Kajian rutin yg di adakan di ponpes Darul akhyar bukan hanya  di ikuti santri lokal saja tetapi, masyarakat luarpun ikut dalam kajian tersebut biasanya di kenal didalam atad istiadat pondok pesantren, khususnya pondok kitab yg biasa di dengar dengan sebutan sorogan dimana kiyai (pemateri) membaca dan para jamahnya, memaknai apa yg di bacakan. pada kajian yg di adakan sabtu tanggal 4 oktober 2025, Dr. K.H Syamsul yakin M.A selaku pimpinan pondok pesantren darul akhyar mengkaji kitab tafsir jalalain, kitab ini seing dikaji pada umumnya, sebagaisarana awal memahami isi teks Al-Qur'an.
    pada saat kajian ada beberapa pembahasan ygdi bahas, disini saya ingin menguraikan pembahasan dan penjelasanya sebagai berikut.
 1. landasan ilahi: Tafsir surah Al-jinn 13-14
Â
"Dan sesungguhnya ketika kami (jin) mendengar petunjuk (Al-Qur'an), kami beriman kepadanya. Maka barangsiapa beriman kepada Tuhan, maka tidak perlu ia takut rugi atau berdosa."Al-jinn ayat 13
Ayat ini menjelaskan ketika jin-jin  mendengar Al-Qur'an yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, mereka langsung beriman kepadanya serta mengakui bahwa Al-Qur'an itu dari Allah.
Menurut Qatadah, ayat ini memiliki pengertian bahwa barang siapa beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang dibawa oleh para rasul, tidak ada kekhawatiran baginya tentang pengurangan pahala kebajikannya dan tidak ada pula dosa orang lain yang harus dipertanggungjawabkannya. Ia akan menerima pahala amal baik sepenuhnya tanpa pengurangan sedikit pun.Pengertian lafadz alhuda dalam konteks Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dalam konteks Al-Qur'an: Al-Huda sering disebut sebagai nama lain Al-Qur'an (misalnya dalam Q.S. Al-Baqarah: Hudallil Muttaqin "petunjuk bagi orang-orang bertakwa").
Segangkan dalam konteks As-Sunnah: Secara hakikat, Al-Huda merujuk pada Islam dan kebenaran secara keseluruhan. Karena fungsi utama Nabi Muhammad adalah menjelaskan dan mempraktikkan Al-Qur'an, maka As-Sunnah (perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi) adalah penjelasan praktis dari Al-Huda yang terkandung dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, petunjuk sempurna (Al-Huda) yang wajib diikuti oleh umat Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah secara terpadu, sebagaimana disabdakan Nabi, "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh pada keduanya: Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya."
"Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (QS. Al-Jinn ayat 14)"
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa di antara jin-jin itu ada yang beriman menaati Allah, khusyuk dan ikhlas, serta beramal saleh. Ada pula di antara mereka yang berpaling dari ajaran yang benar. Oleh karena itu, barang siapa yang beriman kepada Allah dan menaati-Nya, sesungguhnya dia telah menempuh jalan yang akan menyampaikannya kepada kebahagiaan. Hal itu juga berarti bahwa ia telah melakukan sesuatu yang menyelamatkannya dari siksa neraka.
    2. Pengertian lafadz alhuda dalam konteks Al-Qur'an dan As-Sunnah
     Dalam konteks Al-Qur'an: Al-Huda sering disebut sebagai nama lain Al-Qur'an (misalnya dalam Q.S. Al-Baqarah: Hudallil Muttaqin "petunjuk bagi orang-orang bertakwa").
Segangkan dalam konteks As-Sunnah: Secara hakikat, Al-Huda merujuk pada Islam dan kebenaran secara keseluruhan. Karena fungsi utama Nabi Muhammad adalah menjelaskan dan mempraktikkan Al-Qur'an, maka As-Sunnah (perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi) adalah penjelasan praktis dari Al-Huda yang terkandung dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, petunjuk sempurna (Al-Huda) yang wajib diikuti oleh umat Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah secara terpadu, sebagaimana disabdakan Nabi, "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh pada keduanya: Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya."
    3. pembagian jin  kafirÂ
Sebagamana penjelasan Dr. K.H Syamsul Yakin, M.A jin yg kafir itu terbagi menjadi dua yaitu Kafir Mu'allaq dan Kafir Mubram
Kafir Mu'allaq (secara bahasa: yang digantungkan/tergantung): Dapat diartikan sebagai orang kafir yang nasibnya masih "digantungkan" (belum pasti di dunia) karena ia masih memiliki perjanjian ('ahad) atau jaminan keamanan (aman) dengan kaum Muslimin. Ini mirip dengan Kafir Mu'ahad, Kafir Dzimmi, atau Kafir Musta'man. Hukum-hukum sosial mereka di dunia tidak sama dengan Kafir Harbi.
Kafir Mubram (secara bahasa: yang dipastikan/ditetapkan): Dapat diartikan sebagai orang kafir yang secara tegas dan mutlak menolak kebenaran (Al-Huda), yang memusuhi Islam, dan tidak memiliki perjanjian. Ini dapat disamakan dengan Kafir Harbi (yang memusuhi) atau mereka yang di akhirat telah dipastikan masuk Neraka karena kekufuran mereka (seperti yang dijelaskan dalam Al-Jinn: 15).
   4. Pembagian Jin: Muslim dan Qasit
Berdasarkan Surah Al-Jinn ayat 14:
- Jin Muslim (Al-Muslimun): Golongan jin yang telah tunduk, taat, dan memilih jalan yang lurus (Al-Huda). Mereka ini adalah yang beriman kepada Allah setelah mendengarkan bacaan Al-Qur'an.
- Jin Qasit (Al-Qasitun): Golongan jin yang menyimpang, zalim, dan durhaka terhadap kebenaran (Al-Huda). Kata Al-Qasit () memiliki arti zalim atau menyimpang. Mereka inilah yang kelak akan menjadi bahan bakar Neraka Jahanam (Al-Jinn: 15).
Seseorang yang beriman dengan sempurna kepada Allah dan meyakini janji-Nya, seperti yang disinyalir dalam Q.S. Al-Jinn: 16 (rezeki yang banyak bagi yang istiqamah), akan memiliki sikap mental yang kuat:
Keyakinan ini berakar pada ajaran tauhid bahwa rezeki, untung, dan rugi semuanya berada dalam kekuasaan Allah. Orang yang berbuat kebaikan (ketaatan), seperti bersedekah atau istiqamah di jalan Allah, meyakini bahwa keberkahannya telah dijamin oleh Allah, sehingga ia tidak takut hartanya berkurang atau dirinya dizalimi oleh manusia. Sebaliknya, keikhlasan dalam beramal justru mendatangkan Taufiq (pertolongan dan petunjuk) dari Allah.
    5. Kisah Nabi Ibrahim dan Kayu Bakar Neraka
Kisah Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud dan kaumnya merupakan gambaran ekstrim dari konsekuensi penolakan terhadap Al-Huda(petunjuk).
Penolakan dan Hukuman: Setelah Nabi Ibrahim menghancurkan berhala dan menantang kesombongan Raja Namrud, kaumnya bersepakat untuk menghukumnya dengan cara dibakar hidup-hidup.
Ayat Al-Qur'an tentang Pembakaran: Kisah ini diabadikan dalam Surah Al-Anbiya' ayat 68-70:
Q.S. Al-Anbiya' [21]: 68: (Ql arriqhu wa-nur lihatakum in kuntum f'iln), Artinya: "Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (Ayat ini menjelaskan perintah membakar).
Q.S. Al-Anbiya' [21]: 69: (Quln y nru kun bardan wa salman 'al Ibrhm), Artinya: "Kami (Allah) berfirman: 'Wahai api, jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim!'" (Ayat ini menjelaskan mukjizat penyelamatan).
Kayu Bakar di Neraka: Raja Namrud dan kaumnya yang sombong dan menolak kebenaran, bahkan setelah melihat mukjizat, menjadi contoh nyata bahwa penolakan terhadap Al-Huda akan berujung pada siksa. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Jinn: 15, orang yang menyimpang (Al-Qasitun) akan menjadi kayu bakar ( - hataban) Neraka Jahanam.
    6. Bahan Bakar Neraka (Kayu Bakar di Neraka)
Dalam Al-Qur'an, bahan bakar api neraka ditegaskan adalah:
[: ]
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". [At-Tahriim/66: 6]
Dalam surah Al-Baqarah Allah menjelaskan
[:
"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya".[Al-Anbiyaa/21: 98]
Dalam dua ayat ini kita bisa menarik kesimpulan bahwasanya selain saythan, manusia juga bisa menjadi bahan bakar utama api neraka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI