Mohon tunggu...
Rachel RequilmySuprapto
Rachel RequilmySuprapto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember Semester 5

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi dan Relevansi Penggunaan Hukuman Mati di Indonesia, Masihkah Diperlukan atau Tidak?

22 September 2022   09:47 Diperbarui: 22 September 2022   09:58 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.istockphoto.com/id/foto/gavel-dan-pelat-nama-dengan-ukiran-hukuman-mati-gm509053230-85576921

Urgensi dan relevansi penggunaan hukuman mati di Indonesia, masihkah diperlukan atau tidak?

Belakangan ini muncul berbagai kasus-kasus yang menggegerkan publik, salah satunya adalah kasus Ferdy Sambo yang diduga membunuh bawahannya sendiri yakni Nofriansyah Yosua atau Brigadir J yang mulai terungkap pada 11 Juli lalu.

Pengawalan untuk mencari dalang pembunuhan Brigadir J pun terus berlanjut hingga sekarang, hingga pada akhirnya tanggal 9 Agustus 2022 Sambo ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 serta Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati.

Mari kita menelisik bagaimana legalisasi hukuman mati di Indonesia, hukuman mati sendiri merupakan hukuman atau pidana peninggalan zaman belanda, di dalam Pasal 10 KUHP kita dijelaskan terdapat 2 jenis pemidanaan yaitu yang pertama pidana pokok dan kedua pidana tambahan.

Hukuman mati sendiri terklasifikasi kedalam Pidana Pokok oleh karena itu hukuman mati juga termasuk dalam hukum positif yang berlaku di negara kita. Beberapa Pasal-Pasal di dalam KUHP yang mengatur hukuman atau pidana mati diantaranya : Pasal 104 KUHP, Pasal 340 KUHP, Pasal 368 ayat (2), dll.

Dewasa ini hukuman mati menjadi topik yang hangat dibicarakan karena menuai pro dan kontra berbagai perspektif-perspektif muncul dan lahir untuk mendebat argumen lawan baik itu dari pihak yang setuju maupun pihak yang tidk setuju terhadap adanya pemberlakuan hukuman atau pidana mati.

Hukuman mati sendiri bertentangan dengan "Hukum Kodrat" yang pernah dikemukakan oleh Thomas Aquinas (seorang filsuf Katolik abad pertengahan), dimana ia berkata Hak hidup adalah hak yang melekat dan dimiliki seseorang dari ia lahir yang dimana tiada seorang pun yang dapat mencabut atau mengurangi hak tersebut, baik itu atas nama apapun atau dalam situasi yang tidak memungkinkan.

Hal tersebut juga tertera di dalam konstitusi kita yaitu Pasal 28 A Undang-undang tahun 1945  "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Dengan adanya ayat tersebut seharusnya sudah dikatakan bahwa kita memandang dan mengakui teori yang pernah dikemukakan oleh Thomas Aquinas tadi.

Kemudian di dalam hukum sendiri mengenal banyak asas yang berlaku , salah satu diantaranya adalah Asas Lex Superior Derogate Legi Inferiori yang dimaksudkan asas tersebut adalah tiada satupun peraturan perundang-undangan yang didalamnya mempunyai maksud atau kandungan yang bertentangan dengan peraturan yang derajatnya lebih tinggi.

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 bahwa struktur hierarki di Indonesia sendiri yang menduduki puncak teratas adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945, jadi seharusnya meskipun terdapat beberapa pasal di dalam KUHP yang mengatur tentang penjatuhan hukuman mati, akan tetapi menurut konstitusi tertinggi hal tersebut sangatlah bertentangan atau tidak boleh diterapkan, maka seharusnya hukuman mati tidak boleh dijatuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun