Mohon tunggu...
Rachmad Oky
Rachmad Oky Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara)

Penulis merupakan Direktur sekaligus Peneliti pada Lembaga Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara) HP : 085271202050, Email : rachmadoky02@gmail.com IG : rachmad_oky

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Menguliti" Permohonan Tim Hukum Anies di Mahkamah Konstitusi

1 April 2024   17:29 Diperbarui: 1 April 2024   21:52 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pihak pemohon akan mendalilkan bahwa adanya kesalahan dalam proses penghitangan suara yang ditetapkan oleh KPU, dengan itu KPU pada dasarnya berstatus sebagai Termohon. Diluar Pihak Pemohon dan Termohon dikenal pula dengan Pihak Terkait yakni Pihak yang merasa tidak berkeberatan atas keputusan KPU atau biasanya pasangan calon Presiden yang ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

Namun tidak lupa pula ada pihak yang dianggap dapat memberikan keterangan atas berjalannya sebuah Pemilu, lembaga yang terlibat dalam memberi keterangan adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Sementara Tim Hukum Prabowo-Gibran telah menempuh sebagai Pihak Terkait yang akan menbantah  dalil-dalil permohonan Pemohon Tim Anies dan permohonan pemohon tim Ganjar-Mahfud.

Persidangan perselisihan hasil Pilpres 2024 akan memakan waktu selama 14 hari sesuai dengan hukum acara MK yang berlaku. Untuk saat ini MK melaksanakan persidangan Perselisihan hasil Pemilu Presiden mengacu pada Peraturan MK No. 1 Tahun 2024 tentang Tahapan, kegiatan, jadwal penanganan perkara perselisihan hasil pemilu junto Peraturan MK No. 4 Tahun 2018 tentang Tata cara beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden.

Tanggal 27 Maret 2024 Pemohon telah diberi kesempatan untuk membacakan Permohonannya, dari apa yang telah disampaikan dalam permohonan pemohon terdapat permintaan (petitum) yang menjadi harapan pemohon agar dikabulkan oleh MK.

Beberapa petitum yang pada pokoknya yaitu membatalkan Keputusan KPU terkait perolehan suara Pemilu Pilpres, mendiskualifikasi pasangan calon Prabowo/Gibran, memerintahkan agar KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres, memerintahkan Bawaslu melakukan supervisi, memerintahkan Kepolisian dan TNI  melakukan pengamanan pemungutan suara ulang.

Dari apa yang dimohonkan  Tim Anies terkesan sangat memaksakan kehendak dan boleh dibilang  permohonan yang disampaikan justru keluar dari koridor  UUD 1945.

Mengingat  hukum acara perselisihan hasil pemilu Presiden hanya mengenal metode kuantitaf yang mana Tim Anies dibebankan untuk menyandingkan perolehan suara yang benar menurut versi Pemohon dengan perolehan suara yang ditetapkan oleh KPU.

Berdasarkan Peraturan MK No.4 Tahun 2018 tentang Tata cara beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden senyatanya memberi pedoman pernyataan petitum yang berbunyi : "memuat permintaan  untuk membatalkan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh termohon dan menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar menurut pemohon".

Atas hasil perolehan suara yang diumumkan KPU dimana pasangan calon Prabowo/Gibran mendapatkan suara 96.214.691 juta suara dengan sebaran kemenangan di 36 provinsi, sementara Anis/Muhaimin memperoleh 40.971.906 juta suara dengan sebaran kemenangan di 2 provinsi.

Dari data yang sudah diumumkan oleh KPU maka semestinya menjadi kesempatan bagi Tim Anies untuk menyandingkan angka perolehan suara yang benar versi Pemohon dan membuktikan penghitungan suara Termohon adalah penghitungan yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun