Mohon tunggu...
Rafi .T. Haq
Rafi .T. Haq Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ngeyel Ingin Berkarya

Mahasiswa aktif UIN Bandung, Nasabnya sampai ke Nabi Adam, menyukai hobi nulis karena aku ingin selalu menuliskan namamu. wkwkwk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Amien Rais "Sang Muazin" Reformasi Bukan Sengkuni

13 Mei 2020   20:28 Diperbarui: 13 Mei 2020   20:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adzan merupakan panggilan shalat bagi kaum  muslimin. Adzan dikumandangkan ketika waktu shalat telah tiba. Adalah Bilal bin Rabbah yang mashur di zaman Nabi yang setia dan senantiasa mengumandangkan adzan.

Setiap agama berbeda cara dalam mengkomunikasikan panggilan beribadah. Ada yang memakai lonceng, menyalakan api dll. Namun di islam, panggilan beribadah dilakukan dengan adzan.

Tepat saat ini, penulis mendengar adzan berkumandang di setiap arah masuk ke gendang telinga. Namun suara adzan berdesakan dengan hujan yang kian deras dan membuat gendang telinga mendengar secara random rintik hujan dan kumandang adzan.

Tatkala adzan berkumandang, hendaknya setiap muslim bergegas menuju masjid. Kecuali dalam kondisi tertentu seperti hujan deras, angin kencang dan kondisi yang membahayakan tertentu yang membolehkan shalat dilkukan di dalam rumah masing-masing.

Berbincang seputar adzan, penulis jadi terbayang perkataan mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin. Hajriyanto (2005) dalam "Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis" mengutip ucapan mantan ketua umum PP Muhammadiyah tersebut yaitu bahwa Amien Rais tak lebih hanyalahsebagai  seorang muadzin ketika zaman reformasi.

Din merespon keberanian Amien Rais dalam memimpin gerakan reformasi dengan memberikan statement bahwa Amien adalah seorang Muadzin. Yaitu orang yang mengajak "hayya ala reformasi, hayya ala suksesi, hayya ala demokrasi" tak lebih dari sekedar itu.

Lazimnya muadzin jarang menjadi Imam, bagitupun dengan Amien yang kala itu  paling lantang meneriakkan kata Reformasi, namun tidak begitu saja menjadi orang nomor satu di Indonesia. Karena menurut Din, Ia hanyalah seorang muadzin yang mengajak kepada kebaikan dan kemaslahatan.

Menarik memang melihat dua tokoh Muhmmadiyah tersebut saat tampil di kancah nasional menyumbangkan karya-karyanya untuk negeri. Hal tersebut --soal kedua mantan ketua umum PP Muhammadiyah tersebut --- telah lama diprediksi oleh gurunya di University Of Chicago bahwa kedua orang tersebut akan saling tampil dan saling mewarnai baik di organisasi Muhammadiyah maupun di Kancah nasional. Dan benar saja, Din dan Amien memang jadi orang yang sama-sama penting saat ini.

Akhir-akhir ini sosok Amien kembali jadi topik utama berbagai media masa.  Ironinya, kali ini sosok gagah beliau disamakan dengan tokoh  Sengkuni, tokoh provokatif dalam cerita Mahabrata. hal itu akibat ulah salah satu elite Partai Amanat Nasional (PAN), yakni partai yang dibuat Amien Rais  sendiri  zaman Reformasi. bagi penulis seoarang Amien Rais tetap bapak Reformasi, tetap "Sang Muadzin" bukan Sengkuni.

Kembali pada Adzan, bahwa adzan adalah panggilan kebaikan dan kemaslahatan. Seperti seorang Amien Rais yang mengumandangkan kebaikan bagi bangsanya dalam memutus mata rantai KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di zaman orde baru. Alhasil, bangsa Indonesia hingga kini menikmati rasanya hidup pasca reformasi yang kita harapkan lebih transparan, demokratis dan berkeadaban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun