang Padang.   

“Masyarakat welcome baik, seperti berasa di kampung sendiri,” katanya yang sempat khawatir meninggalkan orangtua di kampung halamannya di Kupang. Dia menghimbau rekan-rekan untuk bergabung, menerapkan ilmu dari bangku kuliah.  

Sayang aku gak sempat berbincang dengan Paras Mita Sari, salah satu nakes lainnya. Soalnya mereka sibuk diwawancarai kawan-kawan media lainnya heheee. Tapi yang jelas, gurat-gurat semangat di wajah anak-anak muda ini sungguh membanggakan. Benar-benar beda dan bertenaga.

*

Selepas sholat Jumat, rombongan kembali ke dermaga menuju Batam. Cuaca yang masih garang di kulit. Aroma angin laut membawa cita rasa tersendiri. Sebuah pelajaran kupetik hari ini. Kesulitan air di tanah Belakang Padang seyogyanya semakin membuat kita menghargai air bersih melalui pemakaian yang bijak. Semangat mengabdi anak-anak muda dari seberang lautan ini, menjadi inspirasi sendiri, bahwa apapun kondisinya, kita harus bersemangat tanpa mengeluh dalam melakukan pekerjaan. Ikhlas memberi yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara, seperti mereka tim Nusantara Sehat yang memberikan pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu.

Dan mereka akan selalu dirindukan, saat tugasnya harus usai di sana dan berganti. Termasuk dirindukan warga yang sempat mengenyam tangan-tangan baik di Pulau Penawar Rindu, Pulau Belakang Padang.

Apa yang dirasakan mendengar mereka menyanyikan lagu di bawah ini?

Semangat anak-anak muda, yang beda dan bertenaga. #SalamNusantaraSehat

@rahabganendra

Tim Nusantara Sehat Belakang Padang menyanyikan hymne NS. (Ganendra)

BACA JUGA:

Bergayut Nostalgia, Merekam Jejak Nusantara Sehat di Tapal Batas Barat (2)

Bergayut Nostalgia, Merekam Jejak Nusantara Sehat di Tapal Batas Barat (1)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun