Mohon tunggu...
Rafhael Rafha
Rafhael Rafha Mohon Tunggu... Freelancer - Believer

Hobi menulis dan menyukai sastra terutama cerita pendek

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sangkan Paraning Dumadi

3 Juni 2020   16:38 Diperbarui: 3 Juni 2020   16:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam perjalanan pulangpun aku harus melewati rumah kosong yang terdapat pohon beringin besar diluarnya. Disana aku merasa seperti ada sosok besar yang "menempel" kepadaku begitulah istilah mistis yang ku dengar. Ketika sampai di rumah aku segera menuju kamarku dan kebetulan ayahku sedang pergi memandu wisatawan di gunung. Aku segera mandi dengan kondisi pundak seperti dibebani benda berat. 

Setelah mandi aku segera makan dan pergi tidur. Ketika tidur aku bermimpi seperti berada di sebuah jalan di daerah pegunungan yang dimana berkabut tebal dan aku sendirian disana tanpa seorangpun. Hawa dingin pegunungan begitu menusuk dan mencekam, sayup-sayup aku mendengar suara seorang perempuan memanggil "ayolah kesini saja, aku dapat mengabulkan apapun yang kau inginkan". 

Kakiku seperti berjalan sendiri menuju sumber suara tersebut dan aku dapati sebuah rumah seperti pondok kumuh dengan dinding kayu rapuh. Kakiku bergerak masuk, didalam rumah aku dapati sebuah ruangan kosong tanpa penerangan kayu yang diakan rayap dan sebuah meja, kursi dan sebuah buku. Aku mendekati meja tersebut dan mengambil buku tersebut. Buku itu memiliki sampul berwarna merah yang terbuat dari kulit. 

Di lembar pertama tidak terdapat keanehan hanya sebuah tulisan berjudul "Kemarilah" aku membuka lembar demi lembar dan semuanya berisi aksara Jawa kuno. Ketika aku membuka lembar ke 7 aku melihat noda darah seperti terciprat darah ketika aku membuka lebar ke 8 aku melihat sebuah gambar sosok wanita cantik yang dari keterangan itu aku baca bahwa dirinya pernah menjadi tumbal sebuah upacara adat dan dia adalah satu-satunya anak perempuan yang mengikuti prosesi adat sama yang aku lakukan pada waktu itu. 

Pada lembar kesembilan aku melihat lembar kosong dan tiba-tiba terdapat tetesan darah yang menetes dari atas. Aku terkejut dan mundur perlahan, ketika aku menengadah ke atas aku melihat sosok perempuan di buku tersebut pada awalnya memang cantik jelita. Namun sepersekian detik kemudian sosoknya berubah menjadi kuntilanak merah. Wajahnya berubah dipenuhi luka bakar, kulit mengelupas, bibir tersayat dan bola matanya beruba menjadi merah. 

Badannya dipenuhi luka tusuk yang telah membusuk dan mengeluarkan belatung yang tentu saja berbau sangat busuk. Dirinya bergerak perlahan mendekatiku tangannya yang penuh luka terbuka seakan ingin menyentuhku, namun tiba-tiba dirinya berhenti dan meraung kencang dirinya seperti dibakar sesuatu, teriakannya sangat nyaring dan aku sampai harus menutup telinga ketika mendengarnya. Dan disaat itu juga aku terbangun dengan kondisi nafas terengah-engah. 

Di depan mataku aku melihat ayahku dan seorang kakek tua yang kuketahui bernama Ki Adman. Dirinya adalah seorang pertapa di gunung dan memiliki ilmu mistis yang sangat kuat. Ki Adman lah yang telah menyelamatkanku dan dirinya mengatakan bahwa apabila dia terlambat sedetik saja aku akan ikut bersama dengan Kuntilanak Merah tersebut dan tidak akan bisa keluar dari alam tersebut yang berarti sama saja dengan mati. Aku sangat ketakutan dan Ki Adman berkata bahwa aku ditempeli oleh sesosok mahluk bertubuh besar yang merupakan anak buah dari Kuntilanak Merah tersebut. 

Aku dituntun berdiri dan ikut dengan Ki Adman untuk bertapa di gunung agar mendapatkan ilmu agar tidak mengalami hal demikian. Aku memohon apakah tidak ada cara lain selain aku harus berinteraksi dengan mahluk dari alam lain demi mendapatkan bantuan agar aku tidak diganggu lagi. Namun tidak ada jalan lain hanya itu satu-satunya jalan agar aku bisa selamat. 

Aku akan pergi di hari kamis karena pada hari jumat merupakan jumat kliwon yang dimana menurut Primbon Jawa di hari tersebutlah para mahluk halus keluar ke alam yang sama dengan manusia untuk menyelesaikan apa yang belum mereka selesaikan di dunia. Karena baru hari senin selama beberapa hari aku selalu mengalami hal-hal yang tidak masuk akal. Bahkan dihari sebelum keberangkatanku aku mengalami mimpi yang dimana aku kembali didatangi oleh Kuntilanak Merah. 

Kali ini berbeda dirinya seperti berusaha untuk membunuhku karena diriku pernah hampir membunuhnya. Dimimpiku aku dicekik hingga hampir kehabisan nafas, kukunya yang tajam menekan leherku hingga berdarah beruntung kali ini aku kembali diselamatkan oleh Ki Adman. Dan aku merasa memang perlu untuk memiliki ilmu agar aku tidak diganggu lagi.

Hari keberangkatanku tiba aku segera pamit dan pergi mengikuti Ki Adman menuju gunung disana sudah disiapkan tempat yang tenang aku disuruh bertapa digunung tersebut dan Ki Adman berpesan satu hal, "Ojo gumunan, tetep eling lan waspada, wong golek pepadhang iku biasanya akeh sing nglangi" yang artinya jangan mudah tergoda barang baru, tetap ingat dan waspada, orang mencari terang itu biasanya banyak yang menghalangi aku sedikit bingung dan pasrah terhadap keadaan yang harus aku lalui. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun