Mohon tunggu...
M RAEHANQALBI
M RAEHANQALBI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berproses

Berlomba-lomba dalam kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sekolah Botol

14 Juni 2021   21:41 Diperbarui: 14 Juni 2021   21:49 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

SEKOLAH BOTOL). Menjumpai kata ini mengingatkanku banyak hal tentang kenangan masa lalu, Tak usang di ingatanku ketika masa kecil. Demi meraup rupiah sebagai bekal berbelanja di sekolah.
Saat itu ketika mas penjual aneka plastik lewat depan rumah, kebetulan mas itu juga membeli barang bekas seperti bekas plastik mainan, bekas aki, bekas besi dan botol bekas.

Terkadang jika muncul sikap nakalku. Plastik usang yang tertempel rapi di dinding dapur rumahku dan botol kecap yang masih terisi minyak kelapa menjadi korban kenakalanku. Kuambil benda-benda itu tanpa permisi untuk kukonversikan menjadi rupiah. Tak jarang saya sering dapat marah karena tingkahku itu tapi bagiku apa pentingnya kemarahan itu. Justru kumenemukan keasyikan tersendiri dalam kemarahan. Kemarahan itu akan menjadi cerita lucu di kalangan temanku sebab temanku yang lain juga melakukan hal yang sama.

Bahkan suatu hari kami kompak mengambil semua botol yang masih terisi minyak di dapur rumah. Setelah kejadian itu. Ibu dan ibu dari teman-temanku menyimpan botol mereka dalam lemari yang berkunci. Botol itu ibarat benda paling berharga. Sahutku dalam hati,
"memangnya botol itu yang lahirkan adalah ibuku sampai-sampai dia sayang dengan botolnya ketimbang sayang kepada saya".

Bukankah dengan botol itu, kumenemukan bahagiaku ? bukankah bahagiaku adalah bahagia ibuku ?
Bagiku, botol tidak hanya menjadi benda sakral masa lalu yang sangat dekat denganku. Benda yang sangat dekat dengan kebahagiaanku. Kini botol pun menjadi benda terdekat denganku.

Botol sangat mudah dijumpai di era digital ini meski telah bermetamorfosa dalam bentuk yang lain. Sebut saja dalam dunia Fashion, dikenal istilah celana botol. Bagi kalangan "dunia malam" dijadikan istilah "Cuci botol". Botol itu memang identik dengan cairan. Tempat mengisi sesuatu yang kosong dan akan berpindah ke botol lain setelah penuh.

Bagiku, botol itu juga ibarat sekolah. Sama-sama menjadi wadah sumber kehidupan manusia. Jika botol adalah wadah untuk mengisi air sebagai kelangsungan hidup manusia. Sekolahpun demikian. Menjadi wadah mengisi pengetahuan manusia agar kelak bisa hidup mengaliri kehidupan itu sendiri.

Jika menengok sejarah. Pendidikan Eropa pada awal abad 16 hingga 19an. Paradigma pendidikan yang terbangun saat itu adalah peserta didik diibaratkan seperti botol kosong yang harus diisi. Paradigma ini banyak diadopsi oleh benua lain termasuk America.

Konsep ini mendapat gugatan dari beberapa kalangan pendidikan yang tak sepaham dengan cara pandang botol kosong. Satu dari sekian banyak tokoh pendidikan yang menolaknya adalah tokoh berkewarganegaraan Brasil yang lantang menyuarakan perlawanan. Dialah Paulo Freire.

Freire menjelaskan bahwa dalam sistem pendidikan yang diterapkan di negaranya, peserta didik tidak dilihat sebagai seorang yang dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai benda kosong seperti wadah untuk menampung sejumlah dalil pengetahuan.

Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam "wadah" itu, maka semakin baiklah gurunya. Karena itu semakin patuh wadah itu semakin baik. Jadi, Peserta didik hanya menghafal seluruh yang diceritakan oleh gurunya tanpa mengerti.

Peserta didik adalah obyek dan bukan subyek.
Pendidikan yang demikian itulah yang disebut oleh Freire sebagai pendidikan "gaya bank" sebab dalam proses belajar mengajar guru tidak memberikan pengertian kepada peserta didik, tetapi memindahkan sejumlah dalil atau rumusan kepada peserta didik untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk yang sama jika diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun