Fenomena brainroot kini menjadi perhatian serius di era digital. Istilah ini mengacu pada kondisi ketika otak terlalu sering terpapar rangsangan instan dari teknologi, hingga membuat seseorang kehilangan fokus, empati, bahkan kemampuan berpikir mendalam.Â
Bagi sebagian orang, ini mungkin tampak sepele, namun dampaknya bisa jauh lebih dalam dari sekadar rasa lelah mental.
Perubahan perilaku yang terjadi akibat brainroot tidak muncul secara tiba-tiba. Handphone dan media sosial menjadi dua faktor yang sangat berpengaruh.Â
Dari pagi hingga malam, sebagian besar orang terus menatap layar, mencari notifikasi baru, atau menggulir konten tanpa henti. Kebiasaan ini, jika berlangsung terus-menerus, bisa menanam "akar" di dalam otak yang perlahan mengubah cara kita berpikir dan merasakan dunia.
Brainroot dan Peran Handphone dalam Mengubah Pola Pikir
Handphone awalnya diciptakan untuk mempermudah komunikasi. Namun kini, fungsi utamanya telah bergeser menjadi sumber hiburan, informasi, dan validasi sosial.Â
Tanpa disadari, handphone membuat kita terus terhubung dengan arus informasi yang tidak pernah berhenti. Setiap bunyi notifikasi memicu rasa penasaran, setiap pesan baru membuat kita terdorong untuk segera membukanya.
Inilah yang menjadi awal mula brainroot. Otak yang terus menerima rangsangan singkat akan kehilangan kemampuan untuk menikmati proses berpikir yang panjang.Â
Akibatnya, seseorang menjadi mudah terdistraksi, sulit berkonsentrasi, bahkan mengalami penurunan produktivitas. Ketika hal ini dibiarkan, kita seolah kehilangan kendali atas waktu dan perhatian yang seharusnya kita miliki.
Dampak Psikologis Penggunaan Handphone yang Berlebihan
Secara psikologis, penggunaan handphone yang berlebihan memicu kecemasan dan rasa gelisah. Notifikasi yang terus muncul memberi sinyal bahwa selalu ada hal baru yang harus diperhatikan.Â
Otak dipaksa untuk terus waspada, membuat tubuh berada dalam keadaan stres ringan hampir setiap saat.