Dari agama manapun, latar belakang apapun, ketika Tahun Baru Imlek nggak afdol rasanya kalau keluarga nggak kumpul. Makan bersama, sama persis seperti ketika kita pulang kampung merayakan Lebaran. Dan untuk yang masih bujangan, pertanyaan horor "mana pacarnya?" akan selalu menghantui tiap tahun.
Bangga dengan Budaya Peranakan
Peranakan adalah hasil akulturasi budaya orang Tiongkok perantauan di Singapura-Malaysia-Indonesia dengan budaya lokal. Hal ini tak lain karena dahulu kala orang Tiongkok perantauan di Asia Tenggara adalah "pendatang".
Mereka datang untuk berdagang, berniaga, dan terkadang sulit untuk memajukan bisnisnya karena terkendala budaya dan bahasa setempat. Oleh sebab itu, banyak orang Tiongkok perantauan (sebut saja Tionghoa Singapura) dulu menikah dengan orang lokal. Untuk orang dari ras Melayu sendiri, pada umumnya mereka menikah dengan orang-orang etnis Jawa. Jangan salah, di Singapura dulu ada yang namanya Kampung Jawa yang isinya orang-orang Jawa perantauan di Singapura. Karena pada umumnya orang Jawa lebih "fleksibel" untuk urusan budaya, dibanding orang etnis Melayu yang lebih kaku dengan budaya Islamnya. Hingga akhirnya, kebaya diadopsi menjadi pakaian resmi peranakan perempuan.
Makanan asli peranakan (dan ini sebabnya aku simpulkan peranakan Tionghoa Singapura ini lebih ke "Njawani" daripada "Melayu" secara etnis) ya satu contohnya Ayam Buah Keluwak. Perlu dicatat bahwa buah Keluwak ini dibawa orang Jawa ketika migrasi ke Singapura, dan bahan ini diadopsi oleh orang Tionghoa Singapura di dalam masakannya. Hingga hari ini, Singapura dan Malaysia tidak mampu menanam sendiri buah Keluwak, karena iklimnya hanya cocok ditanam di pulau Jawa saja (ini yang saya tahu).
Tidak hanya akulturasi budaya dengan masyarakat Melayu, orang Tionghoa Singapura juga menikah dengan orang-orang India perantauan hingga disebut istilahnya Chetty Peranakan. Banyak orang terkadang juga bingung, ketika orang Tionghoa Singapura menikah dengan orang India, anak-anaknya berwajah dan berwarna kulit mirip orang Melayu. Dan disinilah uniknya Budaya Peranakan di Singapura.
Kalau kalian penasaran, bisa mengunjungi Musium Peranakan di Singapura.
Orang Tionghoa Singapura yang Sudah Uzur, Fasih berbahasa Melayu saja diluar Mandarin
Kalau kalian pengen berkawan dengan orang Tionghoa Singapura yang sudah uzur, kalian bisa mulai berbahasa Melayu atau Indonesia. Umumnya generasi yang lebih tua bisa berbahasa Melayu tapi tidak fasih berbahasa Inggris. Beda dengan generasi muda yang lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan Melayu.
Cara Berkawan dengan orang Tionghoa Singapura
Kalau kalian orang Indonesia mau berkawan dengan mereka, simpel saja. Jagalah pikiran untuk tetap terbuka dan positif dengan segala pertanyaan dari mereka. Pada umumnya, orang Tionghoa Singapura "pendiam" jika kalian kebetulan tinggal di Singapura dan bertetangga dengan mereka. Kalau untuk kita, janganlah mencibir mereka dengan kata "kok sombong-sombong ya?". Tetapi pada dasarnya, mereka terbiasa untuk tidak mencampuri urusan orang lain atau bahkan sok akrab.
Buatku, kita bisa saling sapa atau senyum sebagai awal pembuka. Hingga nantinya saling sapa dan akhirnya saling berbagi kue di saat mereka merayakan tahun baru. Mereka sangat bersahabat dan terbuka!
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat. Kita semua sama kok, mau Jawa, Tionghoa, Indonesia, Singapura, sama-sama manusia tidur di atas bumi dan buang air di planet yang sama.