Wisata Religi
ZIARAH KE MAKAM CIKUNDUL, SUKABUMI-JAWA BARAT
Oleh: Hendra Wijaya*
Sebelum rapat dinas ditutup, Pa Amin mengingatkan kembali peserta rapat. “Bapa/Ibu Saya mengingatkan kembali perihal Acara Wisata Religi. InsyaAlloh kita akan berangkat ke Cikundul-Sukabumi-Jawa Barat pada hari Rabu, pukul 06.00 WIB. Peserta ziarah harap memakai kostum yang rapih, sopan, dan warna baju putih semua. Yang telat datang akan ditinggal !, demikian terimakasih atas perhatiannya!”. Peserta rapat riuh rendah setelah Pa Amin usai memberi pengumuman. Rapat ditutup dengan doa.
Rabu tiba
Tak ingin datang telat, setelah usai sholat subuh, aku bersiap berangakat ke sekolah. Benar saja, saat datang di sekolah pukul 05.30 WIB, sekolah sudah ramai oleh kedatangan peserta wisata religi. Satu Bus Besar Mercedez Benz sudah ngejugrug di gerbang sekolah, suara mesinnya meraung pelan, seperti sedang pemanasan. Setelah see hello dengan peserta wisata religi yang lain yang masih bergerombol di samping bus, aku coba cek ke dalam bus. “ow..bus yang nyaman..!” batinku.
“Bapa- ibu yang masih di luar, mohon segera masuk ke dalam bus, karena sebentar lagi kita akan segera berangkat !” kata Pa Amin, setengah berteriak kepada para peserta wisata religi yang masih diluar bus. Dengan semangat seluruh peserta menaiki bus, memilih tempat duduk, merapihkan barang bawaan dan duduk dengan tenang nan manise. Sebelum berangkat, Pa Amin memimpin Doa.

Setelah menikmati pemandangan hutan beton Jakarta, mata kami di suguhi hutan hijau alam pegunungan saat bus yang kami naiki menelusuri jalan rute Jonggol –Sukabumi. Persawahan yang hijau, sungai-sungai besar-kecil yang mengalirkan air deras yang cukup jernih, kolam-kolam ikan air tawar,bukit yang menjulang dan jalan yang turun-naik, berkelok-kelok. “ow..itu ibu-ibu dan anak-anak ada yang mandi di sungai..!” teriak Pa Aji sambil menunjuk ke arah sungai yang dilewati. Banyak Peserta wisata religi serentak berdiri, mengikuti arah telunjuk Pa Aji. “Waduh...kaya cerita Dewi Nawang Wulan ya..!” celetuk Bu Rini.
Pukul 09.30 Kru Bis memberi tahu peserta wisata religi, bahwa sebentar lagi akan sampai ke tujuan wisata. Bis menyusuri jalan aspal mulus yang agak meliuk-liuk, naik-turun, sebelum akhirnya memasuki gerbang objek wisata Religi ziarah makam Cikundul. Tidakjauh dari gerbang ada pos ticketing. Tarif bus Rp. 10.000,-, dewasa Rp.2000, anak-anak Rp.1000. setelah ticketing beres, bis melaju ke tempat parkir yang cukup luas di depan objek wisata Cikundul. “Bapa Ibu..Kita sudah sampai di Objek Wisata Religi Makam Cikundul. Silahkan bawa barang seperlunya saja. Kalo yang punya uang receh/uang kecil silahkan di bawa sebanyak-banyaknya, barangkali ada yang ingin bersodakoh. Karena di objek wisata Cikundul ini banyak sekali yang meminta –minta uang.!”. Kata Pa Amin sebelum mempersilahkan peserta turun dari bus. “Kalo ngasih uang besar boleh ga pa Amin..saya kebetulan lagi bawa uang besar-besar pa..!” protes Bu Wiwi sambil tersenyum. “Alah...paling juga itumah uang mainan..!” timpal Bu Indah sambil mesem.
Pukul 10.00 Terminal bis Cikundul masih sepi, hanya ada bis kami saja pagi itu. Kios-kios yang berderet di pinggir terminal lebih banyak yang masih tutup. Setelah breafing sebentar, rombongan peserta wisata religi bergerak menuju objek wisata Makam Cikundul yang tak jauh dari area parkir. Menuju area makam, pemandangan yang menonjol selain kios-kios yang berderet di pinggir terminal, kita juga di sapa oleh beberapa orang yang dengan lincah meminta sodakoh, bahkan ada yang setengah memaksa dengan sorot mata mengancam. Selain para pengemis yang duduk berjejer sambil meminta sodakoh, ada pula yang menawarkan plastik kresek hitam untuk menyimpan alas kaki-dengan setengah memaksa pengunjung untuk membayarnya. Padahal tempat penyimpanan alas kaki sudah disiapkan, dan tentunya bayar juga.
Dari area parkir nampak di atas sebuah bukit yang sekelilingnya menghijau ditumbuhi pepohonan yang rindang, berdiri sebuah bangunan cukup megah dan kokoh. Bangunan yang sangat artistik dengan nuansa Islam itu, tiada lain makam tempat dimakamkan nya Bupati Cianjur Pertama, R. Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Goparana (1677 - 1691) yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul.




Catatan sejarah dan cerita yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, tahun 1529 kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam. Tetapi raja-raja Talaga, yaitu Prabu Siliwangi, Mundingsari, Mundingsari Leutik, Pucuk Umum, Sunan Parung Gangsa, Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama, yaitu agama Hindu.
Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana, dan ia merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga, dan pergi menuju Sagalaherang.
Di Sagalaherang, mendirikan Negara dan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam ke daerah sekitarnya. Pada akhir abad 17, ia meninggal dunia di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang dengan meninggalkan dua orang putra-putri, yaitu, Djayasasana, Candramanggala, Santaan Kumbang, Yudanagara, Nawing Candradirana, Santaan Yudanagara, dan Nyai Mas Murti.
Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya. Putra sulungnya Djayasasana dikenal sangat taqwa terhadap Allah SWT, tekun mempelajari agama Islam dan rajin bertapa. Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang, diikuti sejumlah rakyatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalongkulon, Cianjur, bersama pengikutnya dengan bermukim di sepanjang pinggir-pingir sungai.
Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama (1677 1691), meninggal dunia antara tahun 1681 -1706 meninggalkan putra-puteri sebanyak 10 orang, masing-masing Dalem Anom (Aria Natamanggala), Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad), Dalem Aria Tirta (Di Karawang), Dalem Aria Wiramanggala (Dalem Tarikolot), Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong), Nyai Mas Kaluntar , Nyai Mas Karangan, Nyai Mas Djenggot dan Nyai Mas Bogem. Dia juga memiliki seorang istri dari bangsa jin Islam, dan memiliki tiga orang putra-putri, yaitu Raden Eyang Suryakancana, yang hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede atau hidup di alam jin. Putri kedua, Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai, dan Andaka Warusajagad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).
Bertitik tolak dari situlah, Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyaraka Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedal em an (kabupaten) Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.
Menurut Salah seorang penjaga makam, Makam Dalem Cikundul, semula kondisinya sangat sederhana. Tahun1985 diperbaiki oleh Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher istrinya Prof Dr Muslim Taher (Aim) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta. Biaya perbaikannya menghabis kan sekitar Rp125 juta. Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher marupakan donator tetap, dan ia pun merupakan keturunan dari Dalem Cikundul.
Menurutku, untuk menuju makam tidaklah mudah, harus sabar, mendaki, melangkah setahap demi setahap lewat tangga keramik putih yang meliuk ke atas. Beberapa kali kami berhenti sejenak, melepas lelah. Untuk hiburan, tak lupa sepanjang pendakian rombongan berselfi ria, begitupun setelah di puncak tangga, rombongan jiarah semakin” gila “ berselfi. Tiba saatnya rombongan duduk bersila di depan makam, dengan khidmat, suasana hening. Pa Amin memulai memimpin doa. “Assalamuaalikum....”. denga kompak dan khusu ..rombongan menjawab..”waalikum salam...!”. suasana sejenak hening, Pa ustadz Amin menolehkan mukanya ke arah jamaah, lalu dia tersenyum...”ikuti perkataan saya bapa ibu...jangan di jawab...itu salam buat Ahli Kubur...!”. jamaah saling menatap, tersipu malu. Pa Amin melanjutkan memimpin Doa, berzikir, tahlil, membaca surat Yasin. Memohon berbagai kebaikan kepada Alloh SWT.
Pukul 11.00, rombongan sudah siap di dalam Bus. Kolang kaling, kerupuk mentah warna, tape, dan manisan menjadi peserta baru dalam perjalanan kami selanjutnya....

*Hendra Wijaya, Penikmat Traveling, Praktisi Pendidikan, Tinggal di Tangerang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI