Di rumah ini, ada satu ruangan yang tidak dapat diakses oleh sembarang orang. Hanya Eyang Papi, Ibu, dan aku. Aku pun dapat memasukinya jika diminta oleh Eyang Papi saja. Ruangan itu adalah tempat penyimpanan kekayaan benda keluarga ini.
Ruangan tersebut berada di antara perpustakaan dan kamar Eyang. Tak sembarang orang bisa masuk ke dalam sana. Pintu penyambung sekaligus satu-satunya akses ke sana berada di kamar Eyang Papi, dilengkapi dengan smart door lock yang sandinya hanya diketahui oleh kami bertiga. Pintu itu juga ditutupi cermin besar yang dapat bergeser sehingga orang yang masuk ke dalam kamar Eyang tidak akan mengira keberadaannya.
Jika membicarakan ruangan itu, Eyang, Ibu, dan aku menyebutnya 'ruang kerja Eyang,' sehingga orang-orang---termasuk para pekerja di rumah ini---akan mengira ruangan yang dimaksud adalah ruang kerja Eyang di lantai satu yang diketahui oleh mereka.
Aku pernah masuk ke sana untuk membantu Eyang Papi menata atau membersihkan barang-barang antik miliknya: replika kapal-kapal Inggris, Spanyol, dan Jerman dari kayu rosewood. Kutangkap memang ruangan itu sepantasnya disebut ruang koleksi. Dindingnya dipenuhi lukisan dan pajangan-pajangan aneh---kepala banteng, rusa, singa, sampai serigala, entah asli atau hasil dari taxidermy---aku tidak tahu.
Juga pada salah satu sisi ruangan, terdapat sebuah rak yang dirancang menyatu dengan dinding, hidden cabinet, yang difungsikan untuk menyimpan manuskrip silsilah keluarga Eyang Papi dan keluarga Eyang Mama: nama-nama leluhur, tanggal lahir, pernikahan, kematian; serta ada catatan tentang cerita-cerita nenek moyang mereka---seperti catatan pribadi leluhur yang memiliki nilai masa lalu yang ingin dijaga oleh Eyang Papi. Tak tertinggal dokumen penting seperti surat tanah, surat wasiat, surat kepemilikan perusahaan, surat kepemilikan properti, dan lain-lain yang disimpan dengan rapi di dalam sana.
Di sisi lain ruangan juga bertengger safe deposit box---brankas besar untuk menyimpan barang berharga---yang menjadi tempat penyimpanan emas batangan serta koin emas asli: Gouden Tientje cetakan 1912 bergambar Ratu Wilhemina dan lambang kerajaan Belanda bertuliskan "God Zij Met Ons" yang berarti "Tuhan Bersama Kita." Tidak tahu aku berapa jumlah pasti emas batangan dan koin-koin itu, hanya pernah melihat Eyang Papi membuka salah satu box-nya. Tetapi insting-ku berkata bahwa setiap kotak yang tersedia pada safe deposit box memang didedikasikan sebagai rumah bagi mereka.
Jika berkaca dari garis keturunan keluarga ini, dimana orangtua Eyang Papi dan Eyang Mama diceritakan memang cukup dekat, jadi kuperkirakan kekayaan kedua pihak keluarga diwariskan kepada David dan Sophie yang merupakan anak tunggal dari pasangan Basuki dan Meijer.
Persis di bagian tengah ruangan, berdiri secara melingkar rak-rak kaca besar dan sedang, beberapa dengan manekin leher, manekin tangan, beberapa dengan bantalan empuk, sebagai tempat bersemayamnya perhiasan logam mulia: kalung, gelang, dan cincin berjejer dalam beragam bentuk dan warna yang menyilaukan.
Beberapa bentuk perhiasan yang menarik perhatianku antara lain: The Harmony, kalung emas berukuran cukup besar dengan motif rumit, seperti kalung-kalung yang dipakai perempuan kerajaan India, dihiasi batuan berwarna merah berkilau-kilau. Aurora Drops, sepasang anting besar dengan kecantikan siang dan malam, berwarna campuran ungu, merah, biru, dan sedikit kehijauan, bisa berubah-rubah warnanya ketika dilihat dari sudut dan pencahayaan yang berbeda karena memiliki efek pleokroisme dan kromatisme, bukan main, wajib kutengok bila melewati batuan Alexandrite itu.
Lalu di sampingnya, terpajang sebuah kalung yang tersusun dari berlian dan pada masing-masing jaraknya tergantung batu-batu zamrud, ck ck, setiap melihatnya aku bertanya-tanya dalam benak, ini kah perhiasan yang biasa dipakai oleh ratu-ratu kerajaan Inggris, Denmark, dan Persia itu?
Saking tak menyangka, pertama kali aku diajak ke dalam ruangan dulu, langsung kuungkapkan penasaranku pada Eyang Papi.
"Eyang, dari mana semua perhiasan ini? milik keluarga Eyang?" Kutanya begitu karena kutahu kalau selain perhiasan---alias barang-barang aneh yang ada di sana---sudah pasti miliknya.
"Ya, campuran. Tapi lebih banyak dari keluarga Eyang Mama."
Mataku membesar saat kudapati sebuah benda tak asing: cincin emas dengan batu merah muda yang sering Ibu kenakan di hari ulang tahunnya, berketerangan: Padparadscha Sapphire.
"Itu milik Ibu Eyang Mama. Memang beberapa kali dipakai Ibumu," tutur Eyang Papi, seolah tahu arti tatapanku. "Harganya tiga kali lipat safir biasa. Sangat jernih dan langka, makanya Eyang simpan di sini saja. Aku takut kualat kalau hilang."
Aku terkekeh dan mangut-mangut. Eyang ini memang kolot sekali, asal kalian tahu. Ah, aku tak membayangkan bagaimana lengkapnya isi kepalanya. Melihat perilakunya yang satu itu saja sudah membuatku rungsing. Tapi entah apakah karena kekolotannya itu, ia mendapatkan garis kehidupan yang sangat bejo. Bukan main, hal-hal begini cukup mengganggu pikiranku.
Sebenarnya, jujur saja... terkadang aku merasa 'tidak pantas' menjadi bagian dari keluarga ini. Entahlah, meski Ibu selalu meyakinkan, menegaskan, bahwa aku adalah anaknya, bahwa aku adalah bagian dari keluarga ini seutuhnya, tetapi jauh dalam lubuk hatiku, batinku, ada jarak yang membentang antara aku dengan keluarga ini.
Aku mulai mampu melihat keluarga ini dari pandangan orang 'luar.' Rosana Basuki, putri satu-satunya pebisnis kaya David Basuki. Seorang seniman berbakat dan ayah yang suka mengoleksi benda-benda aneh. Mereka tidak memiliki sanak keluarga lain, mereka juga tidak terobsesi untuk menambah keturunan. Entah apa alasannya.
Dan ada satu hal yang selalu mengusik dan menghantuiku, yang mungkin ada kaitannya dengan hal itu. Eyang pernah bilang kalau ia memiliki keyakinan yang kuat, ceritanya bahwa kenalannya pernah meramalkan kalau keluarga Basuki akan memiliki anggota keluarga di luar hubungan darah yang akan mewarisi dan menjaga keluarga ini lebih baik dibanding siapa pun anggota keluarga ini sendiri. Dan memang tidak ditunjukkan secara eksplisit, tapi aku tahu betul bahwa ia benar-benar mempercayai yang dimaksud oleh peramal itu... adalah aku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI