Indonesia belum mampu membawa negeri ini sesuai prinsip dasar bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara politik. Kendati dalam pemahaman hukum, hukum merupakan produk politik, produk politik menjadi sumber adanya produk hukum. Akan tetapi, keduanya memiliki batasan yang tidak boleh dilanggar. Jika kondisi UU Pemilu saat ini tidak bisa terselesaikan, demokrasi Indonesia lambat laun semakin lemah dan kehilangan arah.
Berkaca pada pemilu di Meksiko tahun 2012, Kolombia tahun 2014, Brazil tahun 2015 dan Peru tahun 2016. Dinegara-negara ini justru mencontohkan bagaimana perebutan kekuasaan yang demokrasi. Meskipun, berbeda regulasi pemilunya berbeda-beda. Hanya di Indonesia yang sampai saat ini semakin semraut dan menyisahkan berbagai macam pertanyaan.
MERAJUT OPTIMIS
Sudah terlalu banyak referensi mengenai hukum yang dipelajari, mulai mahasiswa hingga pakar sekalipun. Dalam konteks UU pemilu hari ini, dari sekian banyak referensi, hampir tidak ada yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang ada. Malahan, terus menerus menimbulkan ragam persoalan dan kembali menyisahkan banyak persoalan baru.
Dalam waktu dekat, akan ada uji materi terhadap pasal dalam UU Pemilu. Ada 11 pasal yang berpotensi diuji materi di Mahkamah Konstitusi, yakni pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presiden, Pasal 235 ayat (5) tentang sanksi bagi Parpol yang tidak mengusung calon, Pasal 173 ayat (3) soal versifikasi Parpol, Pasal 169 tentang syarat calon presiden dan wakil presiden, Pasal 182 tentang syarat calon DPD, Pasal 240 syarat calon anggota DPR terkait status pidana, Pasal 235 ayat (6) tentng calon tunggal dalam pemilu presiden, Pasal 416 terkait penetapan perolehan suara presiden dan wakil presiden, Pasal 449 ayat (2) dan pasal 509 terkait survei pemilu pada mas tenang dan yang terkhir Pasal 287 ayat (5) tentang pemberitaan selama masa tenang.
Inisiatif uji materi ini, masih memberikan harapan masa depan hukum di Indonesia. Jika semua memilih menyikapinya dengan pasrah atau diam dengan keputusan yang ada, maka habislah negeri ini dengan beragam kegagalan dan kebobrokannya. Dengan sendirinya, UU Pemilu telah mengukir sejarah baru yang menggambarkan betapa rumitnya berdemokrasi di Indonesia. Bahkan, untuk mencapai demokrasi ini, segala teknik diaplikasikan hingga menabrak konstitusi dengan berbagai alasan yang tidak substansial. Pada akhirnya nanti, produk hukum di Indonesia berada di posisi dilematis, antara ditegakkan atau dimain-mainkan. Â
Mengutip perkataan Edward Benfield bahwa setiap sistem politik adalah sebuah kecelakaan. Jika sistem bekerja dengan baik secara keseluruhan itu adalah kecelakaan yang beruntung. Hal ini berdampak pada internal hukum sendiri. Tidak heran, hampir semua regulasi yang ada dijadikan sentara memuluskan segala kepentingan politik tertentu, terutama UU Pemilu. Tentu, pertanyaan yang perlu dijawab kedepan, bagaimana nasib hukum di Indonesia? Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI