Mohon tunggu...
R ANGGOROWIJAYANTO
R ANGGOROWIJAYANTO Mohon Tunggu... Guru Tetap Yayasan di SMP Santo Borromeus Purbalingga

Saya adalah seorang Guru Swasta yang menyukai dunia tulis menulis dan tertarik dengan dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Repek

7 Maret 2024   14:12 Diperbarui: 7 Maret 2024   14:12 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Repek dalam khasanah bahasa Banyumasan memiliki makna mencari ranting - ranting kering di hutan atau kebun untuk dijadikan kayu bakar di rumah. Ranting yang sudah kering apabila diambil dari pohonnya akan mengeluarkan bunyi preketek sehingga orang memberi istilah Repek. 

Pekerjaan mencari kayu bakar biasanya dilakukan setelah pekerjaan utama diselesaikan. Sehingga bisa jadi kegiatan repek tersebut merupakan pekerjaan sampingan untuk menutup kebutuhan rumah tangga akan bahan bakar. Kayu bakar hasil repek dapat menggantikan pengeluaran untuk membeli bahan bakar fosil yang cenderung menguras keuangan keluarga.

Mencari penghasilan diluar pekerjaan utama juga lazim dilakukan pada saat ini. Pendapatan dari gaji utama seringkali tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Terlalu lambannya kenaikan pendapatan berimbas pada terlanjur naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Maka tidak heran masyarakat cenderung mempunyai pekerjaan ekstra untuk menambal pengleuaran keluarga.

Filosofi repek sebenarnya baik karena mencari tambahan penghasilan dengan halal karena dilakukan di hutan yang tidak berkepemilikan dan yang diambil adalah barang yang sama sekali sudah tidak bernilai ekonomis. Menjadi tidak halal apabila kayu bakar tersebut diambil di kebun tetangga tanpa ijin terlebih dahulu. 

Repek pada saat ini banyak terjadi pada berbagai sektor pekerjaan. Di bidang transportasi ada yang menjadi ojol diluar pekerjaan utama sebagai guru, freelance sebagai penulis lepas diluar pekerjaan utama sebagai guru atau dosen, menjadi tik tokers  atau youtuber dan lain sebagainya. Mencari penghasilan yang halal dan bermanfaat diluar pekerjaan utama tentu sangat menolong ekonomi keluarga. Tetapi apabila mulai melakukan pekerjaan sampingan yang merugikan orang lain ......nah itu yang perlu disadarkan.

Repek yang tidak halal pun sekarang ini acapkali sering terjadi. Pejabat yang menduduki jabatan penting dan tinggi di pemerintahan melakukan repek yang menistakan dirinya. Melakukan penggelembungan anggaran dan menilep uang gratifikasi atas nama jabatan yang disandangnya. Alih - alih memberi contoh yang baik kepada masyarakat, justru malah memberi contoh buruk yang oleh semua orang dianggap sebagai kejahatan.

Ditangan orang-orang seperti itu, filosofi repek yang bermakna positif menjadi negatif  akibat dari pemaksaan egoisme pribadi untuk memperkaya diri dan keluarganya. Spiritualitas repek menjadi tidak mempunyai roh, seperti raga yang ada tetapi mati rasa. Kebaikan dan kejahatan diramu sedemikian rupa agar terlihat wajar tanpa kejanggalan.

Mennggembalikan lagi makna repek agar menjadi positif kiranya bisa diwujudkan kembali. Apalagi Calon Presiden pemenang versi quick count adalah orang Banyumas, kiranya bisa mengembalikan makna repek yang berarti seorang yang pekerja keras, membanting tulang, mencari pekerjaan sambilan demi menghidupi keluarga. Kalau harga-harga bahan pokok kembali pada jangkauan masyarakat, hutan-hutan kembali rimbun dan hijau, hukum kembali tegak berdiri, dan kemanusiaan kembali beradab tentu orang akan melaksanakan repek dengan tenang. Tanpa kemrungsung harus sebanyak - banyaknya sehingga mengabaikan kebutuhan orang lain alias korupsi. 

Salam Sehat.....!!!! 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun