Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyoal Putusan Hakim yang Dinilai Tidak Adil

31 Januari 2023   14:44 Diperbarui: 31 Januari 2023   14:48 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terhadap pelanggaran hukum acara ini, berita acara sidang yang sangat mudah direkayasa oleh hakim digunakan menjadi pelindung/ bantahan apabila ada pemeriksaan dari pengadilan tinggi, badan pengawasan Mahkamah Agung atau Komisi Yudisial RI. 

Celakanya, dalam pemeriksaan terhadap para oknum hakim jahat ini pihak pelapor atau pihak  yang dirugikan (penggugat atau tergugat), hampir tidak pernah diminta keterangannya oleh pemeriksa. Mendadak saja pihak pelapor yang dirugikan mendapat surat pemberitahuan dari pemeriksa internal atau Komisi Yudisial yang menerangkan bahwa laporan pengaduan disimpulkan tidak terbukti dan oleh karenanya  perkara laporan pengaduan pelapor dinyatakan selesai. Ditutup. Piye toh?

Kemandirian Hakim Vs Rasa Keadilan

Banyak putusan yang dijatuhkan hakim atas suatu perkara di pengadilan yang dinilai tidak adil oleh rakyat atau tidak sesuai dengan rasa keadilan khususnya terhadap putusan hakim atas perkara-perkara yang mendapat perhatian dan menjadi  sorotan publik.

Kemandirian hakim dalam mengadili dan menjatuhkan putusan memang dijamin oleh konstitusi. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 telah menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mengenai hakim yang mandiri, independen,  bebas dari pengaruh apa pun dan dari mana pun ditegaskan kembali dalam UU Pokok Kehakiman dan UU Mahkamah Agung.

Persoalannya sekarang adalah bukan pada kemandirian hakim, melainkan pada moral dan integritas hakim dalam menjatuhkan putusan, di mana jargon kemandirian hakim sering dipergunakan untuk menutupi perilaku tercela hakim atau sebagai dasar penolakan hakim untuk dipertanyakan mengenai putusan yang dijatuhkannya.

Kemurkaan rakyat terhadap hakim yang menjatuhkan putusan yang dinilai tidak sesuai rasa keadilan sebagaimana terjadi dalam putusan perkara pidana atas nama terdakwa Henry Surya hanya merupakan fenomena puncak gunung es. Selama ini banyak putusan hakim yang lebih merupakan suatu putusan pesanan dari pihak yang berperkara ketimbang suatu putusan yang dijatuhkan hakim sesuai dengan fakta persidangan, ketentuan undang-undang dan hati nurani.

Dibanding putusan perkara pidana, atas putusan perkara perdata jauh lebih banyak 'kolusi dan suap' yang menjadi faktor utama pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Sayangnya, putusan-putusan perkara perdata sangat minim peliputan/ pemberitaan media dan jarang diketahui publik. Akibatnya, praktik jual beli putusan, kolusi dan suap, pengaturan dan pemesanan putusan perkara perdata hampir tidak pernah disorot, tidak terungkap, dan terus berlangsung -- kian hari makin parah, entah sampai kapan ada pemberantasan terhadap perilaku hakim yang jahat dan tercela ini.

No Viral No Justice 

Terhadap perkara yang menjadi topik utama dalam pemberitaan di media massa biasanya hakim tidak akan berani gegabah dan akan sangat berhati-hati dalam menjatuhkan putusan karena apa pun putusan yang dijatuhkan hakim pasti mendapat perhatian khusus dari pimpinan Mahkamah Agung,  dan selanjutnya pasti akan menimbulkan konsekuensi bagi si hakim apabila terdapat kesalahan dalam menjatuhkan putusan.

Terhadap putusan hakim yang dirasakan tidak adil oleh masyarakat luas, yang  menjadi sasaran kritik keras dan kecaman pedas publik pasti akan dievaluasi dan dieksaminasi (secara diam-diam) oleh atasan hakim yang bersangkutan atau pimpinan Mahkamah Agung. Apabila kemudian ditemukan terdapat kekeliruan nyata khususnya yang terindikasi suatu pelanggaran kode etik dan perilaku hakim (KEPP) yang mendasari putusan hakim tersebut sudah pasti hakim yang bersangkutan akan mendapat sanksi berat walau pun sanksi tersebut sering tidak akan diumumkan kepada publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun