Mohon tunggu...
Radief Ramadhana
Radief Ramadhana Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulislah sebelum semua tulisan-tulisan itu dilarang bahkan dibredel, opinimu akan terasa kuat jika disamapikan dalam bentuk tulisan. Karena, jika haya berbentuk orasi saja, akan ibarat sayur tanpa garam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gugatan Presidential Thereshold PKS Ditolak, Siap-siap Polarisasi Terulang Kembali?

29 September 2022   20:16 Diperbarui: 29 September 2022   20:22 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini saya mengetahui jika Presidential Thereshold 20% yang digugat oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ditolak Mahkamah Konstitusi.  Sebagai pendukung sekaligus simpatisan PKS, saya tentu kecewa. Ya wajar! Apalagi jika PKS menggugat Presidential Thereshold dengan alasan yang sangat ilmiah. Salah satunya ialah, memulihkan keharmonisan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah terbelah pasca dua Pemilihan Presiden yang lalu. Tentu alasannya sangat bisa diterima bukan? Jelas saja! Secara fakta, penyebab persatuan dan persaudaraan antar sesama anak bangsa rusak itu karena polarisasi politik dan bukan karena politisasi agama. Siapa aktor dari Polarisasi Politik? Sudah jelas mereka-mereka para Buzzer pemecahbelah bangsa ini seperti Denny Siregar, Ade Armando, Abu Janda, Eko Kuntadhi, Habib Zein 'Kribo' Assegaf, Yusuf Muhammad, Habib Think dan kawanannya beserta para pengikut setianya. Sudah pasti, tugas mereka ialah menggiring opini publik dengan segala cara untuk menjatuhkan lawan politiknya

Pernah saya memiliki seorang kawan lama saya, sebut saja namanya namanya Fero (nama samaran) dia adalah pendukung Jokowi pada Pemilihan Presiden 2019 lalu. Dan apa yang ia lakukan ialah, membela mati-matian calon yang ia dukung pada waktu itu, sampai-sampai timeline twitternya sering membagikan status dari Denny Siregar cs. Isinya, sudah jangan ditanya pasti cuma sindiran buat lawan politiknya. Sampai suatu ketika dia meretweet tweet yang menyerang bahkan menghina kebijakan PKS pada Kampanye Pemilu 2019 yang akan menghapuskan Pajak Kendaraan Bermotor dan SIM Gratis Seumur Hidup. Yang kemudian, saya berdebat hebat dengan kawan lama saya itu. Sampai suatu hari kemudian, saya dibully oleh kawanannya yang sebagian besar adalah Fans JKT48 bahkan ada oknum kelompok Fanbase JKT48 Surabaya yang berafiliasi politik pada Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ikut campur dalam hal ini. Sebagai informasi, saya dan Fero ini adalah penggemar JKT48. Dari situ sampai saya berfikiran kalau berfikiran kalau hampir seluruh Fans JKT48 di Surabaya adalah salah satu pendukung dari Partai Politik yang mengusung Jokowi dan KH Ma'ruf Amin pada Pemilihan Presiden 2019 lalu. Dari situ saya berseteru dengan Fero, sampai akhirnya pada puncaknya yakni pada Peristiwa Kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang mengakibatkan sebagian wilayah Jakarta lumpuh dan adanya pembatasan Internet. Fero marah kepada saya bukan main! dia memfitnah saya kalau saya dan kelompoknya yang membuat Ibukota menjadi lumpuh, Internet mengalami pembatasan dan batalnya pertunjukan Teater JKT48 karena insiden pada waktu itu. Kesabaran saya menghadapi Fero tampaknya sudah berada dalam puncaknya. Saya pun berniat membalasnya secara keras, namun saya berusaha menahannya karena momen itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan dan saya sedang menyusun Skripsi, dengan berat hati saya memblokir seluruh akun sosial Media miliknya. 

Ketika lebaran tiba, saya meng-unblock sebagian akun Sosial Media miliknya untuk mengucapkan selamat Idul Fitri dan meminta maaf atas segala kesalahan saya kepadanya melalu WhatsApp pribadinya. Namun apa responnya? dia juga saling memaafkan dan mengucapka selamat Idul Fitri diakhir ucapan dia mengatakan "Semoga Pak Bowo dan PKS gak butthurt ya kalau Pak Jokowi menang. Lagian PKS kagak pantes menang lah" kata Fero melalui pesan WhatsApp nya pada waktu itu. Dalam hati, saya membatin "bisa-bisanya ya, momen lebaran masih aja mainin isu Politik gini" sambil menahan marah. Selesai disitu? Tidak! Ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan Prabowo-Sandiaga yang akhirnya mengukuhkan kemenangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin dia malah membully saya kembali, saya malas meresponnya karena sudah biasa. Mau tau yang lebih konyol? ketika Rekonsiliasi Nasional antara kubu Jokowi dan Prabowo yang ditandai bertemunya Prabowo Subianto dengan Joko Widodo dalam kereta MRT pada 13 Juli 2019 lalu. Dia sangat terpelatuk dan butthurt melihat jagoannya akhirnya bersatu dengan orang yang ia hina selama ini. Terlebih dia terkejut ketika Prabowo Subianto siap membantu jalannya Pemerintahan Jokowi pada Periode Keduanya ini. Sekian lama tak berjumpa, akhirnya saya dan Fero kembali terhubung sejenak meskipun jarang dan hanya saling sapa melalui WhatsApp chat saja. dia pernah menyatakan agak kecewa dengan Pemerintahan Jokowi yang sekarang dan dulu ia bela mati-matian ia mengatakan masalah bangsa ini makin amburadul setelah Polarisasi itu, banyak temannya yang menjauhinya karena kefanatikannya yang berlebihan bahkan dia merasa dirugikan dari apa yang ia perbuat salahsatunya terputusnya Silaturrahim dengan sebagian anggota Keluarganya yang dulu berada lawan politiknya

Dari kejadian diatas dapat disimpulkan kalau, bahayanya polariasi politik bukan hanya merusak persaudaraan dan persatuan bangsa saja. Tetapi hubungan kekeluargaan atara keluarga dan saudara bisa saja menjadi jauh dan terputus bahkan Silaturrahim dengan sanak saudara bahkan hubungan pertemanan bisa rusak. Sudah saatnya nanti di 2024 kejadian miris diatas tidak terulang kembal. Apalagi, bangsa ini sudah diuji Persatuan dan Persaudaraannya ketika mengalami serangan Pandemi COVID-19 yang mana Pandemi ini menyerang tidak perduli siapa itu orangnya baik itu kubu Cebong, Kampret atau Kadrun. Tidak ada dari ketiga kubu yang selamat dari pandemi ini, ada yang sudah meninggal bahkan ada yang kehilangan anggota keluarganya bahkan temannya akibat pandemi. Pertumbuhan Ekonomi ini ya juga melemah ditambah Banyaknya Pengangguran akibat pandemi yang sampai sekarang dirasakan oleh penulis saat ini. Tentu, kita semua berharap jangan sampai Polarisasi Politik 2019 terulang lagi di 2024. Satu-satunya cara ialah memunculkan 3-4 Pasangan Calon yang maju dalam Pemilihan Presiden 2024 mendatang. Kampanye 75 hari saja enggak menjamin Polarisasi Politik itu ada. Seketat apapun itu peraturannya, Polarisasi Politik pasti akan jalan dengan celah-celah tertentu

Kalaupun misalnya amit-amit dan Na'udzubillah, Pilpres 2024 kembali hanya ada dua Pasangan Calon saja, Wallahu ta'ala 'alam! Maka, siap-siap saja Polarisasi Politik bisa saja terulang. Tetapi saya dan kalian semua yang menginginkan Indonesia ini damai tidak akan membiarkan tragedi 2019 itu terjadi, siapapun presidennya baik itu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Erick Thohir, Prabowo Subianto bahkan Cak Imin sekalipun yang nanti salah satu dari mereka terpilih, semoga bisa menjaga dan membawa amanah rakyat dengan baik. Kubu Cebong dan Kadrun saya rasa sudah bubar jalan aja deh! Sudah enggak jamannya lagi pakai istilah pemecahbelah Persatuan dan Persaudaraan Bangsa seperti itu. Semua kubu politik harus menjaga akal sehatnya dan bisa berfikir jernih!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun