Mohon tunggu...
Rafi IkhwanMusyaffa
Rafi IkhwanMusyaffa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka bermain game dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mataf UNISA Social Movement

21 September 2025   17:37 Diperbarui: 21 September 2025   17:37 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada tanggal 20 September 2025 Universitas Aisyiyah Yogyakarta mengadakan social movement dan menghadirkan narasumber bapak Irfan Amalee dan bapak bapak DR.Punang Amaripuja S.E.,S.T,M.T 

Generasi muda saat ini kerap dibilang dengan istilah "generasi rebahan", sebuah label yang menggambarkan kondisi anak muda yang lebih suka berdiam diri, pasif, atau larut dalam kenyamanan dunia digital tanpa produktivitas nyata. Fenomena ini muncul seiring dengan kemajuan teknologi yang membuat akses hiburan semakin mudah, seperti media sosial, game online, maupun berbagai platform digital lainnya. Meski demikian, di balik stigma tersebut sebenarnya tersimpan potensi besar yang jika diarahkan dengan tepat mampu melahirkan "generasi emas", yakni generasi yang unggul, berdaya saing, dan mampu memberi kontribusi nyata bagi bangsa dan dunia. Untuk mencapai hal itu, diperlukan formula khusus yang dapat menjadi pegangan sekaligus motivasi bagi anak muda agar mampu keluar dari zona rebahan menuju zona produktif.

Formula pertama yang harus dipegang adalah perubahan mindset menuju pola pikir positif dan produktif. Generasi muda harus mampu menggeser orientasi dari konsumtif ke kreatif, dari pasif menjadi aktif, serta dari pencari hiburan menjadi pencipta solusi. Mindset ini akan melahirkan kesadaran bahwa waktu adalah aset berharga yang seharusnya digunakan untuk belajar, berkarya, dan berkontribusi. Pola pikir positif juga akan membuat mereka lebih tahan terhadap tantangan, lebih mudah beradaptasi dengan perubahan, serta lebih percaya diri dalam menghadapi persaingan global. Tanpa mindset yang sehat, berbagai peluang emas yang terbuka di era digital hanya akan lewat begitu saja tanpa dimanfaatkan.

Formula kedua adalah penguasaan keterampilan dan literasi digital. Di era revolusi industri 4.0 dan menuju society 5.0, literasi digital bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan utama. Generasi muda harus memiliki kompetensi dalam teknologi, komunikasi, kolaborasi, serta kemampuan berpikir kritis dan problem solving. Mereka harus memahami bagaimana memanfaatkan media digital bukan sekadar untuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana belajar, berwirausaha, berjejaring, dan berkarya. Skill digital yang kuat akan menjadikan generasi muda lebih percaya diri menghadapi tantangan global sekaligus membuka peluang menciptakan lapangan kerja baru.

Formula ketiga adalah aksi nyata yang konsisten. Sebab, ilmu dan ide tidak akan berarti tanpa diwujudkan dalam tindakan. Konsistensi dalam belajar, berlatih, berkarya, dan berkontribusi akan mengubah anak muda dari sekadar pemimpi menjadi pelaku perubahan. Konsistensi ini juga menuntut kedisiplinan, ketekunan, serta kemauan untuk terus berkembang meskipun menghadapi berbagai hambatan. Dengan aksi nyata yang berkesinambungan, generasi muda akan mampu membuktikan bahwa mereka tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh secara karakter dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

Dalam konteks ini, perguruan tinggi memegang peran penting sebagai motor penggerak perubahan generasi. Seperti yang dipaparkan dalam forum di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, perguruan tinggi di era digital dan revolusi industri dituntut untuk tidak hanya menjadi pusat transfer ilmu, melainkan juga pusat inovasi, pembentukan karakter, dan penguatan soft skill mahasiswa. Perguruan tinggi harus mampu merancang kurikulum yang adaptif dengan perkembangan teknologi, memperkuat literasi digital mahasiswa, serta menciptakan ruang kolaborasi lintas disiplin ilmu. Hal ini akan menjadikan mahasiswa tidak hanya siap memasuki dunia kerja, tetapi juga siap menciptakan solusi inovatif bagi tantangan global.

Universitas Aisyiyah Yogyakarta menekankan pentingnya membangun lulusan yang memiliki kompetensi akademik sekaligus karakter yang kuat. Perguruan tinggi perlu menanamkan nilai kepedulian sosial, semangat kolaborasi, serta kreativitas agar mahasiswa mampu memberi dampak nyata di tengah masyarakat. Dalam dunia yang serba cepat berubah, kemampuan beradaptasi dan menciptakan peluang jauh lebih penting daripada sekadar mengejar gelar akademik. Oleh karena itu, mahasiswa perlu didorong untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, melainkan juga pencipta dan pengembang teknologi yang memberi manfaat luas.

Pada akhirnya, mengubah generasi rebahan menjadi generasi emas bukanlah proses instan, melainkan perjalanan panjang yang memerlukan sinergi antara individu, keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan tinggi. Mindset yang positif, keterampilan digital, dan aksi nyata yang konsisten akan menjadi fondasi utama, sementara perguruan tinggi berperan sebagai pendukung, pembimbing, sekaligus fasilitator yang menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan global. Jika formula ini dijalankan dengan sungguh-sungguh, bukan hal mustahil Indonesia akan memiliki generasi emas yang tidak hanya membanggakan di tingkat nasional, tetapi juga diperhitungkan di tingkat dunia.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun