Mohon tunggu...
Rafli Fasya Hasibuan
Rafli Fasya Hasibuan Mohon Tunggu... Rafli Fasya Hasibuan dan Maura Shafa Syakirah

Klinik Perlindungan Perempuan dan Anak Dosen Pembimbing: 1. Dr. Fajar Khaify Rizky S.H., M.H 2. Dr. Rosmalinda S.H., LLM.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Hukum Korban Pelecehan Seksual Secara Verbal (Catcalling)

15 Oktober 2025   00:07 Diperbarui: 15 Oktober 2025   00:36 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  • PENDAHULUAN

Pelecehan seksual merupakan salah satu tindak pidana yang berbasis gender, yang dimana korban akibat pelecehan seksual berasal dari kaum perempuan dan anak. Kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak meningkat setiap tahun. Hal tersebut menjadi perhatian khusus negara. Pelecehan seksual terjadi di ruang publik seperti restoran, transportasi umum, stasiun, hingga dalam ruang lingkup yang lebih sempit seperti keluarga.

Pelecehan seksual tidak selalu terjadi melalui kontak fisik namun, pelecehan seksual juga dapat terjadi secara non-fisik (verbal). Bentuknya juga beragam, mulai dari catcalling seperti menggoda atau meneriaki perempuan dengan kata-kata yang bersifat seksual hingga bersiul kepada korban. Berdasarkan data Komnas Perempuan tercatat lebih dari 20 % laporan kekerasan terhadap perempuan di ruang publik merupakan pelecehan seksual non-fisik (verbal). Angka ini menjadi indikasi bahwa catcalling bukan  hanya sekedar perilaku yang tidak sopan, melainkan telah menjadi persoalan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Karena situasi ini, maka dibuatlah undang-undang khusus untuk menghapus kekerasan seksual dan melindungi korban, yaitu RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU TPKS diperlukan untuk dua hal penting. Pertama, agar korban bisa mendapat keadilan dan perlindungan, serta memberikan dasar hukum yang jelas bagi polisi dan jaksa untuk menindak pelaku. Kedua, RUU ini juga mengatur pemisahan antara masalah publik dan masalah privat.

 

 RUU TPKS kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (disingkat UU TPKS) pada tanggal 9 Mei 2022. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menekankan bahwa selain keluarga, peran serta masyarakat dalam mencegah kekerasan seksual juga sangat penting, sebagaimana telah diatur dalam UU TPKS. Akan tetapi, masyarakat masih belum mengenal dan memahami UU TPKS, terutama yang berhubungan dengan pelecehan verbal (catcalling). Banyak masyarakat menganggap perbuatan ini bukan tindak pidana. Kurangnya pemahaman hukum masyarakat tentang hal ini menyebabkan korban dan perempuan belum sepenuhnya berani melapor ke pihak berwajib ketika mengalami pelecehan seksual secara verbal (catcalling)

  • Pelecehan Seksual Secara Verbal (Catcalling) Dalam Undang- Undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Dalam UU TPKS sudah memberikan definsi yang lengkap mengenai pelecehan secara verbal (catcalling) atau non fisik, Pasal 1 angka 1 “Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini.” Selanjutnya Pasal 4 ayat (1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: a. pelecehan seksual nonfisik; b. pelecehan seksual fisik;c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan sterilisasi; e. pemaksaan perkawinan; f. penyiksaan seksual; g. eksploitasi seksual; h perbudakan seksual; dan i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

Dalam Pasal 5 UU TPKS “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorarng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah).” Dalam penjelasan Pasal 5 yaitu Yang dimaksud dengan “perbuatan seksual secara nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.

Menurut Taufan Abadi SH.,MH   seorang pakar hukum Universitas Mataram , pelecehan verbal (catcalling) adalah perbuatan yang menggunakan kata-kata tidak sopan, ungkapan lisan, maupun gerak tubuh dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan seseorang. Bentuknya bermacam-macam, seperti suara kecupan, ciuman dari jauh, atau siulan. Bisa juga berupa komentar tentang bentuk tubuh, atau kalimat yang melecehkan seperti "cantik" atau salam yang bernada menggoda. Ada juga pelaku yang secara terang-terangan mengatakan hal-hal vulgar kepada korban. Termasuk juga tatapan mata yang berlebihan sehingga membuat orang yang dipandang merasa tidak nyaman.

 

Berdasarkan penjelasan di atas, menyimpulkan bahwa pelecehan verbal (catcalling) adalah tindakan seseorang yang secara lisan membuat orang lain merasa tidak nyaman. Pelaku melakukan perbuatan ini dengan sadar dan sengaja untuk melecehkan perempuan atau orang tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun