Mohon tunggu...
Rafdiansyah  MHI
Rafdiansyah MHI Mohon Tunggu... Penulis - Penghulu Ahli Muda

Juara 1 Nanang Banjar Tahun 2004, Nanang Banjar Komunikatif 2003

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemeriksaan Nikah Sudah Saatnya Dilakukan di Pengadilan Agama (Sebuah Simulasi)?

24 Januari 2022   22:17 Diperbarui: 24 Januari 2022   22:18 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BINGUNG ? tidak usah bingung ya. Anggap saja kita sedang menyenamkan otak melemaskan syaraf, untuk rileks sejenak dengan ide yang sama sekali tidak tergambar sedikitpun pada benak kita. Judul artikel ini hanya mewacanakan dan memberi saran kepada Pengadilan Agama dibawah Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menambah satu kewenangannya lagi, yakni Pemeriksaan Nikah. 

Pada praktiknya saat ini,  yang dihadapi Penghulu, sebagai pegawai pencatat nikah (PPN) ketika menerima pendaftaran kehendak nikah oleh para calon pengantin (catin) di Kantor Urusan Agama (KUA) harus teliti dan menerima informasi dari semua sudut untuk diolah (tidak dikemas) dan dipertanggung jawabkan hasil penelitian terhadap pasangan catin kedalam berita acara yang dibuat sedemikian rupa menjadi Daftar Pemeriksaan Nikah (Form NB). Pekerjaan memeriksa ini pun langsung dilakukan ditempat, melakukan pemeriksaan dengan "rasa" penyidikan dan penyelidikan terhadap catin. 

Simulasi Penetapan Kehendak Nikah

Sebelum pelaksanaan hari akad nikah, ada sepuluh hari kerja yang menurut hemat penulis sebagai hari-hari yang menentukan. Apakah kehendak perkawinan diterima atau ditolak secara hukum dan administratif oleh pejabat KUA, atau dengan penetapan: diterima secara hukum tetapi tidak secara administratif, karena ada kekurangan syarat. Untuk menerima permohonan kehendak nikah pasangan tentu memuat dalil - dalil pertimbangan hukum yang kuat dan sejalan dengan Alquran, Hadis, UU dan regulasi. Namun adakalanya, dapat diterima secara administrasi tetapi tidak secara syariat (hukum islam), karena pasangan bermasalah.  

Lalu,  bagaimana bunyi penetapan hukum yang dikeluarkan oleh pejabat KUA, dan apa bentuk penyampaiannya? karena selama ini Penghulu/ PPN hanya kenal form daftar pemeriksaan nikah dan form penolakan secara administrasi, karena kekurangan syarat atau tidak memenuhi syarat kemudian dinyatakan ditolak oleh pejabat KUA. 

Tidak disebutkan, bahwa penolakan dengan surat tersebut sebagai produk hukum KUA, karena dianggap Penghulu / PPN bukan aparat penegak hukum, tetapi pegawai administrasi pencatat nikah, yang ditugaskan mengawasi pernikahan sejak puluhan tahun silam  ketika UU tentang NTCR tahun 1946 nomor 22 diterbitkan pemerintah. Dapat dilihat di pasal 1,2 dan 3 UU ini. 

Soal menerima (kabul) dan ditolak permohonan kehendak pernikahannya, dalam kacamata hukum berada pada zona kepastian hukum, ada nuansa hukum syariat yang melekat, ada ketetapan yang harus dijalankan, ada ketaatan terhadap hasil penetapan yang harus ditaati. Sederhananya, secara administrasi tuntutan untuk memeriksa dan meneliti yang dibebankan kepada Penghulu memiliki landasan hukum yang jelas dan terang, penghulu bekerja dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) dan regulasi diatasnya, termasuk mengawal Undang-Undang Perkawinan sebagai payung hukum tindakan. 

Namun, lebih dari sekadar pemenuhan administrasi, ada landasan hukum yang mengikat muslim mukallaf dari prosesi pencatatan pernikahan, yakni eksistensi dan aktualisasi syariat Islam yang bersifat ubudiyah. Tetapi sangat di sayangkan, finalisasi penetapan hukumnya, tidak  bermuara pada persidangan khusus bernuansa syariah yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan otoritas hukum sebagai pelaksana syariat islam. Mulailah dengan pertanyaan kecil, apakah Penghulu/PPN adalah aparat penegak hukum yang berflatform syariah atau terbatas sebagai pegawai pelaksana administrasi belaka.

Jadi, ketika ada permohonan kehendak nikah dari pasangan catin, tugas Penghulu memeriksa berkas administrasinya terlebih dahulu, tidak ada kegiatan pencatatan nikah jika tidak diperiksa, dan diantara pemeriksaan dan pencatatan terjalin relasi yang mengikat. Artinya, tidak ada pencatatan tanpa pemeriksaan. Sampai disini kita sepakat dan sependapat. Bahwa tiap ada permohonan kehendak nikah, secara administrasi harus beres, dengan demikian Penghulu bertindak sebagai pegawai pengawas administratif. 

Simulasi penetapan hukum dan pemeriksaan efektif oleh Majelis Penghulu

Pada fase awal, sudah mulai nampak, bahwa Penghulu memiliki kewenangan memeriksa administrasi, lantas bagaimana dengan penetapan hukumnya. Bukankah, Penghulu menetapkan permohonan kehendak nikah catin ini diterima dan atau bisa ditolak sebagai sesuatu yang bercorak penegakan hukum.  

Menetapkan hukum kehendak nikah pasangan dengan melewati proses pemeriksaan administrasi , kemudian pasangan diizinkan menikah tanpa dihadirkan pada majelis penetapan penghulu adalah sebuah keunikan budaya kerja tersendiri. Ketika administrasi itu sudah lolos kriteria, maka masalah selesai. 

Dalam hal sebagai pengawal administrasi pencatatan nikah muslim, kata tertib administrasi harus dinomor satukan dengan prosedur yang pasti. Mulai dari pendaftaran permohonan kehendak nikah, bisa dilakukan oleh pasangan secara mandiri secara daring (online di Simkah Web) atau langsung datang ke KUA dilakukan verifikasi data, jika cocok atau valid, maka masalah selesai. 

Dan faktanya, tidak sertamerta Penghulu berhadapan langsung dengan pasangan catin, justru yang harus dilewati adalah proses pendaftaran dan validasi berkas dan data, ada staf KUA yang memeriksa. Bahkan, soal berkas kehendak nikah ini, ada penghulu yang sama sekali kurang melakukan pemeriksaan. Hanya mengetahui jadual nikah dan siap menghadiri. Karena perkara administrasi dilakukan oleh para staf dan karyawan. Prosedur yang seperti inilah yang harus diperbaiki oleh KUA. Bisa dikuatirkan fungsi pemeriksaan efektif ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. 

Solusinya, harus menambahkan standar pelayanan pencatatan nikah dengan diawali proses pemeriksaan administrasi awal, untuk memenuhi persyaratan administratif memenuhi syarat regulasi dan proses pemeriksaan hukum atas kehendak pernikahan yang direncanakan yang dilakukan oleh Penghulu, setelah kedua tahapan proses pemeriksaan ini selesai, maka diuji kehadapan publik melalui proses pengumuman rencana nikah secara akuntabel dan bisa dipertanggung jawabkan, apabila tidak ada klaim atau keberatan dari masyarakat, maka akad nikah dapat dilangsungkan sesuai dengan jadual yang direncanakan. 

Jika ada yang keberatan, maka Penghulu berkesempatan memeriksa secara intensif untuk menetapkan apakah permohonan kehendak nikah diterima atau ditolak. Dengan melakukan penataan ulang prosedur layanan pencatatan nikah, maka peluang pernikahan yang dilakukan secara terburu-buru atau tanpa persiapan yang mantap tidak akan terjadi, bahkan Dispensasi Camat tidak diperlukan lagi, karena penghulu dengan majelis penghulunya memanggil dan menghadirkan pasangan catin dan wali yang menjadi terperiksa secara langsung, atau melalui perwakilan yang sah.

Pada bagian akhir dari musyawarah  majelis penghulu, lahirlah  produk hukum penghulu, berupa penetapan atas permohonan kehendak nikah. Penetapan diterimanya permohonan kehendak nikah pasangan catin ini diserahkan kepada pasangan pada hari penetapan yang sudah melewati proses uji publik, jika penetapannya diterima, maka tinggal menunggu pelaksanaan hari akad nikahnya yang dihadiri oleh Penghulu/ PPN.  

Jika ditolak, maka majelis penghulu menetapkan juga penolakan permohonan kehendak nikah tersebut. Permohonan kehendak nikah hanya bercorak voluntair, bukan contentiosa, ketika penghulu mendalami penyidikan dan penyelidikannya secara intensif. Berarti tugas-tugas mengawal syariah terlaksana dengan baik, berkat hadirnya penetapan yang mengikat dan berkapasitas hukum. 

Apabila simulasi diatas tidak dapat diperjuangkan oleh Penghulu sebagai aparatur hukum penegakan syariat islam, maka sudah selayaknya perkara permohonan penetapan kehendak nikah itu diserahkan sepenuhnya kepada Pengadilan Agama sebagai limpahan kewenangan baru dari KUA. Atau memberi icon penafsiran yang baru kepada pegawai pencatat nikah/penghulu sebagai aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan menetapkan permohonan kehendak nikah pasangan catin dengan menata kembali prosedur pelayanan pencatatan nikah. bila memungkinkan mengambil jalan lain yang lebih elegan, yakni melaksanakan judicial review terhadap UU di Mahkamah Konstitusi. tabik 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun