Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Pilkada Jatim 2018, Menanti Kiprah Bani Hasyim

27 Desember 2017   11:47 Diperbarui: 27 Desember 2017   14:11 3365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu ketiga elite pimpinan partai, yakni Prabowo Subianto; Muhammad Sohibul Iman; dan Zulkifli Hasan bertemu untuk menjajaki kemungkinan koalisi pada Pilkada 2018 mendatang. Hasilnya, ketiganya sepakat untuk mengusung calon bersama pada 5 (lima) daerah pemilihan, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur. 

Bila di Jawa (barat dan tengah) ketiganya bersepakat mengusung calon bersama, tidak demikian dengan Jawa Timur (Jatim). Statusnya masih di-pending alias dibicarakan lebih lanjut. Tampaknya ketiga tokoh diatas belum memiliki jagoan yang pas dan kuat untuk menantang atau menandingi popularitas dua kandidat yang telah declare, yakni Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Khofifah Indar Parawanda (Khofifah).

Boleh dibilang, hingga saat ini jagat perpolitikan di Jatim hanya dihiasi oleh kedua nama di atas. Perseteruan Gus Ipul dan Khofifah bukan kali ini saja. Jauh sebelumnya, pada dua Pilkada terdahulu, (2008 dan 2013), Gus Ipul yang dipasangkan dengan Sukarwo sebagai gubernur, sukses menekuk Khofifah. Kini, kembali dua nama tersebut beradu. Yang patut disesalkan adalah apakah hanya ada dua tokoh ini saja yang layak untuk beradu panggung di Pilkada Jatim? Tidak adakah calon lain yang bisa ditawarkan untuk daerah dengan populasi penduduk 38,8 juta jiwa ini? Kalau ini terjadi maka hatrik keduanya dalam perseteruan memperebutkan Jatim Satu telah terjadi. Dan bila Jatim hanya milik mereka berdua, ini sungguh disayangkan!

Perebutan pengaruh di Jawa tentu takkan diabaikan oleh para kandidat Presiden yang akan bertarung pada Pilpres 2019 mendatang. Jelas Jawa adalah basis perebutan massa. Sebagai pulau dengan jumlah pemilih terbanyak, siapapun yang mengusasi Jawa, separuh kemenangan akan tercapai. Ingat, Jawa adalah kuntji! Menguasai Jatim, sebagai wilayah dengan jumlah penduduk kedua terbesar tentu memegang peranan penting bagi setiap kandidat Presiden yang akan berlaga nantinya.

Bila PDIP sebagai partai penguasa telah memasang Gus Ipul sebagai jagoannya, lalu bagaimana dengan Gerindra cs sebagai partai oposisi yang nantinya dipastikan akan menghadapi PDIP Cs di Pilpres 2019 mendatang. Apakah Gerindra cs akan melabuhkan dukungannya ke Khofifah untuk vis a vis dengan Gus Ipul atau memunculkan alternatif calon? 

Sampai saat ini, Prabowo belum menentukan langkah. Ia masih berhitung. Bila di Jabar dan Jateng sang Jenderal telah mendeklarasikan jagoannya, namun untuk Jatim, tampaknya kening Prabowo masih akan berkerut. Ya, memunculkan satu nama figur yang diprediksi akan menandingi keperkasaan dua kandidat lainnya tentu bukan perkara mudah. Bagi Gerindra Cs, inilah ujian sebenarnya.

Selama ini Jatim adalah markasnya PKB. Hanya di provinsi santri inilah PKB unjuk gigi. Ya, PKB memang dulunya didirikan oleh (Gus Dur) NU, untuk melawan hegemoni Orde Baru. Nah, selain PKB (20), sisa kapling suara dibagi kepada PDI-P (19), Demokrat, dan Gerindra (13), serta partai-partai lainnya. Yang menarik, kedua calon adalah kader Nahdlatul Ulama (NU) dan pernah punya keterikatan dengan PKB, dulunya. 

Siapapun yang memenangi kontestasi Pilkada Jatim, maka NU (PKB) tetap akan terwakili. Lantaran keduanya NU, maka perebutan pengaruh dikalangan nahdliyyin pun tak terhindarkan. Keduanya selalu mengklaim didukung para Kyai (NU) di desa-desa, diistilahkan dengan kyai kampung, atau NU non-struktural. Melihat peta diatas, lalu adakah calon yang dapat menandingi keduanya?

Untuk menandingi popularitas dan nama besar keduanya di massa akar rumput Jatim, maka harus dimunculkan figur yang juga dikenal oleh rakyat Jatim. Prabowo bukannya tanpa usaha. Pernah Gerindra coba menawarkan La Nyalla Mattalitti, --seorang tokoh sepakbola asal Surabaya-- namun tak mendapat sokongan positif dari mitra koalisi. 

Tampaknya mitra partai koalisi sadar bahwa Nyalla pasti akan kalah. Bisa jadi, mengingat meski La Nyalla lama dan besar di Surabaya namun ia bukanlah sosok yang memiliki kedekatan darah dengan para ulama dan kyai NU. Ia bukan 'berdarah biru'. Untuk bisa menandingi Gus Ipul dan Khofifah harus dicari figur yang dikenal luas di kalangan nahdliyyin. Siapa dia? Tentu ada. Kita bisa menoleh ke trah Bani Hasyim, di Jombang.

Bani Hasyim di sini adalah anak cucu dari keturunan KH. Hasyim Asy'ari, pendiri NU. Sebagai pejuang dan pahlawan nasional, beliau adalah ulama Islam garis lurus yang konsisten menegakkan panji-panji Islam di bumi Indonesia. Sepulang dari (belajar) Mekah, dan berguru pada para ulama disana, antara lain: Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, Syeikh Sholeh Bafadhal, Syeikh Said Yamani, dan Sayyid Husein Al-Habsyi, beliau mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun