Mohon tunggu...
Rafida Luthfiah
Rafida Luthfiah Mohon Tunggu... Penulis - RIFDA9698

"JUST TO BE YOUSELF"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Hadits dalam Ormas Islam PERSIS

26 Januari 2021   13:40 Diperbarui: 26 Januari 2021   13:42 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ABSTRAK

Hadits dalam sejarah tidak pernah menjadi kontroversi, terutama kontroversi terkait dengan pelaksanaan pekerjaan dan doktrin di dalamnya. Hal ini tidak hanya terkait dengan petunjuk untuk mencoba memahami ajaran Islam berdasarkan teks dan konteksnya, tetapi juga dengan metode yang digunakan oleh Dakwah dan tahapan penerapan ajaran Islam. Kita telah ketahui, bahwa Hadits adalah dasar hukum kedua setelah al Qur'an.

Sebagaimana al Qur'an, bukannya tanpa perbedaan dalam tafsir kitab suci, begitu pula pemahaman hadits para Nabi. Hal ini terkait dengan perbedaan pengetahuan dan pemahaman tentang latar belakang dan pengetahuan hadits itu sendiri, yang dimiliki oleh individu, kelompok atau organisasi kemasyarakatan (seperti PERSIS).

Kata kunci: Kajian hadits, Persis.

PENDAHULUAN

Dilihat dari bentuk ajaran Islamnya, Nabi merupakan tokoh sentral, bukan hanya pembawa informasi suci, tetapi juga sumber penting ajarannya. Sebaliknya, beliaulah satu-satunya orang yang dipercaya oleh Allah untuk menjelaskan, mendetail, dan memberikan contoh implementasi ajaran tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang meyakinkan, semuanya berasal dari Nabi Muhammad SAW yang dianggap sebagai bukti syari'at dan asal mula ajaran Islam.

Baik itu horizontal maupun posisinya, Itulah yang disebut hadits atau Sunnah. Dalam hal ini jika tidak ada kedatangan Nabi Muhammad SAW berarti tanpa hadits maka, ajaran Islam tidak akan diteruskan kepada manusia. Demikian pula, tanpa penjelasan dan detail, serta tanpa contoh implementasi yang diajarkan melalui hadits, ajaran Islam tidak dapat dipraktikkan. Oleh karena itu, segala sesuatu dari Nabi Muhammad adalah benar-benar sumber ajaran Islam yang harus dipercaya dan dipraktikkan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada abad ke-18, banyak ulama yang mendiagnosis bahwa umat Islam telah menyimpang dari Sunnah Nabi dan dirasuki oleh bid'ah dan taqlid. Selama ini, ajaran dan praktik tasawuf telah dituduh sebagai kanker yang berbahaya, atau ada yang dituduh berusaha membuat ajaran Islam salah. Meski tudingan ini belum tentu benar, namun untuk menghilangkannya, seluruh umat Islam harus kembali ke sumber utama yaitu al Qur'an dan Sunnah, agar bisa mendapatkan kembali ruh Nabi SAW, di bawah naungan al Qur'an dan ajaran Islam as Sunnah.

Kamus al-Muhith yang diungkapkan oleh Muhammad Ibn Muhammad Abi Syuhbah meyakini bahwa hadits tersebut berasal dari bahasa arab dan memiliki dua makna baru yaitu, kata qadim (kata lama) sebaliknya juga berarti kata-kata, kurang lebih seperti yang dikatakan Allah SWT: "Jika benar, maka katakan sesuatu yang sebanding". Pada saat yang sama, menurut Muhammad Ajaj al-Khatib (Muhammad Ajaj al-Khatib) Dalam kamus al-Muhith, hadits memiliki arti sesuatu yang baru dari segi etimologi. Selain itu, hadits juga memiliki arti kabar baik berupa "jama", kurang lebihnya.

Oleh karena itu, ada beberapa teori yang dapat dijadikan dasar untuk memahami hadits Nabi SAW, diantaranya: (a). Menurut Muhammad al-Ghazali, dalam memahami hadits, digunakan beberapa metode, yaitu menguji dengan al Qur,an, menguji dengan hadits lain, menguji dengan fakta sejarah, dan menguji kebenaran Ilmiah. (B). Menurut al-Qardhawi, dalam memahami hadits, kita tidak hanya harus melihat kitab suci hadits, tetapi juga memahami status Nabi dari Rasul. Rasul adalah kepala negara dan kepala rumah tangga. Dia membuat semua keputusan sesuai dengan kebutuhannya. Memahami kondisi Nabi dalam berbagai fungsinya juga memudahkan orang untuk memahami hadits. Oleh karena itu, beliau menerapkan hadits pada kehidupan sehari-hari, itu mungkin sangat relevan.

PEMBAHASAN

a). Sejarah dan Perkembangan Kajian Hadits dalam Ormas Islam PERSIS.

Persatuan Islam (PERSIS) secara resmi didirikan di Bandung pada 12 September 1923.[1] Munculnya PERSIS di pentas sejarah Islam di Indonesia merupakan jawaban atas tantangan dan kondisi umat saat itu. Pendirian PERSIS merupakan mata rantai yang tidak lepas dari gerakan reformasi yang saat ini sedang dilakukan hampir di seluruh dunia Islam. Alasan berdirinya PERSIS pada masa penjajahan Belanda bukan untuk kepentingan pribadi pendiri atau kebutuhan masyarakat saat itu. Motivasi didirikan PERSIS lebih karena para pendiri meyakini bahwa mereka dipanggil atas kewajiban dan perintah Allah SWT. Bahkan beberapa dari mereka menggambarkan seruan tersebut. Ketika Nabi sedang berdiri di atas gunung, Shafa mengatakan bahwa tulisan tangannya tidak berdasarkan keuntungan pribadi.[2]

Ini bukan daya tarik masyarakat, tetapi kenyataan bahwa umat Islam sebenarnya tidak perlu sepenuhnya mengubah tatanan kehidupan Islam saat itu, karena mereka sudah pernah mengikuti Taqlid, Jumud, Khurafat, Bid'ah., Tahayul dan Syirik. PERSIS meyakini bahwa dakwah tidak hanya saat masyarakat memanggilnya, tetapi juga fakta bahwa mereka sangat membutuhkan pembinaan. Dalam hal ini, mereka menganalogikan situasi masyarakat jahiliyah, mereka tidak ingin kedatangan Nabi Muhammad SAW, namun tetap diutus untuk berdakwah kepada mereka. PERSIS didirikan karena kebutuhan akan keberadaan seorang Nabi, karena kedatangan Nabi Muhammad membutuhkan pembaharuan dan pembentukan kembali masyarakat yang bodoh. PERSIS didasarkan pada tugas suci untuk menyelamatkan orang-orang dari Jumud (jurang pemikiran yang stagnan) dan menutup gerbang Ijtihad.

Saat itu Bid'ah, Khurafat, Tahayul dan Taqlid serta penyakit-penyakit lainnya, masih menyelimuti kondisi sosial masyarakat Indonesia saat itu, oleh karena itu PERSIS akan memberantas "penyakit-penyakit" tersebut sebagai prioritas utamanya. Menurut Delar Noer (Delar Noer), PERSIS mengutamakan gagasan yang pernah dilaksanakan oleh para founding fathers reformasi Islam. Prinsip dari gagasan ini adalah membebaskan masyarakat dari keyakinan yang sesat, serta membebaskan mereka dari sekitarnya. Pandangan dan keyakinan tersebut telah mempengaruhi moral dan karakter perjuangan Persis sejak awal, bahkan hingga saat ini. Orientasi ini secara umum diterima oleh sebagian besar anggota PERSIS, walaupun harus menyingkirkan sebagian anggota yang menganggap mazhab sebagai pedoman ulama dalam kehidupan beragama. Kemudian, ini merupakan positioning ini dalam piagam perusahaan PERSIS.

PERSIS, Qanun Asasi (Anggaran Dasar) kini telah mengajukan gagasan kegiatan keagamaan sesuai dengan persyaratan Al Qur'an dan as-Sunnah. Tidak semua warga PERSIS memiliki kapasitas yang memadai untuk memahami ajaran agama yang terkandung dalam kedua sumber tersebut. Untuk mewujudkan idealisme tersebut, PERSIS membentuk Majelis Ulama dalam struktur pimpinan pusatnya. Keberadaan dan fungsi Majelis Ulama PERSIS sangat penting terutama untuk menghasilkan apa yang dianggap sepenuhnya sesuai dengan al Qur'an dan as-Sunnah. PERSIS sendiri tidak menuntut adanya kesalahan. Di mata para pimpinan PERSIS, makna pembangunan Islam dapat dijelaskan sebagai "penelitian akademis" dalam studi agama, khususnya di bidang agama.

Secara historis, kajian hadits di Indonesia dimulai dengan kitab-kitab sederhana, seperti Matn al-Arba'in al-Nawawiyah (m. 676H) dan istilah-istilahnya serta karya oleh Imam al-Nawawi (Imam al-Nawawi), Hajar al-'Asqalani (M. 676H), Bulugh al-Maram. 852H). Ilmu hadits adalah "Matn al Baiquniyyah" oleh al-Suyuti (M. 911 H), H.M. Kosakata Muhuhadditsin oleh H.M Arsyad Thalib Lubis (sekitar 1972M) dan Ilmu Mustalah al-Hadits Mahmud Yunus (sekitar 1982M). Buku-buku ini diajarkan di berbagai madrasah dan pesantren di Indonesia. Kedua, pendidikan muslim umum orang-orang Fatwa melalui hasil penelitian. Kajian ini dilakukan oleh ulama' Persis yang dianggap berideologi dan substansial secara moral dan dilembagakan dalam pengurus Persis Ulama. Nantinya, kajian tersebut akan menjadi rapat urusan hukum Panitia Hisbah PERSIS.

b). Pemahaman Kajian Hadits dalam Ormas Islam PERSIS.

Kajian hadis memiliki kedudukan yang sangat penting, karena hadis merupakan sumber kedua setelah al Qur'an. Kajian hadis dibagi menjadi beberapa pembahasan, antara lain: Ilmu mustala al Hadits, Kritik Sanad dan Matan, serta terkait pemahaman hadits. Banyak ulama klasik dan kontemporer yang menulis buku hadits, sehingga mudah untuk melakukan penelitian hadits.[3] Hadits dan as Sunnah adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW, baik itu sebelum diangkat menjadi Nabi atau menjadi Rasulullah SAW, itu adalah bentuk bahasa, tingkah laku, ketetapan dan ciri-ciri.[4]

Dalam pandangan Persis, Ahmad Hassan adalah guru dan tokoh utama Persis, hadits adalah sumber Islam kedua, dan umat Islam harus berpegang padanya. Al Qur'an dan Sunnah mengajarkan umat Islam bagaimana menggunakan perilaku religius dalam kehidupan sehari-hari, dalam bentuk doktrin murni yang sesuai untuk setiap waktu dan tempat. Melalui dua hal tersebut dapat menjelaskan segala sesuatu yang ada di bumi dan juga dapat memberikan bukti kebenaran untuk semua aspek kehidupan sehari-hari.

Menurut bahasanya, hadits memiliki arti "pidato, dialog, hal baru atau berita". Pada saat yang sama, sesuai dengan istilah, perkataan, perbuatan dan hal-hal yang dilakukan Nabi Muhammad serta taqrirnya. Taqrir adalah tingkah laku dan percakapan seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, namun ia mengabaikannya. Hadits menurut istilah ini sama dengan as Sunnah.[5]

Ahmad Hassan menjelaskan bahwa hadits adalah "perkataan nabi, perbuatan nabi, dan perbuatan orang lain yang diijinkan olehnya", dan bahwa hadits itu sendiri adalah bagian dari wahyu. Dalam agama, misalnya, amalan-amalan Nabi seperti, ibadah, sholat, dll. Dibatasi oleh wahyu Allah dan menentukan cara yang tepat di mana kewajiban agama harus dipenuhi. Selain itu, jika ada masalah sekuler dan personal, Nabi tidak dibimbing oleh wahyu, melainkan melalui jihad dan upaya spiritual, selama wahyu tidak dikeluarkan untuk mengubah tafsir tersebut, maka dianggap benar.[6]

c). Tokoh-tokoh dalam Ormas Islam PERSIS dan karya-karyanya dalam bidang hadits.

Setelah menjelaskan sejarah organisasi PERSIS disini, maka peneliti akan mengacu pada tokoh-tokoh yang ada di ormas Islam PERSIS:

Ustadz Salman Rusyad. Lahir pada tanggal 22 Mei 1971 di Pinrang, Sulawesi Selatan, dan menyelesaikan studi terakhirnya di Ma'had Aly PERSIS Bangil, Kabupaten Pasuruan. Sebelumnya beliau juga bersekolah di Pesantren PERSIS, Bangil Pasuruan, dan saat ini menjabat sebagai anggota pengurus Hisbah di PERSIS Center yang berkantor pusat di Bandung, beliau juga merupakan Pimpinan Pusat Bangil, Ketua bidang jami'iyah PERSIS.

Ustadz Mughni Musa. Ia lahir di Brebes, Jawa Tengah, pada tanggal 4 Juni 1968. Kemudian, mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren PERSIS Bangil, Pasuruan. Selama 6 tahun berikutnya, ia melanjutkan bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta selama 2 tahun. Setelah itu, ia melanjutkan studinya di Universitas Islam di Madinah pada tahun 1993. Sejak itu, ia melanjutkan studi pascasarjana. Aktifitas sehari-hari di Universitas Muhammadiyah Muamalah, Malang tahun 2003, sering melakukan penelitian di beberapa daerah di Madura, dan pernah menjadi Kabupaten Sampang di Madura (Mampura). Ketua Pesantren Persis di Kecamatan Camplong. Ia diangkat sebagai Wakil Ketua Bupati MUI Cat.

Ustadz Maruf Abdul Jalil. Ia lahir di Jember pada tanggal 10 Februari 1967. Ia menyelesaikan studi terakhirnya di Ma'had Aly PERSIS Bangil, Pasuruan. Dan sebelumnya menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren PERSIS Bangil. Kegiatan sehari-harinya mengajar di Pondok Pesantren PERSIS di Kabupaten Sampang, Madura. Selain sebagai pengajar dan penceramah, ia juga menjadi penerjemah al Kitab dalam kehidupan sehari-hari. Hampir 30 buku telah diterjemahkan, termasuk al-Wajiz.

Ahmad Surkati (Ahmad Surkati). Beliau adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam kajian hadits di Indonesia. Ia menekankan bahwa dasar utama ajaran Islam adalah al Qur'an dan Sunnah. Ketika ditanya kitab apa yang dijadikan pedoman, itu adalah al Qur'an dan Syariah, yang ditulis oleh Ibn Hahar Askarani. Menurutnya, Alquran dan Sunnah adalah pernyataan ulama karena bersandar pada dua prinsip tersebut.[7] Dan karenanya dapat dipercaya. Meskipun tidak sempat menjelaskan pemahamannya tentang hadits secara luas dan dapat ditindaklanjuti, pemikirannya dapat dilihat sebagai benih dari penelitian kritis Indonesia terhadap hadits.

Sejak SI, Syuhudi Ismail menekuni hadits, alumnus PPS IAIN Jakarta, di bidang hadits. Ia membandingkan metode kritik sanad yang dikemukakan oleh Fatchur Rahman dengan "Metodologi Penelitian Hadits Nabi" miliknya. Bulan Bintang, Jakarta, 1989. Dalam buku ini, Syuhudi Ismail menjelaskan tentang standar dan prosedur penelitian sanad serta standar penelitian observasi. Guna membantu peneliti menemukan sumber hadits, ia juga menulis buku kamus hadits berjudul "Cara Praktis Menemukan Hadis", Bran Bintang, Jakarta, (1991). Ia juga menulis buku khusus tentang pemahaman kontekstual Hadis yang berjudul "Naskah Nabi dan Konteks Hadis". 

Dalam buku ini, ia memahami bahwa hadits telah digunakan oleh para ulama sebagai argumen untuk tidak membiarkan perempuan menjadi kepala negara di latar belakang. Beliau menjelaskan bahwa di zaman kuno, tidak ada wanita dengan pendidikan tinggi, dan wanita tidak memiliki otoritas sebelum pria. Sekarang ada banyak wanita terpelajar yang punya harga diri di depan pria. Menurut kondisi zaman dulu, perempuan tidak berhak menduduki jabatan pimpinan, kini kondisinya sudah berubah, sehingga pelarangan tidak berlaku lagi.[8]

KESIMPULAN

Hadits dalam proses sejarah tidak pernah menjadi kontroversi, terutama kontroversi terkait dengan pelaksanaan pekerjaan dan doktrin di dalamnya. Hal ini tidak hanya terkait dengan petunjuk untuk mencoba memahami ajaran Islam berdasarkan teks dan konteksnya, tetapi juga dengan metode yang digunakan oleh dakwah dan tahapan penerapan ajaran Islam. Kita sudah tahu bahwa hadis adalah dasar hukum kedua setelah al Qur'an.

Kemudian menurut pandangan Persis, Ahmad Hassan (Ahmad Hassan) sebagai guru dan peran utama Persis, Sunnah adalah sumber kedua Islam dan umat Islam harus berpegang padanya. Al Qur'an dan as Sunnah mengajarkan umat Islam bagaimana menggunakan perilaku religius dalam kehidupan sehari-hari, dan metodenya murni di setiap ruang dan waktu. Melalui dua hal tersebut dapat menjelaskan segala sesuatu yang ada di muka bumi kemudian juga, dapat memberikan bukti kebenaran untuk semua aspek kehidupan sehari-hari.

Secara historis, kajian hadits di Indonesia dimulai dengan kitab-kitab sederhana, seperti Matn al-Arba'in al-Nawawiyah (m. 676H) dan terminologinya oleh Imam al-Nawawi (Imam al-Nawawi), dan Ibn Hajar al- ' Asqalani (m. 676H) Bulugh al-Maram. 852H). Ilmu hadits adalah "Matn al Baiquniyyah" oleh al-Suyuti (M. 911 H), H.M. Termat al-Muhadditsin. Arsyad Thalib Lubis (sekitar 1972M) dan Ilmu Mustalah al-Hadits Mahmud Yunus (sekitar 1982M). Buku-buku tersebut diajarkan di berbagai pesantren dan pesantren di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal:

M. Isa Anshari, "Manefesto Perjuangan PERSIS", (Bandung: Pimpinan Pusat PERSIS, 1958). Hal. 6. (1)

Harun Nasution, "Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan", (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Hal. 9. (2)

Subhi al Sahih, "Ulum al Hadits wa Mustalah", Beirut: Dar al Ilm al Malayin, 1997. Hal. 3 (4)

Ali Mustafa Yaqub, "Cara Benar Memahami Hadits", Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016. Hal. 6 (3)

Buku:

Khaeruman Badri, "Islam ideologis: perspektif pemikiran dan peran pembaruan PERSIS", Jakarta: Misaka Galiza, 2005. Hal. 141. (5)

Howard M. Federspiel, "Persatuan Islam: Islamic reform in twentieth century Indonesia", Jakarta: Kuala Lumpur: Equinox Publishing, 2009. Hal. 50. (6)

Bisri Afandi, "Syekh Ahmad Surkati (1874-1943): Pembaharuan dan Pemurni Islam di Indonesia", Jakarta: Pustaka al Kausar, 1999. Hal. 93. (7)

Syuhudi Ismail, "Hadits Nabi Tekstual dan Yang Kontekstual", Jakarta: Bulan Bintang, 1994. Hal. 65-66. (8)

Rafida Luthfiah

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Jl. Ahmad Yani No. 117, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo Surabaya 60237

E-mail: rafidaluthfiah98@gmail.com

Nur Amilatus Sholihah

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Jl. Ahmad Yani No. 117, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo Surabaya 60237

E-mail: amilaamilatus@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun