Â
Â
                                                         AKIBAT-AKIBAT DOSA
      Salah satu hal yang tetap ditekan di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ialah bahwa dosa merupakan masalah yang sangat serius dengan akibat-akibat yang sangat serius pula. Akibat dosa mempunyai berbagai dimensi. Ada pengaruh terhadap hubungan orang berdosa dengan Allah dan sesamanya manusia. Dan dosa juga mempengaruhi diri si pendosa itu sendiri. Beberapa akibat dosa dapat disebut sebagai " akibat-akibat yang wajar" yang maksud nya adalah bahwa akibat tersebut timbul dari dosa itu dalam urutan sebab akibat yang otomatis. Akibat yang lain secara khusus di tetapkan dan diatur oleh Allah sebagai hukuman atas dosa manusia.
- Akibat-akibat yang Mempengaruhi Hubungan Dengan Allah
Dosa menghasilkan perubahan yang segera dalam hubungan Adam dan Hawa dengan Allah. Hubungan Adam dan Hawa sebelumnya berhubungan akrab dengan Allah, mereka percaya kepada-Nya serta menaati-Nya, dan berlandaskan pada Kejadian 3:8 dapat disimpulkan bahwa mereka biasanya bersekutu dengan Allah, Allah mengasihi mereka serta menyediakan segala keperluan mereka, juga dalam Yoh 15:15 tentang persahabatan yang disebut Yesus. Namun, kini semua berubah sebagai akibat dari perbuatan mereka melanggar kepercayaan dan perintah Allah, dan menempatkan diri pada sisi yang salah. Â Bukan Allah yang berubah atau berpindah melainkan Adam dan Hawa.
- Tidak Diperkenankan Allah
- Dalam dua contoh di PL, dikatakan bahwa Allah membenci Israel yang berdosa. Dalam Hosea 9:15 "Segala kejahatan mereka.....". pernyataan ini sangat tegas, bahwa Allah sebenarnya mengatakan bahwa Dia mulai membenci Israel serta tidak akan ada lagi mengasihi mereka. Sikap yang sama juga yang terungkap dalam Yeremia 12:8. Dalam dua kasus yang lain dikatakan bahwa Allah membenci orang fasik (Maz 5:5; 11:5). Allah juga membenci kejahatan (Ams 6:16-17; Zak 8:17). Tetapi kebencian Allah juga bukan kebencian sepihak, orang fasik juga membenci Allah (Kel 20:5; Ul 7:10) dan mereka juga membenci orang benar (Maz 18:40; 69:4; Ams 29:10).  Dalam ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah membenci orang jahat,  jelaslah bahwa hal itu telah dilakukan-Nya  karena mereka membeci Dia dan sudah melaksanakan kejahatan mereka.
- Ketika kita melakukan perbuatan-perbuatan yang berdosa, kitalah yang memasuki kawasan ketiadaan perkenan Allah. Dalam kasus Adam dan Hawa, pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu terlarang. Mereka sudah diberitahu mengenai tanggapan Allah seandainya mereka memakan buah pohon itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mereka memilih untuk menjadi musuh Allah, untuk memasuki kawasan pencelaan-Nya.
- Perseteruan terhadap Allah mengakibatkan hal-hal yang menyedihkan bagi Adam dan Hawa, dan demikian pula bagi kita dewasa ini bilamana kita, sekalipun sudah tahu dan paham akan hukum Tuhan, masih juga berbuat dosa. Dalam kasus Adam dan Hawa kepercayaan, kasih, hubungan keakraban berubah menjadi ketakutan, serta usaha untuk mengelak Allah. Sebagaimana hal dengan Adam dan Hawa, akibat dosa, orang percaya akan penghakiman Allah, ialah bahwa Allah mulai ditakuti dan dijauhi. Allah bukan lagi sahabat manusia yang terbaik dan terakrab, kini Dia dengan sengaja dijauhi. Sekalipun Allah jarang sekali dikatakan bahwa Allah membenci orang. Tetapi yang dipakai yaitu: bahwa Allah murka kepada mereka.
- Terdapat berbagia istilah ibrani yang menggambarkan kemarahan Allah. Istilah "anaph" semula berarti "mendengus". Istilah ini sangat mengena dan konkret karena menyampaikan ungkapan kemarahan secara jasmaniah. Kata kerja ini dipakai untuk menunjukkan kepada kemarahan Allah (Ul. 1:37; Yes 12:1) atau kemarahan dia yang diurapi-Nya (Mzm 2:1-2). Kemarahan Allah digambarkan sebagai api yang akan membakar habis umat Israel. Kata Ibrani lainnnya "charah" dan "yacham" menunjukkan pengertian panas. Kata kerja istilah yang pertama sering diterjemahkan sebagai "menyala", seperti dalam Mzm 106:40, "Maka menyalah murka Tuhan terhadap umat-Nya". Bentuk kata bendanya sering diterjemahkan sebagai "murka" (yang dahsyat) atau "kedahsyatan". Bentuk nominal dari istilah kedua secara tepat diterjemahkan sebagai "murka" Â seperti dalam Yeremia 4:4, "supaya jangan murka-Ku mengamuk seperti api, dan menyala-nyala dengan tidak ada yang memadamkan, oleh karena perbutan-perbuatan yang jahat.
- Dalam PB berbuat dosa berarti menjadikan dirinya sebagai musuh Allah. Dalam Roma 8:7 dan Kolose 1:21 Paulus menggambarkan pikiran yang terkait dengan daging sebagai "pershabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah". Namun, Allah bukan musuh siapapun juga, Allah mengasihi semuanya serta tidak membenci siapa-siapa. Sekalipun Allah bukan musuh orang berdosa dan Dia juga tidak membenci mereka, namun juga jelas sekali bahwa Allah bisa marah terhadap dosa. Kedua kata yang mengungkapkan hal ini paling jelas adalah "" dan "" (kemarahan, murka). Kedua kata ini bukan hanya merujuk reaksi Allah yang sekarang terhadap dosa, tetapi juga mengusulkan berbagai perkataan ilahi tertentu yang akan datang. Dalam Roma 1:18 mengajarkan bahwa "murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman". Roma 2:5 berbicara mengenai hal "menimbun" murka hingga hari penghakiman; dan Roma 9:22 mencatat bahwa Allah, "menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan. Gambaran di dalam semua ayat ini bahwa murka Allah ialah suatu kenyataan yang sangat nyata dan kini, tetapi belum dinyatakan sepenuhnya atau diwujudkan dalam tindakan sampai pada masa yang akan datang.
- Dari pembahasan ini jelas bahwa Allah tidak berkenan kepada dosa, dan bahwa sesungguhnya membangkitkan murka dan ketidaksenangan Alllah. Namun, ada dua hal ynag perlu kita ketahui yaitu: yang pertama bahwa Allah tidak memilih untuk merasa marah. Yang kedua yaitu: bahwa kita tidak boleh menganggap murka Allah itu bersifat emosional.
- Kesalahan
- Akibat lain dari dosa kita yang mempengaruhi hubungan kita dengan Allah ialah kesalahan. Kesalahan yang dimaksud dalam hal ini, ialah keadaan objektif yang telah melanggar niat Allah bagi manusia, sehingga ia dapat dikenakan hukuman. Dua kata yang mendefinisikan kesalahan orang tentang dosa, yaitu: "buruk" dan "salah". Kita tidak memandang dosa itu berdasarkan pengertian estetika, melainkan berdasarkan pengertian umum, ada dua pandangan berdasarkan pengertia umum., yaitu: hal yang baik dianggap sebagai hal yang baik, harmonis, menarik, yang menimbulkan rasa sayang sedangkan yang jahat dipandang sebagai tidak harmonis, kacau, jelek, dan menjijikkan. Dalam memakai istilah yang kedua yang dipakai ialah pengertian hukum. Hal yang benar adalah sesuai dengan ketetapan hukum, sedangkan yang salah adalah semua penyimpangan dari hukum tersebut.
- Penghukuman
- Dalam Roma 12:19 dan Ibrani 10:30 "pembalasan adalah hak-Ku, Akulah yang akan menuntut pembalasan". Dalam surat Roma maksud Paulus adalah menghalangi jemaat dari tindakan membalas kejahatan yang dilakukan terhadap mereka. Allah adalah Allah yang adil, sehingga dengan sendirinya kesalahan tidak akan dibiarkan begitu saja. Penghukuman dilakukan untuk menyakinkan orang berdosa akan kesalahannya serta berbalik kembali ke jalan yang benar. Â Mzm 107:10-16 menunjukkan bahwa Tuhan telah menghukum Israel atas dosa-dosa mereka dan sebagai akibatnya mereka berpaling dari perbuatan salah mereka, setidak-tidaknya untuk sementara waktu.
- Dalam PL bahkan ada sedikit unsur penyucian dosa melalui hukuman. Kenyataan ini tampaknya tersirat dalam Yesaya 10:20-21, Asyur akan dipakai Allah untuk menghukum umat-Nya, di mana melalui penghukuman Allah kepada mereka, bangsa Israel akan makin bersandar kepada Allah. "suatu sisa akan kembali, sisa Yakub akan bertobat di hadapan Allah yang perkasa".
- Dalam pandangan Kristen, urutan dosa-hukuman dapat disela oleh pertobatan dan pengampunan dosa; sedangkan kematian membebaskan manusia dari pengaruh- pengaruh dosa yang sementara.
- Kematian
- Akibat dosa yang paling jelas adalah kematian. Dalam Roma 6:23 "upah dosa ialah maut". Maksud Paulus ialah bahwa sebagaimana upah merupakan imbalan yang pantas untuk suatu tindakan, demikianlah kematian merupakan imbalan yang tepat bagi perbuatan kita. kematian yang memang merupakan upah yang sangat wajar ini memiliki berbagia aspek: kematian fisik, kematian rohaniah, dan kematian kekal.
- Kematian fisik, kefanaan semua manusia merupakan kenyataan dan kebenaran yang jelas diajarkan dalam Alkitab. Ibr 9:27 mengatakan, "sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi". Dalam dosa Rom 5:12 Paulus menghubungkan kematian dengan dosa asali Adam. Sekalipun kematian memasuki dunia lewat dosa Adam, kematian tersebut menyebar ke semua manusia karena semua orang berbuat dosa.
- Ada dua golongan yang memberi anggapan tentang kematia fisik, yaitu: golongan Calvinis, kelompok ini mengambil anggapan yang negatif, serta mengajukan bahwa kematian langsung berlaku pada saat kutukan diberlakukan (Kej 3:19). Menurut paham Pelagius, Â manusia diciptakan fana. Sebagaimana segala sesuatu dilingkunagn kita cepat atau lambat akan mati, demikian pula halnya dengan manusia. kematian jasmaniah merupakan bagian dari diri manusia sejak awal-mulanya.
- Sebagai kesimpulan sejak semula kematian merupakan suatu kemungkinan di dalam ciptaan Allah. Namun kemungkinan hidup kekal juga ada.
- Kematian Rohaniah. Kematian rohaniah merupakan pemisahan seluruh diri seseorang dari Allah. Â Allah yang kudus secara sempurna sama sekali tidak dapat memandang dosa atau membiarkan kehadiran dosa. Hakikat dari kematian rohani seperti dalam kasus Adam dan Hawa. Peringatan bahwa pada saat mereka memakan buah terlarang itu mereka akan mati tidaklah berarti bahwa mereka akan langsung mengalami kematian jasmaniah. Yang dimaksudkan, bahwa potensi kematian kini menjadi aktual. Peringatan tersebut juga berarti kematian rohaniah, yaitu terputusnya hubungan di antara manusia dengan Allah. Â Dosa mengakibatkan keterasingan dari Allah. Inilah upah dosa yang dimaksudkan Paulus dalam Roma 6: 23.
- Kematian kekal. Kematian kekal merupakan puncak dari kematian rohani. Apabila seseorang mengalami kematian secara jasmaniah sementara ia masih mati secara rohaniah, terpisah dari Allah, maka kematian itu menjadi permanen.  Kematian kekal adalah keterpisahan degan Allah secara kualitatif  berbeda dengan kematian jasmaniah dan bersifat kekal. Pada penghakiman terakhir orang-orang yang menghadapi penghakiman Allah akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: orang yang dinyatakan benar akan memasuki hidup yang kekal (Mat 25:34-40, 46b). Orang yang dinyatakan bersalah akan memasuki penghukuman kekal di dalam api yang kekal (ay. 41-46b). Dalam Wahyu 20, Yohanes berbicara tentang "kematian yang kedua". Kematian yang pertama adalah kematian jasmaniah. Sekalipun semua orang pada akhirnya mengalami kematian pertama, persoalannya adalah apakah setiap orang telah mengalahkan kematian kedua. Orang yang mengalami bagian dalam kebangkitan pertama disebut sebagai "berbahagia dan kudus". Kematian kedua tidak berkuasa lagi atas mereka (ay.
 Akibatnya pada orang berdosaÂ
      Perbudakan
      Sekalipun akibat utama dari dosa adalah pada hubungan kita dengan Allah, pentinglah juga  kita dimensi-dimensi lain yang dipengaruhi oleh dosa.  Salah satunya ialah kekuatan dosa untuk  memperbudak. Dosa  menjadi kebiasaan yang mandarah daging dan bahkan dapat membuat orang kecanduan. Dosa yang satu mendatang dosa yang lain. contohnya, setelah membunuh Habel, Kain merasa terpaksa berbohong ketika Allah bertanya dimana adiknya.  Kadang-kadang dosa lebih besar diperlukan untuk menutupi  dosa yang lebih kecil.
     Lari dari kenyataanÂ
      Dosa juga membuat manusia tidak mau menghadapi kenyataan. Dimensi-dimensi hidup yang  begitu keras dan khususnya akibat-akibat dosa, tidak dihadapi secara realistis. Khususnya, masyarakat tidak bersedia untuk memikirkan bahwa cepat akan lambat setiap orang akan mati (Ibr. 9:27). Salah satu cara untuk mengelak ini adalah dengan menggunakan bahasa yang positif.
      Manyangkal Dosa
- Istialh menyangkal dosa diganti dengan tidak mengakui dosa. Karl Meningger menulis sebuah buku khusus tentang hal ini, Whatever Become of Sin? Menyangkal adanya dosa merupakan sebuah cara untuk meniadakan kesadaran yang menyakitkan dari pelanggaran kita. Cara lain yang sering dipergunakan ialah mengakui kesalahan perbuatan kita, tetapi menolak untuk bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Seperti halnya Adam dan Hawa ketika mereka memakan buah pohon larangan. Berusaha mengalihkan tanggung jawab dari diri sendiri adalah usaha yang biasa dilakukan orang.
- Menipu diri
- Menipu diri merupakan persoalan yang mendasari penyangkalan kita. Yeremia menulis, "betapa liciknya hati (tidak jujur), lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu; siapakah dapat mengetahuinya?" (17:9). Orang munafik juga yang sering disebut Yesus mungkin sudah berusaha menipu diri mereka sendiri sebelum mereka menipu orang lain.