Mohon tunggu...
Rahmi Kardiana
Rahmi Kardiana Mohon Tunggu... -

kejujuran, keihklasan akn membawa kesuksesan yang tak terduga

Selanjutnya

Tutup

Nature

Posisi Muslimah Dalam Pertikaian Antroposentrime dengan Ekofeminisme Dalam Menyikapi Krisi Lingkungan

14 September 2013   13:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:54 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

POSISI MUSLIMAH DALAM PERTIKAIAN ANTROPOSENTRIME DENGAN EKOFEMINISME DALAM MENYIKAPI KRISI LINGKUNGAN

I.Pendahhuluan

Belajar dari penglaman 100 tahun yang lalu, orang menyadari betapa buruknya planet bumi ini telah kita perlakukan sehingga iklimnya beruah. Jika pola hidup kita berlanjut dengan tendensi seperti sekarang, maka dalam 100 tahun yang akan datang maka bumi kita tidak akan dapat mendukung kehidupan di atasnya.Tidak bisa kita pungkiri dengan kondisi alam yang mengalami ekploitasi dari segala bentuk hasil bumi hal ini memungkinkan bahwa bumi untuk 100 tahun lagi sudah tidak bisa dipakai, banyak film-film yang mendiskripsikan keadaan bumi diabad 21 sebut saja film Elypsum yang dibintangi oleh Matt Damon dimana disana mendiskripsikan bumi yang penuh dengan polusi udara, tanah yang gersang dan langit yang tertutup oleh polusi tidak ada tanaman yang ada hanya manusia yang disibukkan dengan penyakit.

Kerusakan alam bermula saat manusia memasuki sebuah era yang mereka sebut dengan saman modern. Berbekal kemampuan akal manusia bisa menciptakan mesin-mesian yang memapu menggeruk dan mengelola kekayaan alam. Semakan canggih teknologi yang ditemukan semakin luas manusia memanfaatkan sumber daya alam untuk keperluan hidupnya.

Selain itu ada hal lain yang layak untuk diungkap, kenapa modrenisme membawaka keruskan yang sangat parah pada alam. Dalam tradisi masyarakat barat alam adalah musuh yang harus ditaklukkan. Pandangan ini bersumber pada mitos Yunani kuno yang menganggap bahwa benda-benda alam yang merupakan dewa-dewa yang senantiasa memusihi manusia. Berbagai penderitaan yang diakibatkan alam, seperti letusan gunung, gempa, banjir, tanah longsor dan berbagai bencana lain yang dilihat sebagai perbuatan dewa. Karena itu berbagai cara dilakukan untuk menaklukkan alam (baca:dewa) agar manusia bisa terhindar dari kemarahannya.

Dengan adanya perusakan alam yang mebabi buta oleh kaum modern barat ini tidak terlepas dari konsep hidup mereka yang melepaskan diri dari alam, kalau dilihat dalam teori teologi manusia melepaskan diri dari alam sama halnya dengan manusia melepaskan diri dari tuhanNya, yakni yang menciptakan alam semeta. Dengan dikaruniawi manusia ini dengan akal dan mampu berkomunikasi maka mereka dengan mudah untuk mengeksploitasi, mendominasi dan memanipulasi alam untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Hal yang tidak diragukan pengaruh terhadap perusakan alam adalah paham antroposentrisme. Paham ini berakar dari pemikiran Pitagoras yang menyatakan bahwa manusia adalah ukuran segalanya. Sebab manusia mempunyai akal budi adalah mahkota manusia. Dengan akal budinya manusia memperoleh pengetahuan rasional sehingga dapat menduduki martabat yang unik, yakni penguasa alam semesta.

Fenomena rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi besar-besaran oleh kaum barat membuat kaum perempuan resah akan tindakan dominasi (laki-laki) yang terlalu besar. Sehingga timbullah teori perlindungan alam oleh kaum perempuan yang dinamakan dengan teori ekofeminime yang mendobrak etika antroposentisme yang mengutamakan manusia pada alam.

Dengan adanya teori mengenai etika lingkungan antroposentrime yang mengedepankan kepentingan manusia dibandingkan dengan kempentingan alam dan teori ekofeminisme yang mendobrak etika lingkungan yang berpusat pada pada manusia yang mendominasi perusakan adalah kaum laki-laki maka dengan demikian penulis ingin menengahi pertikaian ini dengan teori islam yang ramah lingkungan dan posisi muslimah dalam menggerakkan teori ini.

II.Kajian Teoritik

II.I Antroposentrisme

Antroposentisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitannya dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusaia dan kepentingan. Hanya manusia yang yang mempunyai nilai dan mendapatkan perhatian. Segala sesuatu yang lain dialam semesta ini hanya akan mendapatkan nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karena ini alam hanya dinilai sebagai objek, alat dan sarana bagi kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.

Antroposentrisme juga dilihat sebagai sebuah teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempuyai nilai tinggi dan paling tinggi. Bagi teori antroposentrisme. Etika hanya berlaku bagi manusia. Maka segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan dan tidak pada tempatnya. Teori ini sangat instrumentik, dalam pengertian pola hidup manusia dan alam dilihat hanya dalam relas instrument. Alam hanya dianggap sebagai alat bagi kepentingan manusia.

Dengan adanya teori yang melepaskan manusia dari tanggungjawab dan kewajiban untuk menjaga kelesatarian lingkungan dan alam semesata dan alam di jadikan alat bagi kepentingan manusia. Dengan teori ini yang menjadi landasan bagi kaum barat dalam kecanggihan teknologinya untuk mengekploitsai sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhannya tanpa melihat efek dari pengekploitsian yang tanpa batas dan bahkan para ahli mengatakan bahwa teori ini yang memiliki peran penting terhadap krisis lingkungan yang kita rasakan saat sekaran ini. untuk itu maka marilah kita menelaah konsep teori ini.

Konsep dasar dari teori ini yakni pertama, dalam kitab kejadian pasal 1:26-28, dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia secitra dengan Allah pada jari keenam sebagai puncak dari seluruh karya ciptaan-Nya. Selanjutnya Allah menyerahkan alam semesta beserta isisnya (ikan dilaut, burung-burung diudara, ternak, seluruh bumi dan semua binatang yang merayap diatas tanah serta semua makhluk hidup) kepada manusia untuk dikuasai dan ditaklukkan.

Berdasarkan pemaparan kitab injil tersebut tuhan telah memberikan otoritasNya kepada manusia untuk mengelola dan mengambil hasil bumi sebanyak mungkin tanpa bertanggungjawab akan krisi lingkungan yang terjadi dan bisa dikatakan bahwa krisis lingkungan yang terjadi di alam semesta bukanlah tanggungjawab manusia namun itu adalah tanggungjawab tuhan yang telah memberikan otoritas tersebut dan ini merupakan konekuensi mutlak dari alam. Dengan ajaran ini manusia menjadi arogan dalam mengeksploitasi lingkungan.

Kedua, argument antroposentrisme yang lain kita temukan pada tradisi. Antroposentrisme sebagaimana dikembangkan oleh Thomas Aquinas dengan focus utama pada rantai kehidupan (the Great Chain of Being). Menurut argument ini, semua kehidupan dimuka bumi membentuk dan berada dalam sebuah rantai kesempurnaan kehidupan, mulai dari yang paling sederhana sampai kepada yang maha sempurna, yaitu Allah sendiri. Dalam rantai kesempurnaan kehidupan tadi, manusia menempati posisi sebagai yang paling mendekati maha sempurna. Itu berarti manusia menempati urutan teratas dari rantai ciptaan, sehingga dianggap lebih superior dari ciptaan lainnya, termasuk diantara makhluk hidup lainnya.

Argument ini sesungguhnya menggaris bawahi apa yang telah dikemukakan oleh Aristoteles dalam bukunya The Politics. Dalam buku ini pemikiran antroposentrisme Aristoteles jelas terlihat dari kutipan ini: “tumbuhan disiapkan untuk kepentingan binatang, dan binatang disediakan untuk kepentingan manusia”

Beberapa argument diatas yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang superior menjadikan manusia arogan dan menganggap bahwa otoris tuhan ada ditangan manusia. Ini juga bisa dikatakan bahwa Alam dan Tuhan itu adalah sesuatu hal yang terpisah.

Menurut Guru Besar Ilmu Teologi pada Sekolah Tinggi Filsafat Drikaryata, Jakarta Prof. DR. Martin Harum, OFM, juga dipengaruhi oleh perkembangan teologi dalam ajaran Kristen, yaitu sekularisasi, yang dicetuskan Harey Cox dalam Secular City. Sekularisasi Cox” memisahkan tuhan dan membedakan manusia dengan alam. Dengan demikian alam dilepaskan dari pesona Illahi da dapat dilihat sebagai barang biasa. Hilangnya pesona Illahi dari alam ini disebut sebagai “kondisi mutlak bagi perkembangan ilmu-ilmu alam” dan “membuat alam tersedia untuk digunakan”.

Argument diatas bisa dijabarkan bahwa krisis alam yang dirasakan saat ini bukanlah effect dari pemanfaat yang berlebihan yang dilakukan oleh manusia tetapi krisi alam itu merupakan siklus pertukaran alam, karena alam ini memang diciptakan tuhan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Ketika sumber daya alam ini habis maka tuhan sendiri yang akan menggantinya kembali. Padahal secara ilmiah sudah jelas bahwa ada sumberdaya alam yang bisa diperbaharui dan tidak bisa diperbaharui.

Dengan sikap tamak dan arogan dari manusia sesuai denga teori ini maka teori ini dituduh sebagaisalat satu penyebab, bahkan penyebab utama dari krisis lingkungan yang kita alami sekarang. Krisis lingkungan dianggap terjadi karena perilaku manusia yang dipengaruhi oleh cara pandang antroposentris. Cara pandang ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuh kebutuhan dan kepentingan hidupnya, tanpa cukup memberikan perhatian kepada kelestarian alam.

II.II Ekofeminisme

Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini berakar pada kesalahan prilaku manusia, dan kesalahan prilaku manusia berakar pada kesalahan cara pandang manusia tentang dirinyan, alam dan hubungan antara manusia dengan alam atau temapt manusia dalam keseluruhan alam semesta. Tindakan dan perilaku manusia dalam bertindak sehari-hari merupakan konsep hidup yang dia anut, sangat susah untuk melindungi bumi dari krisis ketika konsep yang tidak bersahab terhadap lingkungan ada dalam diri manusia maka dari itu perlu perombakan dalam konsep diri manusia khususnya barat untuk melindungi alam dalam krisis lingkungan.

Konsep ekofeminisme adalah salah satu konsep untuk merombak konsep antrposentrisme. Konsep ini memcoba untuk menyadarkan perempuan bahwa perempuan mempunya peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Menurut Susan J. Amstrong dan Richard, Sebagi sebuah telaah etika lingkungan, ekofminisme merupakan sebagian cabang dari feminisme. Sebagai cabang feminisme, ekofeminisme dilontarkan pertama kali tahun 1974 oleh seorang Feminis Perancie Francoise d’Eaubonne, dalam buku Le Feminisme ou La Mort. Melalui bukunya ini, Froncoise d’Eaubonne menggugah kesadaran manusi, khususnya kaum perempuan untuk melakukan sebuah revolusi ekologi dalam menyelamatkan lingkungan hidup .

Teori ini tidak hanya terfokus pada bagaimana peran perempuan dalam menjaga lingkungan namun juga mencoba untuk mengembalikan hekakat fungsi alam terhadap manusia dan mencoba untuk mengembalikan posisi manusia merupakan mitra alam yang saling menjaga satu sama lain. Teori ini juga mengkritik dominasi dari kaum laki-laki dalam mengeksploitasi lingkungan yang mengakibatkan krisis lingkungan.

Menurut Warwick Fox, Bahkan secara lebih khusus, yang dilawan oleh ekofeminisme bukan sekedar antroposentrisme, yaitu teori etika lingkungan yang berpusat pada manusia (human-center environmental etchics). Yang diawali oleh ekofeminisme adalah androsentrisme, yaitu teori etika lingkungan yang berpusat pada laki-laki (male-centered environmental ethics). Dalam arti itu, ekofeminisme mengkritiik ekosentrisme, khususnya DE, karena kritik DE masih saja berpusat pada antroposentrisme sebagai sebab dari krisis ekologi. Padahal lebih dalam dari itu adalah dominasi laki-laki atas alam sebagai sebab dari krisis ekologi.

Bagi ekofeminisme antroposentrisme tidak hanya cara pandang perilak manusia yag selah mengenai konsep manusia dengan alam namun disini mereka juga memaparkan bahwa adanyo dominasi, ekploitasi, amnipulasi terhadap alam dan juga adanya perbedaan hirarki manusia dominasi sebut saja laki-laki terhadap perempuan dalam alam. Hal ini didukung oleh argument dari Karren J Warren.

Karren J Warren, kerangka konseptual androsentrisme yang menindas memiliki tiga cirri utama: (a) berfikir tentang “nilai secara hirarkis”, yang menempatkan nilai dan status yang lebih tinggi pada pihak yang dianggap lebih tinggi, (b) dualisme nilai, yang melakukan penilaian moral dalam kerangka dualistis (laki-laki dilawankan dengan perempuan, manusia dilawankan dengan alam) untuk member nilai lebih tinggi pada yang satu sambil menilai rendah yag lain, (c) logika dominasi, yaitu struktur dan cara berfkir yang cenderung membenarkan dominasi dan subordinasi.

Yang menjadi konsep mendasar pendobrakan dari ekofemisme adalah dominasi alam yang dilakukan oleh laki-laki, logika dominasi yang menjadi cara pandang atau kerangka konseptual masyarakat modern, khususnya masyarakat barat dengan segala kemajuan yang dicapai, termasuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Cara pandang ini yang melahirkan perilaku eksploitasi dan destruktif terhadap lingkungan. Logika dominasi yang cenderung membenarkan subordinasi. Logika dominasi ini dipakai dalam sebuah bentuk relasi, dalam kaitan dengan etnis, ras, kelompok, agama, seks atau gender dan juga alam, inilah yang menjadi akar dari problem sosial, termasuk lingkungan. Dalam logika dominasi, pihak yang satu selalu dianggap yang paling baik (laki-laki, manusia, ras Barat, kulit putih, dn seterusnya) sementara yang lain dianggap nomer dua danmenjadi subordiat yakni (perempuan, alam).

Menurut A. Sonny Keraf, dua agenda utama dari ekofeminisme. Pertama, pada tataran yang lebih konseptual dan filosifis , ekofeminisme ingin mndobrak cara pandang serta kerangka konseptual yang opresif, menindas, yaitu kerangka konseptual yang erlaku umum dalam era modern dengan didukung oleh politik dan ekonomi liberalme dan ilmu pengetahuan modern Cartesian, dualistic,mekanistik dan reduksionistis. Kedua, ekofeminisme juga dimaksudkan dan dikembangkan sebagai sebuah gerakan, sebagai aksi nyata dilapangan untuk mendobrak setiap institusi dan sosial,politik,ekonomi yang menindas pihak lain, khususnya penindasan gender (perempuan) dan spesies (alam san spesies bukan manusia).

Argument diata juga didukung olehKarren J Warren ekofeminisme bisa dikatakan sebagai berikut, ekofeminismee bersifat anti-nturalis, atau anti spesies, dalm pengertian ekofeminisme menolak setiap cara berpikir atau bertindak terhadap alam yang mencerminkan logika, nilai atau sikap dominasi. Ekofeminisme menolak kecendrungan yang mengunggulkan manusia dari alam, spesies manusia dari spesies yang lain. Setiap cara berfikir yang mengunggulkan satu dan merendahkan yang lain sementara hanya karen hakikat sebagai manusia, alam, laki-laki, perempuan, ras dan seterusnya dengan sendirinya ditolak oleh ekofeminsme. Maka untuk keluar dari krisis lingkungan maka kita harus meninggalkan cara berfikir naturis yang spesiesis.

Adanya pertikain antara antroposentrisme dengengan ekofemise dalam menyukapi lingkungan yang mana antroposentrisme beranggapan bahwa kerusakan alam adalah suatu konsekuensi alam yang wajar bagi sirkulasi alam dan hal itu bukanlah kesalahan dari manusia namun menurut pandang ekofeminisme beranggapan bahwa pola individu yang pola pikirnya antroposentrisme yang mengunggulkan satu special adah akar dari krisi lingkunngan dan ekofeminisme bergerah untuk melindungi lingkungan dengan merubah pola pikir dari individu khususnya kaum modern barat.

Dengan ada pertikaian ini bagaimana kaum muslimah menyikapi teori tersebut dalam melestarikan lingkungan. Sebelum kita membahas taktis tentang pergerakan muslimah dalam melestarikan lingkungan kita akan membahas terlebih dahulu pandangan islam terhadap alam.

II.III Pandangan Islam Terhadap Alam

Sebelum membahas tentang alam, kita akan membahas term apa saja yang diapakai Al-Qur’an ketika membahas alam. Membahas masalah ligkungan. Al-Qur’an menggunakan berbagai term. Yaitu term al-‘alamin (seluruh spesies), al-sama’ (ruang dan waktu). Al-ardl (bumi) dan al-bi”ah (lingkungan).

Menurut islam (Al-Qur’an ) alam bukan hanya benda yang tidak berarti apa-apa sama selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Alam dalam pandangan islam adalah tanda (ayat) “keberadaan Allah”. Alam memberikan jalan bagi manusia untuk engetahui keberadaan-Nya. Allah berfirman, “dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yan yakin,” (QS adz-Dzariyat[51]:20).

Dalam ayat lain Allah berfirman, “kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apabila tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS al-Fushshilat[41]:53. Singkat kata, segala sesuatu dialam semesta adalah tanda Allah.

Dalam al-Qur’an banyak ditemukan ketika berbicara tetang alam dilanjutkan dengan anjuran untuk berfikir mamahami, mangingat, bersyukur dan bertafakur. Semua ini akan mengantar manusia kepada sesuatu yang mahamutlak yang menciptakan alam semesta daengan keharmonisan hukum-hukum yang mengaturnya. Bagi kaum ahli hikmah, alam adalah manifestasi dari seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah. Karena alam adalah lokus manifestasi sari seluruh nama-nama dan sifat Allah, maka merusak alam berate merusak wajah atau tanda tuhan dimuka bumi. Manusia, terutama umat islam harus memperlakukan dengan baik karena ini adalah tangan untuk merenungi kemahakuasaan Allah.

Dan sangat berbeda dengan konsep antroposentrisme yang melepaskan alam dari tuhan. Konsep islam dan ekofeminisme hampir sama tidak ada pembeda antara alam dengan manusai mereka adalah satu kesatuan utuh yang berada dimuka bumi ini satu sama lain saling ketergantungan dalam menciptakan harmonisasi lingkungan dalam menghidari krisi lingkungan. Pola hubungan dominasi antara alam dan manusia sejatinya harus dirubah guna terciptanya alam yang lebih lestari.

Dalam pandangan antroposentrisme dengan pandangan islam hampir sama mengenai konsep peruntukan alam bagi manusia namun didalam islam diberikan batasan dan aturan yang jelas dalam pengelolaan . Kalau konsep antroposentrisme berlandaskan Kitab Kejadian pasal 1:26-28 dinyatakan bahwa Allah menyerahan alam semesta beserta isinya untuk dikuasi dan di taklukkan. Dengan konsep ini menjadikan manusia tamak dalam mengeksploitasi lingkungan dengan segala konsekuensi dan dampak alam yang merugikan.

Dalam pandangan islam juga ada landasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam Al-Qur’an, “Dan Dia mendudukkan untukmu apa yang ada dilangit dan ap yang ada dibumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang semikian tiu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,’ (QS al-Jatsiyah [45]:13). Meskipun islam tidak melanggar memanfaatkan alam, islam menetapkan aturan mainnya. Agama islam memerintahakann umat untuk memanfaatkan alam dengan cara baik dan menjadi manusia bertanggung jawab dalam melindungi alam dan lingkungan serta laranag merusaknya.

Menurut Quraish Shihab, etika pengelolaan lingkungan dalam islam mencari keselarasan dengan alam sehingga manusia tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, tetapi menjaga lingkungan dari kerusakan. Setiap perusakan lingkungan haruslah dilihat sebagai perusakan terhadap diri sendiri. Sikap ini lanjut Shihab, berbed dengan sikap sebagian teknaktor yang memandang alam sebagai alat untuk mencapai tujuan konsumtif .

III.Kesimpulan

Dengan dipaparkannya dua konsep mengenai lingkungan diatas diamanah posisi muslimah dalam enyikapi krisis lingkungan. Sudah jelas bahwa dengan muslimah merupakan wanita muslim dan tentunya dia akan memakai pandangan islamdalam melesatarikan lingkungan dan berdaskan pada aturan agama yang berkaitan dengan lingkungan.

Dalam menyikapa teori antroposentrisme yang menjadikana alam adalah sebagai objek yang bisa dikendalikan oleh manusia tanpa batas dalam memenuhi kepentingan konsumtif manusia maka seorang muslimah yang berpegang kepada aturan agama melarang berlebihan Allah berfirman, “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (mamasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan, “ (QS al-Araf [7]:31).

Larangan Berlebihan dalam (QS al-Araf [7]:31) mencangkup segala sesuatu, termasuk memanfaatkan lingkungan seperlunya saja. karena itu, ekploitasi besar-besaran terhadap alam yang mengakibatkan kerusakan habitat alam dialarang Islam. Agama islam memandang pemanfaatan alam semesta tanpa metode dan membabi buta merupakan bentuk kezaliman dan akan merugikan manusia sendiri. Berlebih-lebihan dalam memanfaatkan alam dipandang sebagai perilaku mubazir dan dicela oleh islam.

Selanjutnya bagaimana posisi muslimah dalam menyikapi teori ekofeminisme apakah kontra dengan ekofeminisme tentu saja tidak, sudah dipaparkan diatas bahwa teori ekofeminsime dan pandangan islam mengenai alam memiliki kesamaan sehingga muslimah harus harus berpartisipasi aktif dalam kebijakan-kebijakan terhadap lingkungan. Berpartisispasi dalam melahirkan peraturan perundang-undangan yang menjamin kelestarian lingkungan, berpartisipasi aktif dalam kebijakan-kebijakan nasional yang menentukan nasib lingkungan dengan pendekatan yang integrative dan holistic merupakan bagian dari agenda utama ekofeminisme . Hanya melalui partisipasi aktif semua pihak, termasuk perempuan (muslimah), dalam menenrukan kebijakan nasional yang bersifat integrative fan holistic, bisa dijamin bahwa kebijakan yang ekploitatif dan mengarah pada dominasi menusia atas alam bisa dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

Aristoteles, The Politics, (Middlesex: Penguin Books, 1986)

Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasi bagi negara berkembang, (Jakarta:kompas, 2007 )

J. Amstrong dan Richard G. Botzer.

Keraf Sonny, Etika Lingkungan, ( Jakarta, Kompas 2002)

Prof DR. Martin Harun, OFM, Kata Pengantar Perbandingan “Taklukkan Bumi dan Berkuasalah.” Dalam Ibid

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998)

Ramly Nadjamuddin, Isalam Ramah Lingkungan,(Jakarta: Grafindo.com,2007)

To Thi Anh, Nilai Budaya Barat dan Timur, terj,( Jakarta: Gramedia, 1988)

Warwick Fox, “Deep Ecology-Ecofeminisme Debat and its Parallel”

Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasi bagi negara berkembang, (Jakarta:kompas, 2007 )

Ramly Nadjamuddin, Isalam Ramah Lingkungan,(Jakarta: Grafindo.com,2007)

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998)

To Thi Anh, Nilai Budaya Barat dan Timur, terj,( Jakarta: Gramedia, 1988)

Keraf Sonny, Etika Lingkungan, ( Jakarta, Kompas 2002)

Ibid.

Ibid.

Aristoteles, The Politics, (Middlesex: Penguin Books, 1986)

Prof DR. Martin Harun, OFM, Kata Pengantar Perbandingan “Taklukkan Bumi dan Berkuasalah.” Dalam Ibid

J. Amstrong dan Richard G. Botzer.

Warwick Fox, “Deep Ecology-Ecofeminisme Debat and its Parallel”

Keraf Sonny, Etika Lingkungan, ( Jakarta, Kompas 2002)

Ipcit

Ramly Nadjamuddin, Isalam Ramah Lingkungan,(Jakarta: Grafindo.com,2007)

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dlam kehidupan Masyarakat, (Bandung:mizan 1998).

Keraf Sonny, Etika Lingkungan, ( Jakarta, Kompas 2002)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun