Hari itu hujan deras. Lila terburu-buru menyeberang jalan, memeluk bukunya erat-erat. Tiba-tiba, sebuah payung merah terbuka di atas kepalanya.Pemiliknya, seorang pemuda berjaket abu-abu, tersenyum canggung. "Kelihatan kamu butuh ini," katanya.Mereka berjalan bersama, berbagi payung yang terlalu kecil untuk berdua. Di bawah hujan dan aroma tanah basah, percakapan sederhana mengalir. Namanya Damar. Ia suka kopi hitam, buku puisi, dan... hujan.
Sejak hari itu, payung merah itu bukan lagi sekadar benda. Ia menjadi awal sebuah kisah yang diam-diam tumbuh, seperti hujan yang menyuburkan tanah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI