Mohon tunggu...
Bimo Rafandha
Bimo Rafandha Mohon Tunggu... Programmer, Blogger - Blogger. Storyteller.

Pemintal kata di www.bimorafandha.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi, Erotis, dan Minat Baca Indonesia

17 Februari 2020   12:04 Diperbarui: 17 Februari 2020   12:17 2596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu pagi saya terusik dengan sebuah kiriman dari seorang teman di media sosial. Kiriman itu sederhana, hanya sekadar pengumuman pemenang lomba menulis novel yang diadakan oleh sebuah platform baca digital di Indonesia. Akan tetapi, yang bikin saya tergelitik adalah fakta bahwa beberapa judul yang jadi pemenang lomba tersebut membuat saya mengernyitkan dahi.

Coba tengok! Apa yang kalian baca dan pikirkan ketika melihat judul-judul di atas? Saya masih berbaik sangka. Seperti kata pepatah, jangan menilai buku dari cover judulnya saja, saya lantas mengunduh platform digital baca tersebut lalu mulai mencari naskah pemenang. Saya memilih judul 'Menikahi Pembantuku' dalam kategori Romantis/Kampus (Ada yang menulis Romantis/Remaja) sebagai bacaan awal saya. Alasan saya sederhana. Judul-judul di atas yang 'nyeleneh' sering saya saksikan jadi film televisi (ftv) di layar televisi saya. Rasanya seharusnya isinya juga bakal se-cringe itu kan?

Lihat Judulnya! Sumber Gambar: Pribadi
Lihat Judulnya! Sumber Gambar: Pribadi

Namun saya salah besar. Saya mendapati fakta bahwa cerita yang jadi juara kedua pilihan juri tersebut jauh dari apa yang saya kira. Secara singkat, novel ini bercerita tentang Ana---seorang siswa kelas 3 SMA yang terpaksa jadi pembantu sepasang suami istri yang menikah diam-diam. Selanjutnya, ketika sang istri melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri... Ana dan majikan laki-lakinya....

Ya, kalian bisa tebak apa kelanjutannya. Jika kalian terkejut, jangan dulu. Saya akan berikan kejutan-kejutan lain. Jika ini hanya sekadar 'kisah pelakor' biasa, saya mungkin tak akan seterkejut ini. Cerita-cerita ini, dibumbui oleh adegan-adegan erotis yang bikin bulu kuduk saya merinding! Lain lagi cerita tentang remaja yang melakukan hubungan badan di toilet sekolah. 

Cerita Ana.
Cerita Ana.

Katanya romantis--tangkapan layar pribadi
Katanya romantis--tangkapan layar pribadi

Saya memang sudah lama tidak berkecimpung kembali ke dalam dunia tulis-menulis fiksi, jadi saya tidak tahu banyak. Akan tetapi, selama saya absen tampaknya zaman telah berubah banyak. Dulu, untuk tulisan semacam ini hanya jadi bayang-bayang. Saya tahu cerita dengan genre erotis tersebut ada, namun tidak pernah jadi spotlight sampai diberi penghargaan segala. Sebagai penulis pun, boro-boro menulis demikian. Wong takut kena cekal.

Pendapat pembaca.
Pendapat pembaca.

Pendapat pembaca--tangkapan layar pribadi
Pendapat pembaca--tangkapan layar pribadi

Bukan, saya bukan protes tentang bacaan yang demikian. I'm totally find with that kind of stories. Yang saya sayangkan adalah mengapa cerita yang menang tersebut adalah cerita dengan banyak unsur erotis di dalamnya dengan tidak menyertakan rating pembaca sehingga dapat diakses siapa saja. Jika menilik komen-komennya bacaan tersebut malah jadi 'primadona'. Keputusan panitia untuk memberikan spotlight untuk tipe cerita demikian pun sangat saya sayangkan. Saya tidak tahu pertimbangannya apa, namun apa ini semua karena jumlah tayangannya saja?

Platform Baca Digital Gratis dan Literasi Indonesia

Ada beberapa survei yang selalu dipakai oleh Indonesia untuk menyatakan kemampuan minat baca orang Indonesia. Survei dari Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operatin and Development tahun 2015 menyebutkan Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara. Hal itu juga ditambah dari hasil survei Central Connecticut State University (CCSU) tahun 2016 yang menyebutkan peringkat Indonesia yaitu 60 dari 62! Bayangkan! Bahkan tingkat literasi kita kalah jauh dari negara tetangga.

Nah, mengenai hal itu, saya pernah membaca sebuah kalimat dari Kak Windy Ariestanty bahwa yang salah bukan minat baca Indonesia yang kurang melainkan akses untuk membacanya yang jarang. Mengenai hal itu, mulai muncul gerakan-gerakan literasi yang bertujuan untuk menjangkau lebih banyak akses bagi rakyat Indonesia untuk membaca sebut saja perpustakaan keliling hingga pesta buku beraneka rupa.

Tak hanya itu, di era digital saat ini pun kemudian muncul tren baru: platform baca digital. Dengan kemudahan teknologi yang dapat diakses siapa saja dan di mana saja lewat aplikasi maupun website melalui sambungan internet, platform baca digital ini jadi primadona baru. Platform baca ini mengeliminasi banyak proses penting dari pembaca dan penulis. Jika dulu bacaan hanya dapat diakses melalui buku atau tulisan di blog yang tidak terlalu nyaman dibaca, kini tinggal klik semua tersedia.

Eliminasi proses yang ada di penerbit itu mau tidak mau membuat bacaan yang tersedia di platform-platform tersebut tidak dapat di-filter. Semua orang bebas menulis apa saja. Pun dengan pembaca. Kebebasan akses ini ibarat dua mata pisau yang tak terpisahkan. Di satu sisi, kemudahan akses bagi pembaca dapat membuat orang-orang kembali gemar membaca dan menulis.

Di sisi lain, karena tidak melalui proses 'koreksi' yang biasa dilakukan oleh penerbit konvensional, maka cerita-cerita yang hadir tidak dapat terkontrol dengan akses untuk siapa saja. Termasuk cerita-cerita dengan unsur erangan dan desahan seperti di atas. Mirisnya cerita tersebut tidak diberikan rating sehingga saya lihat banyak remaja yang turut serta mengonsumsi ceritanya.

Selama ini, yang saya tahu cerita semacam itu hanya jadi cerita Grade-B yang hanya jadi bayang-bayang. Orang-orang sembunyi-sembunyi untuk membacanya sekaligus menulisnya. Dan ketika minggu kemarin saya melihat tulisan tersebut jadi pemenang, saya terkejut. Fakta lainnya, cerita para pemenang itu telah dibaca hingga 50 juta kali!

Beberapa hingga lebih dari 100 juta kali! Berarti cerita semacam itu memang banyak peminatnya meski kita tidak tahu dari kalangan mana saja. Yang saya takutkan, dengan diberikan spotlight sebagai pemenang, orang-orang akan berpikir cerita bagus hanya yang ada unsur ciuman saja padahal banyak yang lebih daripada itu.

Saya jadi berpikir, dengan fenomena di atas, apakah memang minat baca Indonesia telah bertambah atau memang masyarakat Indonesia senang cerita-cerita erotis saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun