Mohon tunggu...
Raden Suhartono
Raden Suhartono Mohon Tunggu... Auditor - PROFESI

.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Beretika dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah

8 November 2019   10:21 Diperbarui: 8 November 2019   10:32 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Setelah stagnan dengan skor 37 pada 2016 dan 2017, skor Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia pada 2018 naik satu poin menjadi 38. Temuan ini berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII). Adapun skor 0 menunjukkan sangat korup, sedangkan 100 bersih dari korupsi, yang berarti bahwa saat ini Indonesia masih relatif belum bisa bersih dari korupsi. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ( LKPP) Roni Dwi Susanto mengatakan, kasus korupsi pengadaan barang/jasa pemerintah menduduki posisi kedua dalam kasus yang ditangani KPK.     ( https://nasional.kompas.com/read/2019/11/06/11253441/lkpp-korupsi-pengadaan-barang-dan-jasa-peringkat-2-di-kpk.). Kasus korupsi atas pengadaan barang/jasa pemerintah pada umumnya terjadi karena para pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah, baik dari pihak pengguna barang  maupun penyedia barang/jasa tidak mengindahkan atau melanggar etika pengadaan barang jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Beberapa contoh kasus penyimpangan pengadaan barang jasa pemerintah yang disebabkan pelanggaran etika pengadaan, yaitu: (1) pengadaan barang jasa melalui Penyedia, namun dalam kenyataannya dilaksanakan sendiri oleh Pejabat Pembuat Komitmen; (2) pelaksana pengadaan jarang jasa ternyata bukan oleh Penyedia sebagaimana dituangkan dalam surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan, tapi dilaksanakan seluruhnya oleh pihak lain; (3) Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) tidak melakukan pemeriksaan fisik, namun yang bersangkutan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Fisik; (4) kualitas dan/ atau kuantitas pekerjaan tidak sesuai dengan dokumen kontrak; dan masih banyak contoh lainnya. Dampak dari penyimpangan pengadaan barang jasa pemerintah yang disebabkan pelanggaran atas prinsip dan etika pengadaan bisa merugikan keuangan negara/daerah dan/ atau perekonomian Negara.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruk, hak dan kewajiban moral. Selain itu etika adalah kumpulan asas/ nilai yang berkenaan dengan akhlak. Etika juga diartikan nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat. Adapun etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. (https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis).

Siapakah pelaku pengadaan barang jasa pemerintah itu? Sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 8 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, dikatakan bahwa pelaku pengadaan barang jasa (PBJ) pemerintah terdiri dari Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan, Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP) atau Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP), Penyelenggara Swakelola, dan Penyedia. Dalam kegiatan pengadaan barang jasa (PBJ) pemerintah, pelaku atau pihak-pihak yang terlibat di dalamnya diikat oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Etika Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) seperti diatur dalam Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018.

Etika Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) mengatur bahwa semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang jasa pemerintah harus mematuhi etika sebagai berikut :

1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;

2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;

3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;

4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;

5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;

6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;

7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan

8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

Yang termasuk di dalam pertentangan kepentingan pihak yang terkait (conflict of interest) adalah:

1. Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;

2. Konsultan perencana/pengawas dalam Pekerjaan Konstruksi bertindak sebagai pelaksana Pekerjaan Konstruksi yang direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;

3. Konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;

4. Pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;

5. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau

6. Beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama, dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, dan/atau kepemilikan sahamnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dikuasai oleh pemegang saham yang sama.

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik benang merah, bahwa kepatuhan atau ketaatan perhadap etika pengadaan barang jasa oleh para pelaku pengadaan barang jasa pemerintah sangat penting. Utamanya dalam mewujudkan pengadaan barang jasa yang efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

Adapun solusi yang dapat dilakukan dalam rangka terlaksananya pengadaan barang jasa pemerintah yang memenuhi etika pengadaan barang jasa, yaitu antara lain melalui: (1) penegakan nilai etika dan integritas oleh para pelaku pengadaan barang jasa dengan cara penandatanganan Pakta Integritas Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, (2) perancangan dan penerapan sistem pengendalian intern pengadaan barang jasa yang memadai, dan (3) pengawasan atas pengadaan barang jasa pemerintah oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP), auditor ekstern, dan aparat penegak hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun