Begitu sang hakim sadar ia bicara dengan saya yang dikenal luas sebagai aktivis antikorupsi, ia buru-buru meralat ucapannya, Â "Maksud saya sekedar ucapan terima kasih. Tidak ada paksaan. Jangan marah ya Bang, saya tadi hanya bercanda."
Bercanda atau serius, pendapat seperti itu pada faktanya hidup dan berkembang subur di benak banyak hakim di Indonesia. Bahkan praktik lelang dalam menentukan putusan masih banyak terjadi di kalangan hakim pengadilan.
Hakim korup berbeda dengan aparat hukum lain seperti polisi atau jaksa yang korup. Hakim adalah benteng keadilan, tumpuan harapan terakhir pencari keadilan, diberi kewenangan istimewa oleh undang-undang untuk menentukan nasib seseorang, perwakilan Ilahi di muka bumi, ucapan pertama hakim dalam setiap putusan berbunyi, "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", oleh karenanya tidak berlebihan jika dikatakan: Â satu hakim korup lebih merusak daripada 1000 polisi atau jaksa korup.
Sampai titik ini seruan Menko Polhukam RI Mahfud MD sebagaimana disebutkan:"Kita tidak boleh kalah!", dapat dimaknai: "Suara rakyat selaku suara tuhan vs putusan hakim selaku perwakilan tuhan".Â
Siapa pemenangnya? Kita tunggu saja nanti.
Menteng Dalam, Â penghujung Januari 2023.Â