Mohon tunggu...
Rafli Hasan
Rafli Hasan Mohon Tunggu... -

columnist, urban traveler, blogger

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kunjungan Clinton ke Aceh, Misi Kemanusiaan atau....

25 Juli 2014   19:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:15 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1406261467456546670

[caption id="attachment_316746" align="alignnone" width="600" caption="Sumber foto: http://www.thejakartapost.com/news/2014/07/20/bill-clinton-checks-post-tsunami-development-aceh.html"][/caption]

Beberapa waktu lalu, mantan Presiden AS, Bill Clinton berkunjung ke Aceh untuk yang kesekian kalinya dalam kapasitasnya sebagai Pendiri Yayasan Clinton yang pada masa tragedi Tsunami Aceh 2004 silam, ia ditunjuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai utusan/perwakilan PBB untuk Tsunami Relief. Kunjungan kali ini bertujuan untuk melihat perkembangan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami Aceh.

Tidak ada persoalan dengan kunjungan ini sebenarnya apabila kita terlalu naive dalam melihatnya. Namun saya melihat melalui cara pandang yang berbeda. Yang pertama, bagi saya proses demokrasi dimana pun, (apalagi di Indonesia) merupakan saat-saat kritis yang tentu beresiko bagi siapapun, termasuk orang-orang sekelas Mr. Clinton untuk melakukan kunjungannya ke Indonesia. Pertimbangan keamanan dan keselamatan tentu menjadi alasan terpenting bagi para penasehat keamanan Mr. Clinton untuk menunda kunjungan ini, namun hal ini tetap dilakukan. Saya melihat ada hal yang jauh lebih penting dan strategis, daripada hanya sekedar melakukan pengecekan perkembangan proses rehabilitasi dan rekonstruksi atau another humanity mission, sehingga "dengan berani" ia mengambil resiko berkunjung di salah satu daerah yang paling rawan di Indonesia.

Yang kedua, "kenapa Aceh?". "Atau kenapa hanya Aceh?". Cukup sering saya menulis dalam forum ini yang mengangkat betapa Aceh merupakan poin penting strategis bagi kebijakan AS. Ketika Obama mulai memimpin AS, salah satu kebijakan pentingnya adalah "rebalance its pivot to Asia Pacific." (Menyeimbangkan ulang peran AS di Asia Pasifik). Kenapa AS merasa perlu me-rebalance atau redesign kebijakan geo politiknya di Asia Pasifik? Menurut saya, akibat AS terlalu fokus di kawasan Timur Tengah dengan isu-isu War on Terror yang sudah mulai basi maupun isu pencarian minyak dunia. Perhatian AS beralih ke Asia yang kaya akan sumber daya alam dan manfaat posisi geografis yang besar. Bicara keuntungan geografis maka muncul 2 negara besar di kawasan yaitu Cina dan Indonesia. Cina dikenal dengan rute perdagangan dunia yang akrab disebut "jalur Sutera", yang melintasi kawasan laut Cina Selatan maupun Laut Cina Timur. Sementara Indonesia memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menghubungkan kawasan Oceania dengan Asia. Selain itu, strategic point yang tak kalah penting bagi Indonesia adalah keberadaan Sabang, Aceh sebagai pintu masuk Selat Malaka yang merupakan jalur terpenting yang bermuara di Laut Cina Selatan.

AS tentu melihat ini sebagai peluang untuk "masuk" dan menjalankan perannya di Asia Pasifik. Kunjungan Obama beberapa waktu lalu ke negara-negara sekutunya seperti Jepang, Korea Selatan, Philipina dan Malaysia menegaskan betapa Asia Pasifik sangat menarik perhatian bagi AS. Maka dari itu, cara-cara kunjungan dengan misi-misi kemanusiaan semacam seperti yang dilakukan Clinton, buat saya selalu bermuatan kepentingan yang lebih besar.

Situasi dan kondisi Aceh yang relatif cukup morat marit di bawah kepemimpinan eks kombatan GAM, Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf tentunya menjadikan "pintu" bagi masuknya AS ke Indonesia melalui Aceh. Semakin kacau kondisi birokrasi, ekonomi, keamanan Aceh maka semakin terbuka peluang pula bagi AS disertai "janji-janji manis"nya untuk masuk. "Pendewaan" elit eks kombatan Aceh yang duduk di pemerintahan maupun DPRA terhadap MoU Helsinki semakin disukai pihak-pihak asing, sebab dengan menjadikan Aceh sebagai sebuah daerah "super otonomi" membuatnya rentan dan rapuh dalam mempertahankan nilai-nilai keaslian Aceh.

Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa pemerintahan yang baru nantinya mulai menaruh perhatian besar terhadap hal-hal strategis yang berpengaruh besar terhaap kepentingan dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan. Kita perlu paham betul dengan situasi kita, kekuatan dan kelemahannya maupun kemungkinan peluang yang dapat kita ciptakan. Kita tentu tidak ingin mengulangi kebodohan dengan penjualan aset-aset strategis nasional ke tangan asing akibat kita lupa dan alpa dalam melakukan penilaian terhadap diri kita sendiri secara utuh. Aceh dan wilayah-wilayah lain di Indonesia memiliki nilai strategis bagi kita, dan kita tidak hanya perlu sadar namun "super conscious" , super sadar untuk menjamin tidak sejengkalpun wilayah kita terkuasai oleh kekuatan asing.

Rafli Hasan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun