Mohon tunggu...
Diar Razaq
Diar Razaq Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemukiman Kumuh, Salah Siapa?

12 Desember 2016   19:27 Diperbarui: 12 Desember 2016   20:11 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemukiman kumuh atau slum, selalu saja menjadi suatu masalah klasik bagi perkotaan besar di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pemukiman kumuh ini akan selalu ada, meskipun pemerintah melakukan upaya – upaya supaya pemukiman kumuh ini hilang, dan taraf hidup orang – orang yang tinggal disana menjadi meningkat. Namun, ada saja persoalan baru yang muncul setelah persoalan yang lama terselesaikan, seperti persoalan pemukiman kumuh ini.

Banyak faktor yang membuat orang – orang lebih memilih tinggal di pemukiman kumuh daripada tinggal di pemukiman yang lebih layak untuk mereka. Faktor utama, -tentu saja- ekonomi. Banyak dari mereka yang tinggal di lingkungan yang kumuh tersebut, karena mereka tidak mampu untuk membeli atau mengontrak rumah yang lebih layak untuk mereka tinggali. Anggaplah kemudian, pemerintah pusat atau pemerintah daerah setempat memberikan solusi untuk mereka, dengan diberikan hunian yang layak untuk mereka tempati. Pada awalnya, mereka akan mengatakan bahwa mereka nyaman dan kerasan tinggal di hunian baru tersebut. 

Namun, saat pemerintah lengah dalam mengontrol mereka yang baru dipindahkan tersebut, mereka akan kembali ke pemukiman kumuh asal mereka, dan kembalinya mereka juga didasari oleh berbagai faktor. Pertama, mereka tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari mereka yang otomatis meningkat, karena hunian baru mereka menuntut biaya operasional yang lebih tinggi daripada hunian kumuh lama mereka. Kedua, jarak hunian baru mereka dengan sumber penghasilan mereka menjadi bertambah. Ini membuat biaya hidup mereka semakin membengkak. Bukan hanya masalah biaya transportasi, namun bisa juga biaya makan yang makin bertambah, karena mereka akan selalu makan di luar rumah, lantaran waktu untuk makan di rumah sudah tidak ada akibat perjalanan yang makin jauh tadi. 

Ketiga, mereka bisa kembali pindah ke pemukiman kumuh asal mereka karena setelah mereka direlokasi, pemukiman kumuh tersebut masih ada, dan belum dialihfungsikan menjadi sesuatu yang lain. Itu mengakibatkan penghuni – penghuni lama pemukiman tersebut akan berpikir, bahwa mereka dapat membangun rumah mereka lagi dan tinggal disitu lagi, agar terbebas dari kendala – kendala yang mereka dapatkan saat menempati hunian baru mereka. Terakhir, ini lebih menyangkut kepada faktor non-teknis, yakni kenyamanan dan kebiasaan mereka tinggal di lingkungan kumuh tersebut. 

Mereka sudah terbiasa dan mereka sudah merasa nyaman tinggal di pemukiman kumuh yang biasa mereka huni, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan jika mereka terkena kendala – kendala lingkungan kumuh, seperti sanitasi yang buruk, sampah yang menumpuk, dan sebagainya. Itu sudah menjadi bagian dari hidup mereka, dan mereka sudah sangat nyaman dengan itu, dan sebagai seseorang –yang seharusnya- pengertian, kita tidak bisa serta – merta memindahkan mereka dari lingkungan lama mereka yang mereka sudah nyaman untuk tempati, ke lingkungan baru, meskipun lingkungan baru tersebut jauh lebih layak untuk mereka huni.

Solusinya, kita sebaiknya melakukan pendekatan secara humanis kepada penduduk – penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh tersebut, kita harus mengetahui apa – apa saja yang membuat mereka betah dan nyaman tinggal disana, dan memilih untuk tidak berpindah tempat, meskipun banyak hunian yang lebih layak untuk mereka. Sebaiknya pula, jangan “merenggut” apa yang selama ini menjadi hal yang membuat mereka nyaman tinggal di pemukiman kumuh tersebut, seperti biaya hidup yang murah, jarak ke sumber penghasilan yang dekat, dan lain sebagainya. 

Jika memungkinkan, kita dapat merelokasi penduduk – penduduk tersebut sementara, dan kita membangun hunian yang layak di tempat yang kumuh tersebut. Sehingga, mereka tidak kehilangan alasan – alasan mereka tinggal disana, dan taraf hidup orang – orang tersebut akan meningkat. Dengan ini, kita dapat memperbaiki kualitas hidup orang – orang tersebut tanpa harus merampas apa yang selama ini menjadi alasan mereka tinggal di pemukiman kumuh.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun