Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyoal Putusan Hakim yang Dinilai Tidak Adil

31 Januari 2023   14:44 Diperbarui: 31 Januari 2023   14:48 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemberitaan media massa atas suatu perkara tertentu biasanya sangat berpengaruh terhadap perilaku hakim dalam menjatuhkan putusan. Bahkan tidak jarang hakim memutuskan tidak sesuai dengan hati nurani hanya sekedar tidak ingin dirinya menjadi sasaran serangan kritik dalam pemberitaan media massa. Sebaliknya, lebih banyak hakim yang pada awalnya akan menjatuhkan putusan sesuai pesanan, balik berubah memutus sesuai hati nurani dan ketentuan undang-undang ketika perkara yang diadilinya mendapat sorotan luas dari media massa.

Tidak heran berkembang anekdot di kalangan praktisi hukum: "hakim lebih takut sama koran ketimbang sama tuhan", atau jargon lain yang sekarang sangat populer di tengah rakyat: "No viral no justice" , tidak viral, jangan harap  ada keadilan. 

Anekdot dan jargon di atas sesungguhnya refleksi atau cermin dari persepsi yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat, yang lahir dan tercipta dari pengalaman pribadi atau pengetahuan dari warga masyarakat sendiri yang pernah merasakan sulitnya mencari dan menemukan keadilan di pengadilan. Tak heran jika sering terdengar cemoohan: "Cari keadilan jangan di pengadilan, pergi sana minta sama tuhan!"

Quo Vadis Lembaga Pengawasan Hakim 

Di samping pengawasan internal oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung, mengenai perilaku hakim yang diduga menyimpang atau melanggar hukum yang menjadi objek dalam laporan pengaduan masyarakat, pengawasan terhadap para hakim di pengadilan tingkat pertama (PN, PA dan PTUN) dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi selaku voorpost (garda depan) Ketua Mahkamah Agung.

Khusus terhadap dugaan pelanggaran kode etik perilaku hakim (KEPP), masyarakat pencari keadilan (justibelen) dapat membuat laporan pengaduan melalui surat atau elektronik / online kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia selaku Komisi / Lembaga Negara yang diamanatkan konstitusi dan undang-undang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan martabat para hakim di seluruh Indonesia. Persoalannya adalah kinerja Komisi Yudisial yang selama beberapa tahun terakhir dinilai mengecewakan dan lebih berfungsi sebagai pelindung oknum hakim nakal, khususnya oknum hakim nakal di pengadilan tingkat pertama klas I A Khusus/ klas I A (pengadilan yang berada di Jabodetabek,  ibukota provinsi dan di kota-kota besar di seluruh Indonesia).

Terhadap dugaan kolusi antara oknum-oknum hakim tercela dengan oknum pimpinan Komisi Yudisial adalah mendesak untuk diperiksa / diinvestigasi melalui pembentukan panitia khusus atau panitia kerja DPR RI, sebagai lembaga negara wakil rakyat yang diberi wewenang oleh konstitusi untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara.

Di tengah kekecewaan menggunung rakyat Indonesia yang menyaksikan, mengetahui atau mengalami sendiri selaku korban perilaku tercela oknum hakim, sebenarnya telah banyak yang dilakukan dan menjadi prestasi Ketua Mahkamah Agung dalam meningkatkan kualitas moral, akhlak dan putusan hakim. Dalam berbagai kesempatan Ketua MA RI selalu berpesan dan memperingatkan para hakim untuk adil, jujur dan menjatuhkan putusan yang berkualitas sesuai harapan rakyat pencari keadilan.

Pesan dan peringatan Ketua MA RI kepada seluruh hakim tersebut dibarengi dengan penjatuhan sanksi terhadap oknum hakim dan pejabat pengadilan yang jahat dan tercela. Setiap bulan situs resmi MA RI khususnya Badan Pengawasan MA RI mempublikasikan nama-nama hakim dan pejabat pengadilan yang dikenakan sanksi, dari sanksi ringan seperti teguran lisan hingga pemberhentian secara tidak hormat atau pemecatan terhadap oknum hakim/ pejabat pengadilan yang terbukti bersalah.

Lalu mengapa masih banyak terjadi pelanggaran hukum dan kode etik perilaku hakim? Mengapa masih banyak putusan hakim yang mencederai rasa keadilan? Apakah sanksi yang dijatuhkan kepada hakim tercela terlalu ringan atau karena masih sangat banyak hakim jahat yang belum terungkap dan tidak ditangkap?

Seorang hakim pernah kelepasan ucap kepada saya, "Kan wajar kalau kami minta bagian. Perkaranya kan sudah dibantu dimenangkan".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun