Mohon tunggu...
H. Rackhmad Kristianto Adi
H. Rackhmad Kristianto Adi Mohon Tunggu... Kurikulum

Saya Guru Fisika di SMA Sedes Sapientiae Jambu, sekolah swasta Katolik berasrama yang berfokus pada pembentukan karakter dan pendidikan holistik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka dengan Nalar dan Rasa

20 September 2025   18:00 Diperbarui: 20 September 2025   17:49 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendampingan Spritualitas. Dok. Pribadi

"Romo Sunu mengingatkan, orang yang mencermati rasa akan tumbuh menjadi pribadi cerdas, bermutu, dan selalu nyambung dengan Sang Pencipta."

Ada perjumpaan dalam hidup yang tidak melibatkan orang lain, melainkan perjumpaan dengan diri sendiri. Diri yang kini tampak tegar, dewasa, dan berusaha kuat "aku besar" akhirnya berhadapan dengan diri yang rapuh, polos, dan sering terluka "aku kecil".

Pertemuan ini tidak terjadi di luar, tetapi di dalam ruang batin yang paling dalam. Dan momen itu bagi saya menjadi pengalaman yang membebaskan: aku besar akhirnya berani menatap aku kecil yang sekian lama menunggu.

Luka Kecil yang Tidak Pernah Benar-Benar Hilang

Dalam pendampingan bersama Romo Petrus Sunu Hardiyanto, SJ,  saya diajak masuk ke dalam olah rasa. Saat itu, sebuah kenangan masa kecil mendadak muncul begitu jelas.

Saya kembali ke kelas 4 SD, ketika sedang bermain petak umpet bersama teman-teman. Tawa riang mendadak berubah menjadi tangis ketika saya jatuh dan tangan saya terkilir. Sakitnya memang luar biasa, tetapi yang lebih membekas adalah rasa takut. Saya tidak berani bercerita kepada orang tua. Saya duduk di depan pintu rumah, menangis pelan, menahan perih, takut dianggap lemah.

Hingga akhirnya ayah datang, menatap penuh perhatian, dan dengan lembut bertanya: "Kenapa menangis?" Lalu beliau menggandeng saya berobat. Saat itu rasa lega menyelimuti hati: ada yang melihat, ada yang menolong, ada yang memahami.

              Kadang justru rasa sakit dan takut adalah cara Tuhan menyapa kita dengan penuh kelembutan.

Kenangan sederhana ini ternyata menyimpan pesan besar. Aku kecil yang duduk di depan pintu rumah itu ternyata masih hidup dalam diriku. Luka, ketakutan, dan rasa tidak aman itu tidak pernah benar-benar hilang. Mereka hanya menunggu untuk diakui.

Menyelami Tiga Daya Jiwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun